Wattpad Original
There are 4 more free parts

[2] Dua

155K 13.8K 508
                                    

Seseorang merentangkan tangan, menawarkan cinta, menyediakan obat penyembuh luka melalui kata, tapi seseorang itu lupa, tidak semua luka bisa sembuh dengan dekapan hangat dan ucapan cinta.

"Ra ...."

Arsyad menepuk bahu perempuan itu membuat Liara berhenti dari acara makannya. Liara menaikkan sebelah alisnya, mulutnya masih sibuk mengunyah sate dengan bumbu kacang yang ada di piringnya.

"Apaan?"

"Enggak kerasa, ya, kita udah umur dua puluh satu, udah otw semester tua juga, perasaan baru kemarin Ospek."

"Yah, dunia, kan, emang makin cepet aja muternya," jawab Liara asal.

"Lo pernah mikir enggak, sih? Kita sama-sama kayak jomlo ngenes. Masa dateng ke nikahan Abang gue barengan. Gue berasa, kita bener-bener mengenaskan."

Arsyad mengeluh, ia menatap Liara yang tampak tak peduli. Hari ini, adalah hari pernikahan Zello dan Aluna—kakaknya. Dan, pernikahan digelar di Jakarta, sehingga mau tak mau keduanya harus balik ke Jakarta, membolos selama tiga hari demi pernikahan Zello dan Aluna. Memanfaatkan jatah bolos yang ada.

"Lo aja kali yang ngenes, gue mah jomlo bahagia. Lagian, ngapain putus sama Kara?" tanya Liara sambil meletakkan piring satenya di salah satu meja yang tersedia. Ia teringat pada pacar terakhir Arsyad yang bernama Kara, karena setelahnya Arsyad hanya sibuk modusin anak orang tanpa mengajak mereka pacaran.

Arsyad menatap perempuan yang sedang mengenakan kebaya berwarna baby pink yang saat ini sibuk dengan sup buah di tangannya. Liara memang tidak pernah jaim soal makanan. Ia memakan apa yang ingin ia makan.

"Yaelah, Ra. Dia enggak bisa diajak LDR. Ngapain dipertahanin kalau dia udah nolak? Lagian gue bisa cari lagi, kayak enggak ada cewek lain, lagian lo tahu populasi cowok itu lebih dikit dari populasi cewek. Jadi, ya ...."

"Jadi, yaaa ... lo jadi brengsek dengan modusin anak orang, kan? Gitu maksud lo," maki Liara, ia lalu tertawa.

"Kata lo kemarin gue bangsat. Kok, sekarang brengsek?"

"Yaelah, lagi sama aja, sama-sama cocok buat lo," kata Liara sambil tergelak. "Gue mau cari Kakak gue dulu. Sana lo cari cewek, jangan gangguin gue mulu."

Arsyad mendengus, ia melihat Liara yang beranjak, mencari keberadaan Lio—kakaknya. Pandangan Arsyad jatuh pada abangnya yang ada di pelaminan, tampak di sana abangnya sedang tersenyum semringah menyalami para tamu undangan yang hadir. Melihat perjuangan abangnya untuk bisa menikah dengan Aluna, Arsyad maklum kalau hari ini abangnya menjadi lebih sering tersenyum. Semua pasangan pengantin baru yang saling mencintai pasti akan terlihat bahagia di hari pernikahannya.

"Syad ...."

"Eh, Ma. Kenapa?"

"Liara mana?"

"Nyari Bang Lio tadi."

"Oh ... kamu sama Liara pacaran?"

Arsyad terdiam untuk sejenak, ia melihat mamanya yang tampak menunggu jawaban. Wanita yang melahirkannya itu terlihat cantik dengan kebaya berwarna senada dengan Liara, rambutnya disanggul tinggi, khas ibu-ibu saat ini.

"Heh? Enggaklah, Ma. Kenapa emang?"

"Ya, enggak pa-pa, kalian ke mana-mana barengan, Mama kira pacaran."

Arsyad tergelak, pacaran dengan Liara? Sepertinya belum ada di daftar hidupnya. Memang, sih, Arsyad sayang dengan Liara, tapi sekadar sebagai saudara.

"Mama denger kemarin kamu mau buka usaha? Jadi?"

"Jadi. Mau buka kafe sama temen di sana."

"Emang sudah ngomong sama Papa?"

Arah ✔Where stories live. Discover now