Pada keesokan harinya, pukul lima pagi. Samsulbahri terperanjat
bangun dari tidurnya, karena mendengar bunyi lonceng jam yang
ada di rumahnya, lima kali memukul. Dengan segera diangkat-nya kepalanya lalu menoleh ke celah-celah dinding biliknya,
akan melihat, sudah adakah cahaya matahari yang masuk ke
dalam rumahnya atau belum. Rupanya ia takut kesiangan. Akan
tetapi walaupun ia menoleh ke sana kemari dan mendengar hati-hati, kalau-k
alau ada suara orang, tiadalah lain yang dilihatnya
daripada sinar lampu biliknya sendiri. Sekaliannya masih sunyi
senyap; orang yang telah , meninggalkan tempat tidurnya, belum
ada. Hanya dari jauh kedengaran olehnya kokok ayam jantan
bersahut-sahutan di segala pihak, sebagai orang bersorak ber-ganti-ganti, karena berbesar hati menyambut kedatangan fajar.
Dari sebelah timur, kedengaran bunyi puput kereta api di
setasiun Padang sekali-sekali, sebagai hendak memberi ingat
kepada mereka yang hendak menumpang dan berangkat pagi-pagi. Dari sebelah barat kedengaran ombak yang memecah di
tepi pantai, sebagai guruh pagi hari, yang menyatakan hari akan
hujan sehingga kecillah hati Samsu mendengar bunyi ini, takut
kalau-kalau maksudnya, akan bermain-main ke gunung Padang,
tiada dapat disampaikannya. Dari surau yang dekat di sana,
kedengaran orang bang, member i ingat kepada sekalian yang
hendak berbuat ibadat kepada Allah subhanahu wataala, bahwa
subuh telah ada.
Oleh sebab nyata oleh Samsu, bahwa hari baru pukul lima
pagi, direbahkannyalah kembali badannya ke atas tilamnya;
bukannya hendak tidur pula, melainkan sekadar berbaring-baring, menunggu hari siang. Akan tetapi ia gelisah, karena
pikirannya telah digoda oleh kenang-kenangan akan pergi
bersuka-sukaan itu. Sebentar-bentar berbaliklah ia ke kanan dan
ke kiri, sebagai berduri tempat tidurnya. Akhirnya, karena tak
dapat menahan hati, bangunlah ia dari tempat tidurnya, lalu
dibukanya pintu biliknya perlahan-lahan, karena kuatir kalau-kalau ayahnya yang sedang tidur, terbangun pula.
Tatkala sampailah ia ke luar, kelihatan olehnya cuaca amat
terang, bukan karena sinar mata hari, melainkan karena cahaya
bulan, yang hampir tenggelam di sebelah barat. Di langit banyak
bintang-bintang yang gemerlapan cahayanya, seakan-akan
embun di tengah padang yang luas, mengilat di celah-celah
rumput. Akan tetapi bintang timur, mulai pudar cahayanya,
diliputi cahaya fajar yang telah menyingsing di sebelah timur.
Burung murai mulai berkicau di pokok kayu, lalu terbang ke
tanah akan menangkap ulat-ulat dan cengkerik yang alpa, belum
masuk bersembunyi ke dalam lubangnya.
YOU ARE READING
Sitti Nurbaya ( Kasih Tak Sampai )
RomanceKisah cinta yang melegenda karya Marah Rusli ini, dapat anda baca di sini.