BAB X

17.4K 968 13
                                    

KOMITMEN

I love you?

Kata-kata itu terus berputar diotakku seperti kaset rusak sejak terakhir kali Erlangga mengataknnya. Aku tidak habis pikir, bagaimana dia dengan mudahnya bicara seperti itu, sementara dia adalah pria asing yang tiba-tiba datang ke dalam hidupku?

Atau mungkin hanya aku yang merasa dia pria asing, sementara sebenarnya aku sudah berada lama dalam putaran hidupnya tanpa kusadari? Jujur aku bukanlah orang yang bisa fokus terhadap banyak hal. Aku hanya memperhatikan segala sesuatu yang aku sukai, diluar itu  semua aku tidak peduli. Aku tak mau ambil pusing.

Lalu bagaimana sekarang dengan Erlangga? Apa benar dia sudah lama mengenalku? Tidak mungkin seorang pria datang melamar tiba-tiba tanpa mengetahui seluk beluk gadis yang akan ia pilih menjadi pendamping hidupnya, bukan?

Aku menggigil mendapati kenyataan kalau saja Erlangga benar-benar mengintaiku secara diam-diam. Tapi kenapa harus aku? Aku tidak pernah bertemu dengannya, kecuali satu minggu yang lalu saat ia datang melamarku.

Suara air yang mengucur dari Shower kamar mandiku menjadi satu-satunya suara yang melayangkan ingatanku pada kejadian dua malam yang lalu.

***

"Seorang pria menikah dengan mempertaruhkan kebebasannya. Sedang wanita menikah dengan mempertaruhkan kesetiaan."

Aku tidak dapat menangkap arah pembicaraan Papa sama sekali. Setelah makan malam tadi Papa tiba-tiba saja memanggilku masuk ke ruang kerjanya. Ini tanda bahwa Papa ingin bicara serius tanpa gangguan dari siapapun.

Diam. Aku masih menantikan kalimat yang akan Papa keluarkan selanjutnya.

"Kebebasan itu sifatnya tak hingga, infinite. Sedang untuk setia dibutuhkan sebuah kesabaran."

Aku mengangguk patuh, mengamini setiap ucapan Papa meski belum menangkap poin utamanya. Suara dering telpon dari ruang keluarga sayup-sayup masih dapat ku dengar dari tempatku duduk.

"Jika seorang pria telah menyatakan diri untuk berkomitmen, itu artinya ia sudah siap kehilangan kebebasannya. Kuharap kamu tahu maksud Papa," ujar Papa selanjutnya yang membuatku melongo. Bahkan dua kalimatnya yang sebelumnya saja belum tuntas ku cerna. Aku mengalami stress yang cukup berat seminggu menjelang hari pernikahan dadakan ini hingga mampu menurunkan kinerja otakku.

"Tidurlah, besok kamu akan melewati hari yang sangat panjang," pungkasnya begitu saja bahkan sebelum aku sempat menyela untuk memberi jawaban.

***

Suara kenop pintu yang bergerak membuat lamunanku tentang pembicaraanku dengan Papa kemarin malam buyar. Bau sabun yang segar menguar bersamaan dengan munculnya sosok Erlangga dari kamar mandi. Pesta baru saja selesai sejam yang lalu. Dan disinilah kami sekarang. Di dalam kamar dengan sisa-sia tenaga setelah dihajar lelah selama sehari penuh.

Gaun pengantin yang ku kenakan saat resepsi tadi sudah tergantung manis di tembok sampingku. Aku ngeri sendiri melihatnya. Setengah takjub karena aku dapat melewati hari ini dengan gaun broken white itu menempel di tubuhku nyaris sepanjang hari.

"Ehem!"

Aku tahu, itu hanya suara deheman yang sengaja dibuat oleh Erlangga. Mungkin semacam sinyal yang ia berikan bahwa ia sudah berada dalam ruangan yang sama denganku.

Hei, kenapa harus mengkode semacam ini setelah kami duduk berdampingan selama satu hari penuh? Benar-benar aneh!

Aku terpaksa menoleh ke arah ranjang dan mendapati mata sepekat malam milik Erlangga tengah menatapku. Tatapan macam apa itu? jangan menatapku seperti itu, aku takut! Mama, tolong!

INFINITY FATEWhere stories live. Discover now