Beberapa saat kemudia Anita kembali ke kelas.

"Gak dipake ustadzah," lapornya lalu kembali duduk di bangkunya.

"Okee, kita belajar di mushola" ustadzah Nur akhirnya memutuskan yang membuat kelas kita gaduh oleh sorak Sorai senang.

-

Menurutku, belajar di mushola justru membuat ku semakin mengantuk. Angin yang sepoi-sepoi membuatku semakin mengantuk.

"Hayo, tadi katanya gak bakal ngantuk kalo di mushola," ustadzah Nur mengingatkan apa yang kami ucapkan melihat kami mengantuk.

"Enggak ngantuk ustadzah, cuma merem bentar" kata Rani mencari alasan. Ustadzah Nur terkekeh. Menurutku, ustadzah Nur adalah ustadzah yang paling sabar. Beliau gak pernah marah meskipun sering kami tinggal tidur. Pernah suatu hari hanya satu orang yang bangun dan mendengarkan penjelasannya.

Namun, beliau tidak marah. Memang Mata pelajaran PKN itu yang selalu bikin ngantuk sih.

Tringgg..

Bel pergantian pelajaran berbunyi.

"Baik, saya akhiri pelajaran hari ini dengan membaca hamdalah," perintah ustadzah Nur.

"Alhamdulillahirobbil alamiin," kami serempak mengucap hamdalah.

Entah kenapa, ketika pelajaran sudah selesai, rasa ngantuk ya langsung hilang seketika.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, langsung balik ke kelas ya, jangan mampir!" ustadzah Nur mengingatkan.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, baik ustadzah" jawab kami hampir bersamaan.

Ustadzah Nur pun meninggalkan kami yang masih kasak kusuk untuk meninggalkan mushola.

"Eh gaissss,hati-hati banyak santri putra di luar," kata Anita setelah melihat keadaan luar mushola. Maklum Jam pergantian pelajaran, mungkin guru nya baru keluar dan belum ada yang masuk.

"Kelas berapa?" Tanya salah satu anggota kelasku.

"Kelas satu sih, hehe," jawab Anita terkekeh.

"Tetep aja malu sih," ujar Tania membuat kami mengangguk.

"Yaudah, gimana kalo kita lari bareng bareng aja?" Usulku asal. Rahma langsung mengangguk setuju.

"Tapi bareng loh, ya?" Fia memastikan. Kami mengangguk setuju. Setelah kami selesai memakai sepatu, kami berniat untuk berlari agar santri putra tidak bisa melihat wajah kami satu persatu.

"Satu..duaa.. tigaa," aku menghitung. Dengan cepat, kami langsung berlari menuju tangga.

Debug!

"Astaghfirullah," aku meringis ketika mendapati kakiku keseleo. Aku mencoba berdiri, tapi kakiku menolak untuk berdiri.

"YaAllah, woi" aku berteriak melihat teman teman ku yang sudah mendahului ku dan berada di tangga.

"Hahahahahahha" terdengar tawa dari beberapa santri putra. Aku hanya menunduk malu masih berusaha berdiri. Kakiku kenapa gak bisa kompromi sih?.

Dia Bukan Hanya Ustadzku ✓[SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now