Chapter 3 - The Raindrops of Espresso

564 20 19
                                    

Chapter 3 - The Raindrops of Espresso

Author POV

Hujan rintik-rintik turun dari langit mendung kelabu, membasahi kota Giordine. Aliran udara dingin yang menerpa pepohonan membuat suara berisik yang menggantikan suara kicauan burung yang tak terdengar di hari hujan.

Anna dengan hati-hati menjejakkan kakinya di Aspal yang basah, tidak perlu dikatakan bahwa ia tentu menghindari genangan-genangan air agar tak membasahi sepatunya. Setidaknya meminimkan kebasahannya.

Sesekali Anna memutar-mutarkan tangkai payungnya sehingga payungnya berputar-putar, mencipratkan air yang mengalir di payung itu. Ia tampak menikmati pagi itu.

Jam masih menujukkan pukul 7 pagi, jadi ia masih bisa bersantai di jalan, menikmati aroma hujan selama perjalanannya menuju sekolah.

Langkah kakinya terhenti saat melihat sebuah kotak kardus di pinggir jalan, seekor anak anjing terbaring di atas kain di dalam kardus itu. Yang Anna perhatikan adalah, sebuah payung yang tergeletak disana, melindungi anjing dan kardus itu dari hujan.

Anna berjongkok di depan kardus itu, sempat bermain-main dengan anak anjing yang lucu itu. Bulu putih yang sedikit kusam karena debu, dan juga tubuhnya yang sedikit bergetar, mungkin karena dingin.

Belakangan itu, udara memang dingin, dan hujan tak kurun berhenti. Anna meronggoh ranselnya dan mengeluarkan sebuah handuk berwarna krem dan membiarkan handuk itu menyelimuti tubuh Anjing itu agar tetap hangat. Handuk yang seharusnya akan ia gunakan untuk pelajaran olahraga pagi itu.

Setelah melirik jam tangannya, ia memutuskan untuk langsung ke sekolah sebelum ia terlambat. Disaat ia sampai di sekolah, jam menunjukkan pukul 7 lewat 15 menit. Masih ada 15 menit lagi sebelum bel berbunyi, jadi ia singgah ke ruang kesehatan untuk meminta handuk.

Anna membuka pintu ruang kesehatan dan membeku di tempat saat melihat seseorang di dalam sana. Bukan hanya karena ada seseorang, tapi, ia melihat seorang laki-laki yang sedang melepas kaosnya disana. Anna hanya terbengong di tempat selama durasi 5 detik, dan laki-laki itu pun tak bergerak. Hanya menatap dengan bingung.

" Ma-Maafkan aku !! " Ujar Anna terbata-bata lalu membanting pintu di belakangnya.

Ia bersandar di pintu itu, tangannya bergetar, dan wajahnya memanas. Jantungnya berdebar kencang, dan nafasnya memburu. Ia baru sadar bahwa sejak tadi ia menahan nafasnya, tidak bernafas sedikit pun.

Ia lupa bernafas.

Anna merasa bodoh karena ia tidak repot-repot mengetuk pintu, berpikir bahwa jikalau ada orang di dalam ruangan itu pun pasti hanya Kent, pamannya itu. Tetapi, ia salah. Ia lupa bahwa itu adalah ruang kesehatan yang bisa dimasuki siapapun dan dalam waktu apapun.

Pintu di belakangnya terbuka dengan perlahan, membuat Anna terlonjak kaget. Zen Droic, hanya menatap Anna datar dan berjalan kembali masuk, membiarkan pintu tetap terbuka. Kini Zen telah lengkap dengan seragamnya.

Rambut Zen yang basah menarik perhatian Anna. 'Apa ia kehujanan?', batinnya.

Zen hanya sibuk memasukkan kaosnya yang basah tadi ke dalam kantong plastik dan mengikatnya, tak mengindahkan Anna yang kini telah meronggoh handuk kering di dalam lemari.

Anna melipat sebuah handuk dan memasukkannya ke dalam ranselnya, untuk pelajaran olahraga nanti. Lalu ia mengambil sebuah handuk lagi dan menggantungkannya ke leher Zen sehingga membuat laki-laki yang lebih tinggi darinya itu menoleh.

" Rambut ... Keringkan. " Ujar Anna singkat. " Nanti masuk angin. "

Zen membuang muka, dengan tangan kirinya menggosokkan handuk itu dengan lembut ke rambutnya yang basah.

PaperplaneWhere stories live. Discover now