DUA

156 3 0
                                    

Elysia tengah berkutat dengan neraca atau yang biasa disebut laporan posisi keuangan, memastikan debit dan kredit yang di-input telah sesuai dengan bukti fisiknya. Beberapa kali dia memijit keningnya lalu memejamkan matanya sejenak, pekerjaan staff accounting menjelang akhir bulan memang tidak pernah mudah mengingat pekan itu adalah pekan keempat di bulan Januari. Beberapa jam menatap layar komputer dan berkas-berkas membuatnya sedikit penat.

Elysia sedikit berjengit saat pintu ruangannya tiba-tiba dibuka oleh seseorang. Dinding ruangannya memang terbuat dari kaca, tapi konsentrasinya yang sedari tadi terfokus pada layar komputer dan berkas, membuatnya tidak menyadari seseorang berjalan menuju ruangannya. Elysia menoleh sekilas lalu kembali menatap layar komputernya. Seseorang yang membuka pintu tersebut berdeham saat menyadari dirinya tidak mendapatkan perhatian sepenuhnya dari wanita yang ada di hadapannya tersebut.

“Lys, ntar istirahat siang keluar makan bareng yuk,” ucap Adrian sambil menarik sebuah kursi lalu duduk di atasnya. Ia menopangkan dagunya ke sebelah tangannya.

Elysia menghentikan aktivitasnya lalu mengalihkan pandangannya pada sosok yang kini sedang menatapnya lembut. Pandangan yang sempat membuat Elysia tertegun selama beberapa saat sebelum akhirnya berkata dengan sinis, “Kerjaan saya masih banyak, Pak. Kayaknya saya istirahat makan di kantor deh.”

“Oh, mau makan di kantin aja? Okay, nggak masalah. Ya udah, ntar pas jam makan siang aku kesini lagi ya? Lanjutin deh kerjanya, kebetulan aku juga mesti meriksa beberapa berkas pengajuan kredit baru. See you, Lys.”

Elysia hanya bisa tercengang menanggapi serentetan ucapan dari Adrian yang bahkan sebelum sempat ia balas, sosoknya telah menghilang di balik pintu. Sosok yang masih saja sempat menyunggingkan senyumnya saat melewati beberapa karyawan yang berlalu lalang.

“Maunya apa sih tuh orang?” gerutu Elysia pelan.

Satu bulan ini memang beberapa kali Adrian berusaha mendekati Elysia. Pria itu selalu memamerkan senyumnya yang sanggup membuat banyak gadis terpesona itu setiap ia melewati ruangan kerja Elysia. Pria itu juga sering berusaha untuk membuka percakapan terlebih dahulu dengannya dibeberapa kesempatan. Percakapan-percakapan sederhana yang akhirnya hanya terkesan sebagai basa-basi karena Adrian yang seolah kehabisan bahan, melihat respon Elysia yang sangat bertolak belakang dengannya. Semua usaha Adrian ditanggapi biasa saja oleh Elysia. Mungkin kali ini Adrian berniat sedikit ‘memaksa’ dalam melancarkan aksinya.

* * *

“Makanan kesukaan kamu apa, Lys?” tanya Adrian. Kini mereka berdua duduk berhadapan di sebuah meja kantin di kantor mereka. Hanya saja, pandangan beberapa karyawan yang juga sedang berada di sana ke arahnya, atau lebih tepatnya ke arahnya dan juga Adrian itu membuatnya sedikit tidak nyaman.

Menyadari perhatian Elysia yang sedikit terpecah dan raut wajahnya yang tidak lepas membuatnya mengerti. Ia menoleh ke sekeliling dan mendapati beberapa karyawan tengah menatap ke mejanya. Ia memberikan isyarat melalu mata dan gerakan bibir pada mereka semua untuk berhenti menatap. Sedikit lega saat akhirnya Elysia mulai bisa fokus pada makanannya.

“Jadi, makanan kesukaan kamu apa, Lys?”

“Mie goreng.”

“Kalo gitu ntar kapan-kapan aku masakin mie goreng ya? Gini-gini aku pinter masak loh.”

“Oh ya?” respon Elysia spontan membuatnya sedikit kaget terhadap dirinya sendiri.

Melihat reaksi Elysia membuat Adrian tersenyum lebar. “Nggak percaya? Ntar deh ya minggu depan aku anter masakan aku ke rumah kamu. Kamu mau aku masakin apa lagi selain mie goreng?”

“Nggak usah repot-repot, saya percaya kok Bapak bisa masak.”

“Nggak repot kok, Lys. Aku emang udah lama pengen masak buat kamu.”

LOVE, Cinta Takkan Pernah SalahΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα