Tiga

40 1 0
                                    


.      .       .

Seperti biasa, weekend adalah saatnya mengerjakan PR, pergi ke sekretariat OSIS atau sekretariat KIR, dan melakukan aktivitas sosial di sanggar anak jalanan, bersama beberapa teman yang benar-benar punya jiwa sosial tinggi. Maksudku, aku sedang berusaha mengatakan kalau aku tidak punya jiwa sosial tinggi. Sebab aku tahu adanya aku di sanggar itu hanya karena aku harus memenuhi standar Yale's candidate. Yah, aku tidak akan munafik dengan berpura-pura menjadi anak dengan hati bersih yang selalu ingin membantu orang lain. Meskipun aku memang munafik soal berpura-pura mimpiku adalah sekolah kedokteran.

Ingat ketika aku berkata tubuhku menjadi gemetaran, dan napasku sesak ketika Mama melakukan ceramahnya sekaligus membanding-bandingkan aku dengan Fano? Kurasa aku mengidap penyakit mental yang disebut anxiety disorder. Aku mencari di Internet, apakah aku normal atau tidak, dengan kecemasan tingkat tinggi itu selalu datang setiap kali Mama membandingkan aku dengan Fano.

Lalu, aku menemukan website anxiety center yang dapat melakukan initial anxiety test dari pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan disana. Aku sudah mencobanya, dan mereka memberiku nilai 77, yang berarti aku mengalami anxiety disorder. Sepertinya tidak ada cara lain untuk tidak percaya pada penilaian itu. Sebab aku tahu, ada yang salah dari diriku sendiri.

"Fayo? Kamu sedang mengerjakan PR Kimia?" Aku terperanjat kaget dan menatap ke arah pintu kamar, tempat suara itu berasal.

"Iya, Ma. Udah mau selesai,"

"Good. Habis ini ikut Mama ke sanggar yoga ya. You have to exercise, darling,"

"Tapi aku udah janji mau ke sekretariat OSIS, Ma,"

"Ssst. Sebentar aja. Trus Mama antar ke sekolah," Tidak ada seorang pun yang bisa menolak keinginan Mama. Bahkan seorang jenderal seperti Papa sekalipun. Apalah aku yang cuma anak bungsu bak butiran debu.

Aku, Mama dan beberapa orang anggota kelompok yoga, sedang memejamkan mata sambil menjaga tubuh tetap seimbang dengan satu kaki melengkung ke atas, saat tiba-tiba muncul kegaduhan dari suatu tempat di lantai 2 sanggar yoga ini. Kegaduhan sedikit pasti sudah membuyarkan konsentrasi, tentu saja.

"AVE!" teriak seseorang.

Seorang cowok yang mungkin namanya adalah Ave, menuruni tangga setengah berlari. Disusul seseorang yang mungkin orang yang tadi berteriak, berlari juga mengikutinya di belakang. Semua mata tertuju pada mereka, bahkan aku tidak berkedip. Karena aku duduk paling dekat dengan tangga yang menjadi TKP kegaduhan. 

To be continued...


Cerita ini telah diterbitkan dalam e-book di Google Play Book.

Read more disini: https://play.google.com/books/reader?id=IlK6DQAAQBAJ&pg=GBS.PP1

TopengWhere stories live. Discover now