JOGJA dan PATUNG M*D

21 0 0
                                    

Ini jogja. 

Sudah tiga tahun aku menghirup udara tanah Sultan ini dengan setengah hati. Bukan. Bukan karena ini bukan mimpiku, bukan juga paksaan yang membuatku terjebak. Rasanya, ini hanya terlalu melelahkan.

Mahasiswa memang demikian. Sering kali aku mendengar sebuah cakapan mengenai itu. 

Tugas, laporan, dan rapat-rapat yang tiada henti.

Sesaat tetesan hujan turun dan mengenai kacamata. Tepat membasahinya.

Aku terhenyak, mendongakkan kepala dari sandaran kursi dingin di tengah malioboro. Tidak sering aku kesini, jangankan demikian, pulang malam saja aku jarang.

Namun kali ini berbeda, suasana Jogja memang istimewa, seperti yang banyak disanjung-sanjungkan orang.

Aku melingik ke bangunan di ujung sana, dan dengan damai melayang-layang pikiranku bersamanya.

Dulu disana ada patung M*D kalau tidak salah. Patung yang terduduk bahagia di bangku kota. Kataku pada diri sendiri.


*******

Flashback

*******

"Ini es krimnya dibagi ke Mbak Vio" suara ibuku yang tinggi melengking langsung terdengar begitu kami keluar dari bangunan.

Aku menuruni tangga pendek di depan, dan berhenti sejenak, tepat ketika suatu objek tertangkap mata.

Mbah Uti (nenek)-ku duduk di bangku, tepat disampingnya patung M*D tersenyum lebar sembari merangkulkan tangannya di atas sandaran bangku, kakinya bersila satu.

Aku terdiam, begitu juga dengan rombongan lain yang menatap heran.

Diam.

Diam.

Diam.

"Monggo pak (salam dalam bahasa jawa)" nenekku angkat bicara setelah sekian lama menatap benda mati yang tersenyum lebar di sampingnya.

Diam.

Diam.

Diam.

"HAHAHAHAHAHAHAHAHAHA!!!" tawa kami pecah seketika. Hampir tumpah-tumpah es krim yang kami pegang. 

Buyar seketika penantian kami yang menunggu dengan mata-mata penuh tanya. Mata-mata heran yang menatap penasaran pada pandangan bingung uti yang duduk diam disamping lelaki besar yang tidak bergerak barang sejengkal-pun itu.


Namanya Juga KenanganWhere stories live. Discover now