The Wedding

56.7K 1.6K 38
                                    

Alunan lagu Diana Roses dan Lionel Richie masih terlantun sempurna dari wedding singer yang bertempat di salah satu sudut ruangan itu. Bunga krisan bertebaran menjadi penghias aula hotel yang didominasi warna putih itu, menebarkan aroma harum yang lembut. Berbeda dengan melati, krisan tidak menimbulkan wangi yang berlebihan.

Pasangan pengantin sedang sibuk menyalami tamu-tamu yang datang. Tidak banyak. Hanya keluarga besar dan teman-teman lapis pertama kedua mempelai. Pesta pernikahan ini memang dirancang sederhana. Akan tetapi kesederhanaan yang disodorkan, dan juga terbatasnya tamu yang diundang, justru membuat pesta pernikahan tersebut terkesan eksklusif.

Pasangan pengantin terlihat serasi dengan dandanan kasual. Reya, sang mempelai wanita, memakai gaun putih sebatas lutut dengan model vintage. Rambut panjangnya dikepang ke samping menjadi hiasan tambahan bagi gaun tersebut. Tidak ada tiara ataupun hiasan rambut yang berlebihan, selain jepit rambut berbentuk ranting. Pengantin perempuan terlihat segar dan ceria. Radina, sang pengantin pria, juga tidak kalah kasual. Pria itu memakai setelan santai berwarna putih dengan sepatu hitam. Wajahnya terlihat sumringah dan terkesan seolah pernikahan ini juga merupakan kejutan untuk dirinya sendiri. Di kanan dan kiri mereka, keluarga kedua mempelai berdiri berjajar. Tak ada yang tidak bahagia. Pernikahan ini bukan hanya mengenai Radina dan Reya, tapi sebuah jalinan kehidupan di masing-masing keluarga. Pernikahan ini layaknya prinsip grafitasi yang menjadi dasar untuk hukum-hukum turunannya.

"Cantiknyaa..."

"Selamat ya kalian! Serasi!"

"Good bless you, my dearest friend!"

"Wuaaaa Reyaaa! Gue harus apa? Gue harus apa coba sekarang kalau lo nikah sama Chef Radina!"

"Chef, jaga baik-baik teman saya ya! Jangan sampai saya dengar dia nangis. Serius!"

"Bro, lo suap berapa sih si cupid sampai ngasih jodoh yang kayak begitu ke elo?"

Komentar-komentar tersebut begitu seringnya disampaikan kepada keduanya, atau diam-diam kepada salah satunya, sampai baik Reya maupun Radina pada akhirnya hanya menjawabnya dengan cengiran. Sesekali Radina meraih tangan istrinya, meremas-remasnya untuk merenggangkan otot, sambil mengeluh mengapa banyak sekali yang harus disalami padahal dia hanya mengundang sekitar lima puluh orang.

"Lima puluh dari kamu, lima puluh dari saya." Jawab Reya datar.

"Seratus untuk kita berdua." Tambah Radina, lagi-lagi pasang senyum lebar, seperti sedang menghadapi kamera televisi, ketika seseorang datang menyalaminya. "Saya pandai berhitung ya?"

Reya mendekatkan bibirnya ke telinga Radina. "Kamu nggak lulus kalkulus ya?" Bisiknya. "Itu belum termasuk pasangan-pasangan dari seratus orang yang kita undang."

Radina meringis kecut.

Di pojok ruangan, di balik meja putih besar yang penuh makanan dan snack-snack kecil, dua orang sedang duduk di dua kursi yang beradu punggung. Satu orang perempuan yang memakai gaun hitam seksi, terlihat kontras dengan dekorasi pernikahan yang serba putih, dan seorang pria yang dua tahun lebih muda, mengenakan warna hitam yang sama. Sambil menyuapkan macaroon lezat dan menegak anggur merah, keduanya menatap pasangan pengantin baru di kejauhan.

"Hidup itu aneh ya Ge," Kata si perempuan. "sebulan lalu mereka belum saling kenal."

"Hmm. What do you think, darling?"

"Nice." Jawab perempuan itu tanpa berpikir panjang. "Reya si kutu buku itu memang nggak seharusnya dapat yang sama-sama kutu buku juga, seperti Herdito. Radina yang lugas, hangat, dan populer bisa mengimbangi sisi keras Reya. Radina itu nggak ketebak. Dan Reya, jiwa penelitinya bakal diuji habis-habisan oleh sifat Radina yang spontan." Perempuan itu terdiam sebentar. "Keduanya punya selera humor yang sama. Dingin, dan sarkas. Perfect." Perempuan itu terdiam lagi, seolah mempertimbangkan. "Mereka cocok banget." Komentarnya. "Saling melengkapi kan?" Tanyanya, mencari dukungan.

Pria di belakang punggungnya menoleh sedikit. "Entahlah darling, gue berharap mereka bahagia."

"Mereka pasti bahagia." Jawab perempuan itu tegas. "Mereka akan bahagia." Ulangnya sekali lagi. Tapi kini ada yang goyah dari suaranya, dan serangan panik kecil segera melanda pikirannya saat menyadari kegoyahan tersebut.

Perempuan itu buru-buru menegak anggurnya.

***




Hai hai!


Beberapa hari ini aku memikirkan sebuah ide cerita. Bukan memikirkan sih, lebih tepatnya, dihantui. Mau makan ingat Radina dan Reya. Mau tidur, ingat lagi. Mau ngapa-ngapain, keingetan terus. Nyiksaaaa. Makanya, daripada aku nggak enak ngapa-ngapain terus gara-gara kepikiran, lebih baik kutulis di sini.

Btw, cerita ini adalah cerita mentah. Langsung dari kepala ke lembar microsoft word. Jadi maap-maap ya kalau masih berantakan sana-sini XD

Btw lagi, mungkin ini genre baru yang sedang coba-coba kutulis. Biasanya aku kan nulis teenfiction yang tokohnya anak-anak SMA atau kuliahan lucu-lucu gitu. Kali ini aku pengin coba nulis kehidupan orang dewasa dan pernikahan. Siapa tahu habis ini jadi pengin cepet nikah *eh

Ada yang tertarik nggak baca kisah Radina dan Reya ini?



PS. Cerita ini akan dilanjutkan kalau minimal ada 10 orang yang mau baca. HAHA! (namanya juga lagi coba-coba genre baru, survey dulu dooong. hihi. Kan sedih kalau udah capek-capek nulis nggak ada yang mau baca). Soooooo kalau kalian tertarik baca kisahnya Reya dan Radina, yuk comment!



Rgrds,

p

AFTER WEDDING - TERBITUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum