Shabina

7.5K 351 20
                                    

***

“Gadis bodoh. Kenapa kau tak terima uang sumbangan dari keluarga kaya itu hah?” Tanpa peringatan Jaya mencengkram bahu Shabina dengan kuat.

Malam ini, Ayah tiri Shabina itu pulang dengan penampilan tidak karuan. Bajunya basah kuyup—terkena air hujan. Sementara wajahnya dihiasi oleh lebam di sana sini. Bahkan setitik darah segar masih keluar dari bibirnya. Ternyata derasnya air hujan tidak dapat menyamarkan luka-lukanya.

Shabina tahu pasti, semua yang Jaya dapati dakarenakan kalah dalam berjudi. Lagi.

“Sa—sakit Ayah….” Mata Shabina terpejam tetapi bukan untuk menyamarkan kesakitan yang terasa di sekujur badan. Melainkan kesakitan oleh keadaan.

Ibunya baru saja dikebumikan sore tadi. Tetapi lihat kelakuan Ayah tirinya ini, malah menyibukkan diri dengan para kawanan berjudi.

“Ayah tahu, ada seorang Pria yang datang kesini untuk memberimu sejumlah uang ‘kan?” Jaya mempermasalahkan hal yang sama untuk kedua kalinya. “Sekarang jawab. Kenapa Kau tak terima uang itu hah?” Dalam sekali dorongan Jaya berhasil menghempaskan Shabina ke lantai.

Bagaimana Ayah bisa tahu?’ karena yang Shabina ingat, ketika Ia menolak uang itu, Jaya sedang tidak ada di sekitarnya.

“Andai kamu menerimanya, mungkin saat ini Ayah gak perlu kebingungan nyari uang untuk melunasi semua hutang-hutang Ayah. Sebagai gantinya kamu harus menjual tubuh untuk membantu Ayah. Ayo….” Kali ini Jaya menyeret Shabina keluar rumah.

“Jual tubuh? Maksud Ayah? Oh, astaga ... Gak—aku gak mau. Lepasin Ayah, aku gak mau.” Shabina meronta, sekuat tenaga berusaha melepaskan diri.

Ternyata hujan deras masih mengguyur bumi, karenanya piyama tipis yang Shabina gunakan pun basah kuyup dalam hitungan detik. Tubuh Shabina menggigil, sedang dibawah sana kaki telanjangnya seakan mati rasa.

Setelah jalan beberapa menit, tibalah keduanya dipinggir jalan raya. Dengan segera Jaya menghentikan taxi dan memasukkan Shabina ke dalamnya secara paksa. Taxi itu membawa mereka ke sebuah club.

Sesampainya di sana, Shabina langsung diminta berganti busana oleh seorang wanita seksi. Hasrat untuk melawan itu hilang begitu saja, dan dirinya hanya pasrah mengikuti semua keinginan Jaya. Toh, jika melawan pun hanya akan buang-buang tenaga saja ‘kan?

“Kerja bagus,” kalimat yang Jaya ucapkan begitu melihat Shabina keluar dari ruang ganti.

Penampilannya berubah hampir 180derajat. Tidak ada rambut lepek lagi, yang terlihat justru rambut terurai dengan ujungnya dibuat sedikit bergelombang. Untuk piyama tipis pun kini sudah berganti dengan dress merah yang mempertontonkan keindahan punggungnya. Sedan kaki yang tadinya telanjang kini sudah dipercantik oleh heels yang tingginya tujuh centi.

“Terlihat sangat menggoda. Apalagi gincu merahnya, pelanggan pasti akan langsung terpikat dengan itu,” Jaya memuji.

Shabina meringis merasakan ketidak nyamanannya dalam berpakaian. Kedua tangannya terus saja digunakan menurunkan Dress yang panjangnya bahkan tidak mampu menutupi lutut.

“Sudah. Ayo, ikut Ayah.” Jaya kembali menarik Shabina. “Oh iya, makasih Sin. Hasil tanganmu tidak ada yang mengecewakan.”

“Sama-sama Pak. Semoga semua berjalan sesuai rencana,” jawab seorang wanita yang dipercaya untuk mendandani Shabina, dengan diakhiri tersenyum miris.

***

“Rileks saja, pelanggan disini pada ramah kok. Percaya sama Ayah, mereka tidak akan tega menyakitimu. Selama kamu melayaninya dengan baik, diapun akan memberikan timbal balik yang sama,” Jaya menjelaskan ditengah menunggu Pria yang akan menjadi pelanggan pertama untuk Shabina.

Beautiful Secret [[REVISI]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang