4. Bertemu lagi

48.7K 2.5K 115
                                    

“Cinta?

Keningku mengernyit menatap orang itu. “Si—apa ya?”

Eh, tunggu! Rasanya aku pernah melihatnya dan mengatakan hal yang sama.

“Ah, Kakak yang di SMA Almahera itu ya?” kataku tersenyum canggung.
Pria itu balas tersenyum, lalu melangkah mendekatiku.

“Masih ingat rupanya. Kamu--Lo... di sini...” ucapannya terputus, menatapku dan Daffa yang ada di gendonganku bergantian.

Jangan bilang dia juga menganggap Daffa anakku?! Harus segera diluruskan! “Ah, ini... lagi ngajak main keponakan.,” jelasku.

Daffa menatapku dengan pandangan bertanya.

“Daffa, ayo salim sama Kakaknya,” kataku pada Daffa yang langsung dituruti bocah ini.

“Hallo Daffa... panggil Om Dimas aja.”

Dimas tersenyum memesona.

“Daffa, Om Dimas.”

“Ini capa, Nte? Pacal Ante Cinta ya?”

Dimas yang mendengar hal itu lantas tertawa, sementara aku hanya diam di tempat.

Pacar? Cowok tampan ini? Tahu namanya saja baru sekarang, dan aku juga tidak tahu kenapa dia bisa tahu namaku. Aku belum sempat menanyakan hal itu saat bertemu dengannya pertama kali tempo hari.

“Bukan, Sayang. Ini... hhmm kenalannya Ante. Ya Om Dimas, ya?” kataku berusaha menjelaskan.

Dimas tersenyum manis sekali, ia lalu beralih pada Daffa, mengelus pipi tembam Daffa lembut lalu mencubitnya sekilas. “Hayo, masih kecil nggak boleh ngomong pacar-pacaran.”

Aku hanya bisa tersenyum canggung mendengar ucapan Dimas itu.

“Kalo Ante Cinta-nya mau jadi pacar Om sih, Om Dimas nggak keberatan.” kelekar Dimas.

Aku melongo mendengar ucapan pria di depanku ini. Dia kenapa sih? Kok baru dua kali bertemu sudah bilang yang tidak-tidak. Eh, jangan jadi orang terlalu serius Cinta! Dia pasti cuma bercanda...

“Siapa?” Suara seseorang yang kini berdiri di sampingku membuat perhatianku pada Dimas beralih padanya.

Ah, aku lupa masih ada Irgi di sini.

“Dimas,” sapa Dimas mengulurkan tangannya ke arah Irgi, sebelum aku sempat memperkenalkan mereka berdua.

“Irgi,” balas Irgi terdengar dingin, tatapannya tidak seramah dan sesantai tadi.

“Gue tahu kok, lo terkenal di sekolah gue. Irgi si smash maker, kan?” Dimas terkekeh berusaha melucu, tapi sepertinya gagal karena Irgi tidak menanggapi gurauannya, si Jaja menyebalkan kini malah menatap Dimas makin tajam dengan sepasang matanya.

Berdeham, kucoba mencairkan suasana tegang yang ditimbulkan Irgi. Irgi balik menatapku dengan tatapan serupa yang ia tunjukan pada Dimas, membuatku mengernyit heran mendapati perubahan suasana hatinya yang drastis. Tanpa bicara apa pun ia kembali mengambil Daffa yang saat itu ada dalam gendonganku, dan tanpa melihatku lagi melangkah pergi sambil berucap sinis, “Ayo Kakak Daffa sama Om Irgi aja, Ante kamu pasti sibuk sama dirinya sendiri.”

Mendengar itu, aku hanya diam tanpa mengerti maksudnya.

“Kalian mau ke mana?” Suara Dimas memecahkan lamunanku yang masih mengamati kepergian Irgi.

Perhatianku beralih pada Dimas, kutambahkan dengan tersenyum, meski aku yakin senyumanku terlihat canggung di matanya, tapi gara-gara sikap Irgi yang menyebalkan itu aku jadi tidak enak pada Dimas. Sikap Irgi memang benar-benar buruk terhadap orang yang baru ia kenal.

Cinta Dan SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang