Nadine [4]

3.9K 746 25
                                    

Aku meringis ketika mendapati Mama yang tampak asik bercengkrama dengan Tante Mona ketika seharusnya, Mama harus kembali ke panggung pengantin. Kak Hilda juga sudah memberikan tatapan kesal ke Mama. Tanda bahwa sudah saatnya aku melerai kombo ibu-ibu yang nggak ada lelahnya.

"Ma, Nadine mau ajak Tante Mona makan," selaku cepat-cepat.

Mama tampak terperangah. Menepuk keningnya sebelum mulai bersuara meminta maaf sambil cekikikan kepada Tante Mona.

"Saking asiknya, saya lupa loh menawarkan Jeng makan."

Tante Mona mengibaskan tangannya. Memperlihatkan cincin bermata safir yang aku akui, memang terlihat cantik. "Nggak masalah. Yudha palingan juga udah ngabisin makanan Jeng," ujarnya sambil tertawa.

Kak Hilda berdeham. Matanya semakin kesal dan kutahu bahwa sudah saatnya aku memaksa calon mertuaku ini untuk segera beranjak. "Ayo Tan, temenin Nadine ya?"

"Tante seneng deh kamu manis banget kayak gini." Tante Mona mencubit pipiku. Membuatku hampir menggeram kesal namun harus mengurung rasa itu dalam-dalam.

Sabar Nad, dia kan calon mertua lo. Sabar sabar...

"Yudha dateng?" pekik Mama antusias.

"Oh jelas iya..." Tante Mona kembali terkikik. "Nanti jeng ketemu sendiri deh. Dia udah tambah ganteng loh!"

Sekilas aku melihat mata Mana berbinar-binar. Binarannya persis kalau-kalau Papa memberi Mama surprise jalan-jalan ke Eropa. Hmm, seistimewa apa sih Yudha buat Mama?

Satu menit selanjutnya, aku akhirnya berhasil memisahkan mereka. Mama dan Papa, beserta pengantin dan besannya sudah kembali ke panggung setelah sebelumnya istirahat. Aku menuntun Tante Mona mendekati stan Kue Cubit. Mengambil dua piring kecil dan membawa Tante Mona untuk duduk.

"Katanya laper?"

Aku meringis. "Pengen jajan dulu, Tante."

Tante Mona menggulum senyumnya. "Hubungan kamu dengan Hilda, gimana sayang?"

Aku membeku untuk sesaat. Mencoba meneliti netra Tante Mona dan menemukan pemahaman di sana. Sedekat itu ya hubungan Mama dan Tante Mona sampai-sampai beliau tahu hubunganku dan Kak Hilda yang nggak akur?

"Mama kamu pindah ke Solo demi Hilda. Terus pas Hilda pindah ke Jakarta karena kerja, Mama kamu juga pindah ke Bogor. Supaya Papa kamu dekat dengan Hilda. Mama kamu merasa bersalah sama kamu karena teman-teman kamu kan kebanyakan di Solo."

Aku terdiam. Mendengar ujaran Tante Mona sembari membenarkan apa yang terjadi. Kak Hilda itu saudara tiriku. Mama menikah dengan Papa yang sudah memiliki Kak Hilda, sementara aku adalah anak Mama dari suami sebelumnya. Papa kandungku meninggal ketika aku masih di dalam kandungan, sementara Mama kandung Kak Hilda, masih hidup dan tinggal di kota lain.

Kak Hilda tidak pernah terlalu menyukaiku. Untuk membenci dan bersikap kasar pun tidak dia lakukan. Lebih ke seperti tidak menganggapku ada meski semenjak kecil, aku selalu berusaha mendekat ke Kak Hilda.

"Kamu masih punya Tante dan keluarga Tante. Jangan merasa kesepian ya..." pesan Tante Mona selanjutnya membuatku terharu. Di balik dandanan glamor dan cetar itu, Tante Mona memiliki perasaan hangat yang nggak disangka-sangka.

Nggak lama setelahnya, suara pelantang dan gitar yang masih di setel terdengar. Leher Tante Mona langsung mencari sumber suara dan wajahnya berbinar.

"Tante mau nyanyi, buat kamu," ujarnya sambil terkikik senang.

Aku mengikuti di belakangnya. Menatap jelmaan Ruth Sahanaya itu naik ke atas panggung dan mencoba pelantang yang tersedia. Cha Eun- Yudha maksudku, lalu datang dengan cepat. Memeluk Tante Mona dari samping dan membuat beberapa gadis cekikikan sembari bersemu. Nggak terkecuali aku yang merasa kalau wajahku memerah. Kok bisa ya dia sweet banget gitu. Peluk-peluk Mamanya di depan umum. Sesayang itu dia sama mamanya, apalagi nanti kalau dia punya pacar? Lebih sayang lagi pastinya, kan?

"Karena anak saya nggak mengizinkan ibunya yang titisan Ruth Sanaya nyanyi, maka Yudha yang bakalan gantiin saya," ucap Tante Mona setelah beberapa saat sebelumnya berbisik-bisik dengan Yudha.

Gumaman setuju dan tepuk tangan terdengar. Aku melihat ke sekitar dan menemukan gadis-gadis muda kini mulai mendekat untuk melihat lebih jelas paras wajah Yudha yang memang ganteng banget. Tetapi, Yudha sendiri seperti nggak sadar dan seolah terpaku ke satu arah.

Aku mengikuti pandangannya, menemukan wajah berbinar Mama yang berjalan mendekat bersamaan Yudha yang tampak memucat. Dan selanjutnya, ketika seharusnya Yudha membuka mulutnya untuk menyanyi, wajahnya malah berubah hijau. Pelantang suara terjatuh dan membuat bunyi nging panjang. Sementara Yudha tergopoh, menemukan sudut dan mengeluarkan isi perutnya dengan dengungan jijik gadis-gadis yang sebelumnya terpesona.

"Yudha! Kamu kenapa, Nak?" Suara Tante Mona terdengar panik dan ngeri. Dia membuka clutch yang dipegangnya. Mencari-cari sesuatu yang membuatnya menggerutu kesal karena nggak kunjung ketemu.

Aku nggak bisa diam aja. Apalagi melihat calon suami kesakitan gitu. Langsung kulihat tempat tisu dan mendekati mereka.

"Ini Tan."

Tante Mona mengucapkan terima kasih. Mengusap mulut dan wajah Yudha yang pucat dan tampak berkeringat.

"Yudha nggak apa-apa, Ma," katanya kepayahan. Aku lalu mengambil air putih dari meja terdekat. Menyodorkannya ke Tante Mona dan berpindah ke Yudha sekarang.

"Mama cemas kalau kamu begini. Mau Mama tuduh kamu hamil, tapi kamu kan punyanya sperma. Bukan ovarium!" dumel Tante Mona yang membuat Yudha meringis. "Kamu pasti masuk angin gara-gara ngelembur game sampai pagi! Kelakuan ya kamu ini!"

"Ma..." suara pelan dan nggak berdaya Yudha membuat Tante Mona diam. Yudha memang terlihat kepayahan dan nggak sehat.

"Yudha," suara Mama terdengar di belakangku. "Kamu kelihatan nggak sehat." Mama mencoba menyentuh Yudha dengan menjulurkan tangannya yang langsung ditepis secara nggak langsung oleh pria itu.

Mama terlihat kecewa karena penolakannya. Tetapi itu nggak lama karena setelahnya, Mama berbalik ke arahku.

"Kamu anterin mereka pulang ya, Nad? Acaranya juga gini-gini doang. Kamu pasti bosan kan di sini?"

"Boleh. Nadine bisa nyupir mobil kan? Tante berangkat sama Yudha. Tetapi Yudha kayaknya nggak kuat kalau harus nyupir."

Aku menatap bolak-balik ke arah tiga orang di depanku. Muntahan Yudha tampak sedang dibersihkan oleh petugas catering. Suara band yang seharusnya bermain sudah mulai berkumandang.

Tentu saja kejadian kecil begini nggak akan bermasalah dengan resepsi sempurna Kak Hilda. Salahku yang merasa bertindak seperti menjaga kedamaian. Apalagi, Mama pasti akan memastikan semuanya berjalan lancar.

Aku menoleh sekali lagi ke wajah terakhir, wajah Cha Eun Woo yang kini sudah nggak lagi pucat. Wajahnya terlihat seakan meminta maaf kepadaku dan membuatku nggak enak.

Aduh Bang, nggak usah nggak enak begitu ah. Pikiranku langsung terbang tinggi untuk memulai program PDKT ke titisan Cha Eun Woo itu.

"Ayo Tan, Nadine anterin ya?" ujarku ceria.

Yudha tampak menghela napas lega. Menurut ketika Tante Mona membawanya berjalan di depan sementara Mama memberi pesan kalau nggak masalah aku nggak ke sini lagi. Sesi foto juga sudah dilakukan. Tinggal sesi pengantin beserta tamu agungnya aja yang masih eksis.

Apalah kamu Nad. Kamu kan cuma cewek kasat mata yang nggak berarti buat Kak Hilda. Tetapi, paling enggak dia mau jadi nyata buat pangerannya yang sedang meriang. Alias merindukan kasih sayang.

Honey bunny sweety, siap-siap yaa. Pesona Nadine bakal menyerangmu habis-habisan.

***






Bantu cari cast buat Nadine!
😛😛😛😛
Jangan lupa tekan bintang dan komentarnya.
Jangan lupa masukin ke reading list.
Jangan lupa follow IG gue, raadheyacorner.
😘😘😘😘

YUDHAWhere stories live. Discover now