FTSOL #9

4.4K 653 110
                                    

   FTSOL #9


"Pak Damar. Mohon maaf. Ini data-data pembelian bahan baku yang Bapak minta."

Damar mendengar kalimat-kalimat sopan penuh hormat dari seseorang.

Saat ia mendongak, ternyata ada Ratna, kepala staf departemen Purchasing.

"Oh, iya. Terimakasih, Ratna." Damar memerhatikan Ratna meletakkan tumpukan kertas berisi data-data pemesanan bahan baku yang akan ia periksa ulang sebelum melakukan transaksi pembelian.

Damar tengah melihat-lihat foto proses pembuatan keramik dari pabrik yang dikirimkan oleh manajer produksi. Pabrik tersebut berlokasi di daerah Tangerang. Damar telah beberapa kali berkunjung ke pabrik, sebagai bagian dari pekerjaannya sebagai manajer Purchasing yang harus memastikan sendiri kondisi mesin pabrik. Terkadang, ia juga mengecek sendiri persediaan barang di gudang penyimpanan. Karena meskipun ruang kerjanya bukan di lapangan, tetapi jangkauan pekerjaannya bersentuhan langsung dengan stok. Sedangkan pabrik tidak akan bisa berjalan tanpa ketersediaan bahan baku dan peralatan produksi yang memadai.

"Seperti biasa, dibuat enam rangkap ya Purchase Order-nya. Semoga besok, sudah bisa dilakukan pemesanan karena hari ini saya masih harus memastikan stok di supplier." Damar mempersilahkan Ratna kembali ke tempat kerjanya sebagai kepala staf Purchasing.

"Baik, Pak." Ratna lalu mengucapkan selamat ulangtahun.

"Saya ulangtahun hari ini?" Damar bertanya karena ia tidak menyadari hal tersebut.

Manusia jenis apa yang melupakan hari lahirnya sendiri?

Sebenarnya, ia masih mengingatnya beberapa hari lalu. Namun, setelah hari itu tiba, ia malah terlupa.

"Iya, Pak. Saya mewakili teman-teman mendoakan Bapak semoga tetap sehat, bahagia, selalu langgeng kehidupan rumahtangganya, dan segera dikaruniai momongan."

"Terimakasih." Damar tersenyum getir. Ucapan adalah doa. Dan doa yang ia dengar kali ini adalah doa terbaik yang juga selalu ia harapkan.

Kesehatan dan kebahagiaan.

Dua hal itu saja sudah cukup baginya. Meskipun dua harapan paling akhir mau tidak mau cukup mengusik pikirannya kendati ia sudah menguburnya dalam-dalam seolah tidak pernah terjadi dalam hidupnya.

"Kalau gitu, nanti malam, saya traktir kalian makan-makan."

"Waah. Makasih, Pak. Kalau boleh tau di mana ya? Biar saya kasih tau teman-teman."

"Saya cek tempat dulu."

"Nanti saya bantu reservasinya, kalau Bapak nggak keberatan. Jangan tempat yang mahal, Pak. Di Pizza Hut aja, kami udah bersyukur."

"Oke kalo gitu. Tolong cekkan restoran AYCE ya? Saya udah lama nggak makan grilled food. Kalian suka kan makan di restoran AYCE?"

"Siapa aja pasti suka, Pak. Apalagi kalau gratis." Wajah Ratna nampak senang. "Saya cek dulu ya, Pak. Steak 21 Buffet rekomen sih, Pak."

"Iya, cek aja di situ," angguk Damar. Ia pernah makan di situ sewaktu bertemu klien. Dan memang sangat recommended. "Nggak usah mikirin soal harga makanannya."

"Baik, Pak. Jadi untuk malam ini ya, Pak?"

"Iya. Atau besok malam. Terserah kalian. Saya ngikut saja."

Ratna tergelak. "Harusnya kan kami yang ngikut Bapak."

"Oke. Kabari saja jadinya di mana."

Setelah Ratna berlalu pergi, Damar kembali kepada pekerjaannya. Jam dinding masih menunjukkan 09.23. Masih ada waktu beberapa jam lagi sebelum makan siang.

For the Sake of LoveWhere stories live. Discover now