Part 1 The Twins

91.7K 2.9K 75
                                    

Lima tahun kemudian.. ..

"Aaaaaaahhhhhh"! Kejora meremas jari telunjuknya dengan cepat ia berlari ke wastafel dan meringis perih saat darah segar keluar dari sana. Dia langsung menyiram tangannya dengan air. gemericik deras air terdengar begitu ramai, ditambah langkah- langkah kaki kecil yang bergerak cepat menuruni tangga kayu rumahnya. Jeritannya pasti mengandung nada kesakitan yang lebih tajam daripada yang ia pikirkan, karena langkah kecil itu terdengar semakin cepat.

"Mama... mama... mama nggak apa-apa?" suara  khawatir seperti kicauan burung terdengar dibelakangnya, kejora harus menahan nafasnya untuk menenangkan debar hatinya. Takut-takut dia berbalik ke belakang, lalu dilihat malaikat kecilnya sedang menatap khawatir di depannya.

"Mama baik-baik saja, " ucap Kejora pelan seraya berbalik. Ketakutannya langsung berubah jadi rasa gembira saat melihat penampilan di depannya. Mata mengantuk yang masih setengah sadar, rambut acak-acakan ditambah baju tidur yang sudah kusut di mana-mana. Membuatnya tersenyum kecil.

Malaikat kecil di depannya berkedip dan melihat ke arah Kejora dengan mimik bingung. "Apa?"

Senyum samar tercetak di bibir Kejora. Pemandangan di depannya sangat memesona, hangat dan menenangkan. Raut wajah khawatir putranya entah kenapa membuatnya senang.

Malaikat di depannya masih menatapnya dengan bingung. Ada raut ketidaksabaran di sana menuntut penjelasan.

"Oke... mama melukai tangan mama lagi", wajah Kejora cemberut akibat frustasi sambil menekankan kata lagi. Karena tidak ada tanggapan Kejora langsung menjelaskan cepat.

"Mama sudah berusaha hati-hati tapi pisau itu memang terlalu tajam. jadi, jangan salahkan mama salahkan saja pisau itu".

"Ohhh aku mengerti sekarang", gumam malaikat di depannya, berusaha setakzim mungkin. Dia berjalan ke arah ujung ruangan dan mengambil kotak P3K. Setelah duduk di samping Kejora, dia tersenyum dan dengan cekatan mengeluarkan benda-benda di dalamnya  untuk mengobati luka Kejora.

"Mama rasa kamu mengabaikan luka mama, benarkan?" tambah Kejora tidak sabar. Tapi, malaikat di depannya tetap diam dan hanya tersenyum kecil. Si kembar yang satu ini memang pelit bicara.

Kesal karena tidak mendapat jawaban, membuat Kejora semakin cemberut.

"Luys ...  ini bukan salah mama tapi salah pisaunya, Mama sudah berusaha hati-hati." Kejora berusaha menjelaskan, tapi putranya tetap diam sambil mengobati lukanya. Bosan karena tidak ada jawaban juga akhirnya Kejora memutuskan untuk diam.

"Sudah, masih sakit?", Kejora menggeleng

"Percayalah ini salah pisaunya bukan Mama, Mama sudah berusaha hati-hati."

Luys hanya menggelengkan wajahnya dan tersenyum geli.

"Akuilah Mah, kalau mama memang tidak pandai menggunakan pisau?".

"Isshhh kan salah pisaunya yang tajam. Siapa suruh dia tajam?"

"Mama sayang kalau pisaunya gak tajam, dia gak akan ada gunanya!".

"Tapi...!"

Belum selesai Kejora bicara tiba-tiba  muncul putranya yang lain dengan wajah yang sama persis dengan anak di depannya, lalu bertanya dengan nada bosan.

"Hari ini pisau mana lagi yang jadi korban?"

"Luce!" rengek Kejora dengan wajah semakin cemberut. Sedangkan Luys yang duduk di sampingnya hanya tertawa.

Luce tidak perduli dengan rengekan Kejora ia terus melanjutkan ucapannya,

"Kasian pisau-pisau itu, kalau ada penjara untuk mereka pasti mereka sudah mendekam di sana. Mama sering sekali menyalahkan mereka kalau mama terluka."

The Morning WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang