7 - Terlupakan

26.9K 3.2K 42
                                    

Sepertinya memang benar jika hati seorang ibu seluas langit dan sedalam samudera. Mencintai tanpa batas dan memaafkan tanpa syarat.

Joyvika

.

.

Pagi ini suasana hati Joyvika sedang sangat tidak baik. Alasannya adalah karena sang ayah meminta wanita itu untuk pulang ke rumah masa kecilnya, yang sekarang ditempati Seno, Riana, dan Rachel. Seno juga tidak menjelaskan mengapa Joyvika diminta datang ke rumah. Baginya rumah masa kecilnya, sudah tidak lagi ia anggap sebagai rumah. Karena rumah bukan tentang tempat, tapi tentang kebahagiaan di dalamnya.

Pukul sebelas pagi, dengan malas Joyvika melajukan mobilnya ke rumah ayahnya. Ia memerlukan waktu satu jam untuk sampai di sana. Ia disambut Yani, asisten rumah tangga yang sudah bekerja di sini sejak Joyvika duduk di bangku SMP.

"Siang Mbak Joy, udah lama nggak main ke sini," kata wanita berusia lima puluh tahun itu semringah.

Joyvika tersenyum lebar pada Yani. Ia merindukan wanita yang sudah anggap sebagai keluarganya sendiri. "Aku kangen banget sama Buyan." Ia memeluk Yani erat. Buyan sendiri adalah panggilan khusus dari Joyvika pada Yani.

"Ayo, udah ditunggu bapak di ruang makan, Mbak Joy," kata Yani.

Perasaan Joyvika mendadak berubah muram saat mengingat kedatangannya ke sini karena perintah sang ayah. Ia memasuki ruang tamu dan mendapati beberapa perubahan di rumah masa kecilnya sejak terakhir ia ke sini, beberapa bulan lalu. Matanya mengamati tiap penjuru rumah dan membandingkan keadaan rumah saat ia masih tinggal di sini dulu.

Alis Joyvika mengernyit saat tidak melihat lukisan kesukaan ibunya terpasang di dinding ruang tengah. Selama bertahun-tahun setelah ibunya meninggal dan rumah ini ditempati keluarga baru Seno, lukisan itu masih terpasang. Namun, kenapa sekarang lukisan itu menghilang? Bahkan, warna cat rumah ini yang biasanya menggunakan warna kesukaan Yunita, yaitu cokelat muda, krem, dan putih, kini berganti monokrom.

Sudah tidak ada lagi jejak ibunya di rumah ini bagi Joyvika. Keluarga baru ayahnya berusaha menyingkirkan serpihan-serpihan kenangan dan kerja keras ibunya. Hal ini membuat Joyvika semakin malas untuk menjejakkan kaki kemari.

"Joy, ayo makan dulu."

Joyvika menolah dan melihat ke arah Riana sambil memutar mata. Wanita itu selalu ingin terlihat baik di hadapan Joyvika, dan itu membuatnya muak. Ia menghiraukan ibu tirinya dan berjalan menuju meja makan, di mana ayahnya berada.

"Ngapain Joy harus ke sini?" tanyanya tanpa basa-basi.

"Duduk sini, makan dulu." Seno meletakkan ponselnya.

"Joy ada urusan sebentar lagi," jawab Joyvika dan mengambil kursi yang berhadapan dengan Rachel. Mereka lalu mulai menikmati hidangan makan siang yang disajikan.

"Jangan terlalu sibuk kerjanya. Kan udah lama juga nggak main ke sini," kata Riana sambil tersenyum. "Makasih loh udah ajak Rachel ikut pemotretan brand kamu."

Seno menatap Joyvika dengan bangga. "Papa suka kamu mulai terbuka sama Rachel." Lelaki itu lalu mengalihkan perhatiannya pada Rachel. "Gimana rasanya kerja sama kakakmu?"

Joyvika hampir saja tersedak sup jagung saat mendengar Seno memanggilnya sebagai kakak Rachel. Gadis kecil itu hanya Joyvika anggap sebagai orang asing dalam hidupnya. Dia adalah anak tunggal dan selamanya akan begitu.

"Suka Pa, tapi Rachel jarang ke kantor soalnya ada kuliah," jawab Rachel setelah menelan semur daging.

"Kalau tahu sibuk kuliah ngapain lamar kerja di perusahaan saya?" tanya Joyvika dengan ketus.

JOYVIKA [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang