PROLOG

1.2K 18 2
                                    

"LO enggak pantas hidup. Mana ada orang yang tega nyakitin keluarganya sendiri. Induk anjing aja bakal gigit kalo ada manusia yang ganggu anaknya. Nah, elo, punya akal tapi kelakuan ngelebihin binatang."

"Dasar enggak tahu terima kasih. Udah dibantu berkali-kali, eh, malah berkhianat. Apa pantas lo disebut saudara?"

Matanya memerah. Genangan air meluap dan mengalir ke kedua pipinya. Ucapan-ucapan menyakitkan itu terus berputar di kepalanya. Cemoohan dan tatapan sinis, membuat hatinya seperti disayat-sayat. Perih. Dia terpojok. Tertekan. Dia bersedih bukan hanya karena cacian-cacian yang ditujukan padanya, melainkan karena rasa bersalah pada orang yang disakitinya.

"Lebih baik lo mati aja. Hidup juga enggak guna kalo cuma bertingkah sok kuat begitu."

"Atau masuk aja ke kelas itu. Menghilang selamanya."

Dia menyeka air mata yang panas di pipinya. "Mungkin ini jalan terbaik," lirihnya. "Maafin gue, Ri." Dia kemudian memukul gembok di pintu kayu berkali-kali dengan palu yang sedari tadi berada dalam genggamannya.

Halilintar menggelegar di langit pekat. Gerimis mulai turun dan dalam sekejap menjelma menjadi hujan deras.

Gembok itu terlepas, jatuh ke lantai. Bunyinya tersamarkan suara kilat. Dia melepaskan palu dan mendorong daun pintu dengan kedua tangannya. Ruangan itu gelap. Hawa panas menyeruak dan menubruk tubuhnya. Tangisnya berhenti. Dia melangkah masuk dan mengedarkan pandangan ke sekeliling. Pintu di belakang tiba-tiba menutup sendiri. Bunyinya terkalahkan oleh deras hujan dan halilintar yang memekakan telinga. Dia bergerak ke deretan bangku, menyentuh dan menyusuri meja berdebu dengan telunjuk tangannya. Kemudian, dia duduk di salah satu bangku.

"Atau masuk aja ke kelas itu. Menghilang selamanya."

Suara seorang perempuan berputar lagi di kepalanya.

"Selamanya."

"Selamanya."

"SELAMANYA!" Tiba-tiba suara perempuan itu berubah menjadi suara pria dewasa.

Dia tersentak kaget dan menyapu pandang. Suara berat itu terus terdengar, tetapi dia tak dapat menemukan wujudnya.

Mendadak keadaan berubah hening. Derasnya hujan dan halilintar lenyap seketika. Dia bahkan tak bisa mendengar napasnya yang berembus keras.

Samar-samar suara berat yang mengucapkan kata "selamanya" terdengar lagi. Makin lama makin jelas, seperti diucapkan tepat di telinganya.

Tak menemukan pemilik suara yang membuat tubuhnya bergidik ngeri, mendadak tubuhnya terangkat dan melayang. Meja, kursi, dan seisi ruangan ikut melayang di udara. Tak lama, semuanya jatuh ke lantai dengan sentakkan keras.

Dia tergeletak di lantai, tak bergerak.

***

***

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
Kelas TerlarangDonde viven las historias. Descúbrelo ahora