FTSOL #4

5.3K 594 38
                                    

Kindly reminder, give your votes and comments. Happy reading! 


FTSOL #4

"Aruna benci sama papa!!"

Ucapan papa benar-benar tidak seperti yang ia harapkan. Alih-alih membujuknya, setelah mendengar curahan hatinya tentang sikap Damar kepadanya pagi itu, Papa malah mendukung tindakan Damar. Padahal ia telah membumbui laporannya kepada papa, kalau Damar terlalu memaksakan kehendak, melakukan kekerasan dalam rumahtangga dan kalau beberapa hari saja ia di sana bersama Damar, maka ia akan mati. Ia menderita sampai-sampai ia berniat melapor kepada polisi.

Tapi papa tidak percaya!

Kenapa papa tidak percaya?

Ng, meskipun ia berbohong, tapi tetap saja, sebagai orangtua yang baik, papa harusnya mendengarkan apapun yang ia katakan.

Ia tidak tahan lagi dengan sikap papa.

Papa pernah mengatakan setelah menjodohkannya dengan Damar, jika ada masalah dalam kehidupan rumahtangga dengan Damar, papa dan mama tidak mau ikut campur. Bahkan papa dengan teganya menyuruh Aruna mendengarkan Damar apapun yang ia katakan.

Damar itu baik, kamu saja yang banyak tingkah.

Baik, baik, my ass!

Ini benar-benar persekongkolan. Semesta dan seluruh isinya seolah bersatu untuk membencinya. Setelah Eryk, Damar, dan kini papa. Mama selalu seiya sekata dengan papa, jadi mama jelas tidak masuk hitungan.

Dengan semua kenyataan ini, Aruna jadi semakin yakin, dunia ini tidak pernah adil!

Kalau adil, itu namanya bukan dunia, tapi surga.

Siapapun yang membuat pepatah itu, bodo amat!

Ia merasakan dadanya naik turun dengan cepat karena napas yang tiba-tiba sesak. Matanya memanas. Ingin rasanya ia kembali melampiaskan kemarahan kepada ponsel di tangannya. Rusak, rusak saja sekalian!

Ia sudah bersiap-siap melemparkan ponselnya, saat Damar datang dan di saat yang benar-benar tepat, Damar menahan tangannya.

"Kalau kamu berniat melempar ponsel ini lagi, urungkan saja. Sudah cukup melampiaskan emosi kamu dengan merusak barang-barang."

"Bukan urusan kamuu!!"

"Apapun yang terjadi di rumah ini adalah urusan saya, tanggungjawab saya." Damar berhasil mengambil ponsel dari tangannya.

Tidak hanya itu, karena kini Damar dengan gerakan cepat juga mengambil charger yang tadi terpasang, dan membawanya pergi.

Sekarang bukan hanya ikut campur, tapi laki-laki kurang ajar itu juga sudah mengambil benda miliknya.

Astaga. Laki-laki ini benar-benar minta dirajam!

"Kembalikan ponsel gue!" Aruna mengikuti Damar dan berhasil menjangkau ujung kaus putihnya dengan tangan kanan. Dengan tangan kiri, Aruna berusaha mengambil ponselnya yang digenggam Damar.

Ia butuh berdiri dengan posisi berjinjit untuk meraih ponsel yang diacungkan Damar ke atas. Damar melemparkan tatapan mengejek karena ia berhasil berkelit dari jangkauan tangan Aruna.

Mereka terlihat seperti anak kecil yang berebutan mainan.

"Lo nggak punya hak ngatur-ngatur gue! Lo bukan siapa-siapa gue!" Aruna merasakan tenggorokannya mulai sakit karena terus berteriak-teriak.

Kini perebutan ponsel itu berjalan semakin sengit. Harusnya ia mengingatkan dirinya jika pertarungan ini jelas tidak imbang. Ia menghadapi Damar yang secara fisik jelas lebih unggul.

For the Sake of LoveWhere stories live. Discover now