Prologue - The Beginning of Everything

771 18 2
                                    

Prologue

Warna biru langit yang cerah, dimana awan-awan lembut yang terlihat seperti gulali kapas yang manis. Awan yang bergerak perlahan, seakan hendak berpindah ke tempat lain, meneduhkan beberapa tempat.

Aku terbaring di atas rumput-rumput hijau, tidak peduli akan seragam sekolah putihku. Tanganku mengarah ke arah langit yang cerah menyilaukan mata itu. Menghalangi sebagian besar cahaya matahari itu agar tidak mengarah ke mataku secara langsung.

Tanganku yang satunya lagi, meraba-raba ke arah tas yang berada tak jauh dari tempat aku berbaring, meronggoh sebuah benda persegi berwarna putih susu itu.

Kamera kesayanganku.

Sambil mengarahkan lensa kamera ke arah langit, jari telunjukku menekan tombol kamera dan ...

Jepret !

Koleksi foto langitku bertambah.

Aku suka langit biru, menurutku, langit yang berwarna biru cerah itu sangat menenangkan. Walaupun kadang matahari yang terik membuatku ragu untuk berjalan di luar selama ini, tapi keindahan langit tak pernah gagal membuatku memotretnya.

" Ah, aku harus memfotonya dengan kamera HPku. " Gumamku sambil mengeluarkan HP ku dari saku rok ku.

Kembali mengarahkan lensa kamera HP ke arah langit dan ...

Jepret !

Bunyi itu terdengar lagi untuk kedua kalinya hari ini. Tapi ... Tunggu dulu. Ada sesuatu yang tertangkap kamera HPku.

Benda putih yang terbang melintasi langit biru yang kusukai.

Pesawat kertas.

Aku bangkit dari posisi baringku menjadi terduduk tegap di atas rumput. Suara desakan tubuhku dan rumput mengisi kesunyian.

Sambil menengadah, aku mencari-cari sosok pesawat kertas itu. Mataku melebar saat melihat pesawat itu masih terbang jauh di langit, sampai akhirnya tak terlihat lagi.

Senyuman kecil terukir di bibirku, puas. Dengan santai, aku menyodok HPku kembali ke dalam saku. Membopong ranselku dan berjalan pergi.

--------------------------------------------------

Aku mengerang saat suara deringan alarm yang memekakkan telinga itu berbunyi. Aku hanya bisa menggeliat di bawah selimut seperti cacing kepanasan yang tidak bisa diam.

Padahal sangat mudah untuk menghentikan suara berisik itu. Hanya perlu mematikan alarmnya saja, toh, jam waker itu sangat dekat dengan ranjangku.

Akhirnya, dengan malas aku meraih jam waker tersebut dan mematikannya.

" Ah, akhirnya damai. " Gumamku asal.

Pukul 7 di pagi hari. Batinku.

" Tunggu ... Jam 7 ? " Ulangku sekali lagi. Kini bukan dengan batin, melainkan dengan mulutku sendiri.

Tanganku bergetar panik, dan dengan segera aku berlari menuju kamar mandi.

Bodohnya aku, sekolah masuk jam 7.30 dan aku memasang alarm jam 7 ! Aku bodoh sekali !!!

Setelah mandi bebek (baca: mandi bebek tapi pake sabun) , aku segera bersiap-siap sambil memakai seragam sekolahku. Rambutku yang panjang dan bergelombang kubiarkan tergerai, aku hanya perlu merapikan poni rata yang menutupi dahiku.

Tak lupa aku meraih cardigan rajutku yang terlipat rapi dalam lemari pakaianku. Mama memintaku untuk tidak memakai pakaian seragam polos, karena menurutnya sangat monotone dan tidak menarik.

Mungkin insting Mama sebagai fashion designer, tidak senang melihat anaknya tidak memodifikasi seragamnya sedikit pun. Mengingat bahwa aku adalah seorang putri dari Gracia, fashion designer yang sudah punya brand sendiri dan mendunia.

PaperplaneWhere stories live. Discover now