III. BERJALAN-JALAN KE GUNUNG PADANG

17 0 0
                                    

Pada keesokan harinya, pukul lima pagi. Samsulbahri terperanjat

bangun dari tidurnya, karena mendengar bunyi lonceng jam yang

ada di rumahnya, lima kali memukul. Dengan segera diangkat-nya kepalanya lalu menoleh ke celah-celah dinding biliknya,

akan melihat, sudah adakah cahaya matahari yang masuk ke

dalam rumahnya atau belum. Rupanya ia takut kesiangan. Akan

tetapi walaupun ia menoleh ke sana kemari dan mendengar hati-hati, kalau-k

alau ada suara orang, tiadalah lain yang dilihatnya

daripada sinar lampu biliknya sendiri. Sekaliannya masih sunyi

senyap; orang yang telah , meninggalkan tempat tidurnya, belum

ada. Hanya dari jauh kedengaran olehnya kokok ayam jantan

bersahut-sahutan di segala pihak, sebagai orang bersorak ber-ganti-ganti, karena berbesar hati menyambut kedatangan fajar.

Dari sebelah timur, kedengaran bunyi puput kereta api di

setasiun Padang sekali-sekali, sebagai hendak memberi ingat

kepada mereka yang hendak menumpang dan berangkat pagi-pagi. Dari sebelah barat kedengaran ombak yang memecah di

tepi pantai, sebagai guruh pagi hari, yang menyatakan hari akan

hujan sehingga kecillah hati Samsu mendengar bunyi ini, takut

kalau-kalau maksudnya, akan bermain-main ke gunung Padang,

tiada dapat disampaikannya. Dari surau yang dekat di sana,

kedengaran orang bang, member i ingat kepada sekalian yang

hendak berbuat ibadat kepada Allah subhanahu wataala, bahwa

subuh telah ada.

Oleh sebab nyata oleh Samsu, bahwa hari baru pukul lima

pagi, direbahkannyalah kembali badannya ke atas tilamnya;

bukannya hendak tidur pula, melainkan sekadar berbaring-baring, menunggu hari siang. Akan tetapi ia gelisah, karena

pikirannya telah digoda oleh kenang-kenangan akan pergi

bersuka-sukaan itu. Sebentar-bentar berbaliklah ia ke kanan dan

ke kiri, sebagai berduri tempat tidurnya. Akhirnya, karena tak

dapat menahan hati, bangunlah ia dari tempat tidurnya, lalu

dibukanya pintu biliknya perlahan-lahan, karena kuatir kalau-kalau ayahnya yang sedang tidur, terbangun pula.

Tatkala sampailah ia ke luar, kelihatan olehnya cuaca amat

terang, bukan karena sinar mata hari, melainkan karena cahaya

bulan, yang hampir tenggelam di sebelah barat. Di langit banyak

bintang-bintang yang gemerlapan cahayanya, seakan-akan

embun di tengah padang yang luas, mengilat di celah-celah

rumput. Akan tetapi bintang timur, mulai pudar cahayanya,

diliputi cahaya fajar yang telah menyingsing di sebelah timur.

Burung murai mulai berkicau di pokok kayu, lalu terbang ke

tanah akan menangkap ulat-ulat dan cengkerik yang alpa, belum

masuk bersembunyi ke dalam lubangnya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 22, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Sitti Nurbaya ( Kasih Tak Sampai )Where stories live. Discover now