ROHNYA kembali ke raga. Perlahan-lahan dirinya mulai terjaga. Bibirnya terkatup rapat, tetapi mengeluarkan desahan pelan. Dia tampak sekali berusaha keras untuk menciptakan kata.
Seorang wanita yang tertidur di sebelahnya, segera mengangkat kepala begitu merasakan jari-jemari yang digenggamnya membuat pergerakan. Mata sayunya menatap antusias. Senyum mengulum. Rasa haru terbit tepat remaja yang berbaring di brankar membuka mata.
"Mama," lirih remaja cowok berwajah pucat.
Wanita berambut sebahu itu tak kuasa menahan haru. Tangisnya pecah. Segera saja dia memeluk anaknya.
"Rio, akhirnya kamu bangun, Sayang," ungkap Renata. "Terima kasih, Tuhan, terima kasih."
Remaja yang dipanggil Rio tampak berusaha untuk duduk. Namun, saat kepalanya terangkat, dia mengaduh pelan. Berat sekaligus nyeri. Renata yang menyadari lantas mencegahnya untuk bergerak dan memintanya untuk tetap berbaring.
"Udah berapa lama aku di sini?"
"Satu bulan lebih. Rio jangan banyak bicara dulu, ya. Rebahan aja. Mama mau panggil Dokter dulu."
Rio mengangguk, mengerti. Dia mengedarkan pandangan, tak menemukan orang lain selain sang mama. "Leon mana, Ma?" tanyanya.
Renata yang sudah mencapai pintu ruangan, bergeming. Tangannya yang terulur memegang kenop pintu, membeku. Hawa dingin yang dihasilkan pegangan pintu besi menyengatnya. Dia enggan menjawab. Anaknya mengulang pertanyaan yang sama. Lantas dia menjawab, "Di rumah," singkat. Jelas.
Bantingan pelan pada pintu yang menutup meninggalkan keheningan. Rio mengendarkan pandangan. Ruangan tempatnya dirawat cukup besar. Hanya ada satu brankar dengan kasur empuk, dan itu tengah ia gunakan. Ada dua sofa besar lengkap dengan meja di sudut kanan. Jendela cukup besar berkerai putih dan tertutup rapat. Ada kulkas di sudut lain, ada TV di dinding ruangan. Dia menduga ruangan ini cukup mahal untuk disewa barang satu malam.
Rio lalu menoleh ke sebelah. Di nakas, sebuah gelas kaca bening berisi air dan satu piring berisi buah-buahan segar. Namun, dia belum ingin menenggak air atau mencicipi buah yang seakan menggodanya dengan warna yang mencolok. Dia lebih tertarik pada ponsel berlayar besar yang tergeletak di sebelah piring berwarna putih itu.
Dia lantas meraih ponsel dan mengusap layar. Tak ada kata kunci, tak ada pola. Sekali usap, layar menampilkan menu utama. Dia segera mencari nomor ponsel Leon dan meneleponnya.
Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif...
Dia membatalkan panggilan, lalu mencoba lagi. Berkali-kali dia mencoba, tetapi suara operator yang menjawabnya. Dia mendengus dan mengecek waktu. Pukul 02.35 pagi. Dia menyimpulkan mungkin benar Leon sedang di rumah dan tertidur. Mungkin ponsel Leon habis daya.
Rio menekan tombol di samping ponsel dengan ibu jari. Layar menggelap. Dia menaruh ponsel di dada lalu bermenung.
Dia mencoba mengingat saat-saat terakhir sebelum dirinya berakhir di rumah sakit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelas Terlarang
HorrorRio terbangun dari koma dan mendapati saudara kembarnya menghilang. Setelah kembali ke sekolah, ia mencoba mencari Leon. Namun, usahanya sia-sia. Sampai akhirnya Rio mendengar sebuah rumor yang berkembang di sekolah, bahwa ada sebuah kelas yang tak...