First Kiss

161K 6K 169
                                    

Senin ceria yang kandas.

Tok tok tok..

“Permisi Pak Raffa, ini jadwal perdana Anda hari ini. Ada rapat dengan pemegang saham beserta Pak Hendra, dan pertemuan dengan pihak Golden Group siang nanti.” Aku melirik ke arah Pak Hendra yang sedang duduk di sofa bersebelahan dengan Raffa. Pak Hendra memberikan senyum dan matanya alamak melirik-lirik ke samping seperti memberi tanda ‘lihat ini lho targetmu, ayo cepat!’. Ya Tuhan dimana Pak Hendraku yang selama ini, kenapa sekarang jadi begini.

“Ngapain bengong di situ? Sudah sana keluar!”

“Hah?” tampang bloonku nampak begitu saja di depan bos baruku. Pandanganku beralih ke asal suara, ganteng! Cuma satu kata itu yang tepat menggambarkan bos baruku, dengan mata lebar ke dalam, hidung mancung dan bibirnya wow ciumable banget.

“Sudah puas mandanginnya? Sana keluar, dan jangan mikir ya aku bakal tertarik sama sekretaris datar macam kamu.”

“Hah? Ah iya, maaf saya permisi.” Aku merasa ada yang aneh dengan perkataan Pak Raffa, tunggu. Aku langsung berbalik menatap Raffa.

“Hei, jangan menilai saya sembarangan Pak, saya memang nggak bohai tapi nggak datar-datar juga. Anda tidak sopan.”

Raffa berdiri mendekatiku hingga jarak kami hanya beberapa centimeter, aku bisa merasakan nafasnya. Aku reflek mundur, tapi tangan Raffa menahan bahuku. “Yang tidak sopan siapa? Aku atau kamu? Siapa yang tadi menikmati pemandangan setampan aku? Siapa yang bengong-bengong di depan bosnya? Siapa yang berani membentak bosnya hah?” Aku menciut, ini diskriminasi namanya. Leherku bisa patah kalau begini, harus mendongak saat berbicara. Dan hei, kemana kemarahanku tadi, kenapa jadi takut begini.

“Sudah, sudah Raffa. Jangan buat Rena takut begitu, nanti kita makan siang bersama biar kalian lebih akrab. Kan kalian harus bekerjasama setiap harinya. Bisa kan Rena?”

Aku hanya manggut-manggut di depan dada Raffa, aku baru sadar dadanya lebar banget ya. Aroma maskulin membelai indra penciumanku. Ya ampun aku mulai gila sepertinya.

“Rena, ingat tugas kamu kemarin ya. Saya harap kamu bisa menyelesaikan dalam sebulan ini, ya setidaknya harus ada progres lah.”

Aku menunduk lesu, “ Iya Pak, permisi.”

***

From : Dela

Met makan siang Non
Jangan maruk, pasang tampang cantik nan sexy
Kutunggu kabar baiknya, mumumu

Tarik nafas panjang, hembuskan. Mulai detik ini aku bertekad melaksanakan segala cara agar Raffa mau melirikku, bukannya hanya melototi tabnya sepanjang makan siang. Pak Hendra sudah berkali-kali memberi kode agar aku gencat senjata. Jiyah, bahasaku berasa mau perang dunia.

“Emm, Pak Raffa hobinya apa?” aku menahan nafas nunggu jawaban, tapi yang kutanya tak mengubris. Sial! “Pak, Pak Raffa? Makanannya dingin lho didiemin, nggak baik nanti dimakan setan vitaminnya ilang lho.” Aku melirik Pak Hendra yang sedang menahan tawa, apa coba yang ditertawakan. “Pak, taruh dulu tabnya. Jam makan siang bentar lagi habis Pak, nanti maghnya kambuh.” Fine, aku mulai bete dikacangin. Sok yes banget sih ini orang, haruskah aku bergaya maskulin baru dia mau melihatku. Kuambil tabnya,”Pak, makan dulu nanti sakit.” Raffa menatapku garang.

“Pa, katanya aku dikasih sekretaris terbaik ko dapatnya sekretaris bawel?”

“Rena itu perhatian Raf bukan bawel, Papa udah selesai kalian lanjutin makannya. Dimakan jangan sampai Mama ngomel-ngomel kalau maghmu kambuh. Saya pergi dulu Rena, temani Raffa makan yah.” Aku mengangguk

“Pa, Rena itu aneh. Papa ngerasa nggak sih, apa dia dulu menggoda Papa juga?” Tanya Raffa pada Papanya tapi pandangannya menusuk ke mataku.

“Raffa, jaga kata-katamu. Rena itu yang terbaik. Sudah, Papa ada janji sama Mama.”

Pak Hendra menepuk bahuku lembut, aku diam bukan karena bisu mendadak. Aku menahan marah, enak saja bilang aku menggoda pak Hendra yang notabene suami orang. Tuh mulut alien emang perlu disekolahkan. Tapi aku harus sabar demi pekerjaan dan masa depanku biar tetap bisa nyicil mobilioku tersayang. ‘Stay cool Rena’

“Sudah Pak? Ayo Pak Raffa makan, keburu dingin. Mau saya suapi, nggak kan? Saya tidak pernah menggoda Pak Hendra, saya sayang sama Pak Raffa jadi saya perhatian, saya tidak mau bos saya sakit karena itu akan merusak schedule yang sudah saya buat. Saya menanyakan hobi Pak Raffa karena saya bisa merekomendasikan tempat yang bagus untuk hobi bapak mungkin.” Aih Rena, pandai kali kamu ngeles. Aku rasanya pengen ngakak dengan ucapanku sendiri barusan, apalagi melihat tampang bosku yang cengo. Aku pasti dapat menaklukanmu bos!

“Bapak? Aku bukan bapakmu, panggil aku Raffa. Jangan coba-coba menggodaku, aku tak tertarik padamu.” Aku terkikik geli mendengarnya, ingin rasanya kulontarkan kata-kata ‘jelas saja tak tertarik, kan kamu sukanya sama pria.’

“Sekretaris gila.”

Aku senang akhirnya bosku ini nggak terus menatap tabnya, walau dia membalas kata-kataku dengan sadis.

 Kami kembali ke kantor beriringan, semua mata wanita di kantor tak ada yang mau melewatkan tampang bosku. Kulihat bosku tak bergeming melihat pemandangan sekeliling wanita-wanita yang sudah all out dandannya demi menarik perhatian Raffa yang kuakui ganteng dan pelukable. Tapi aku nggak suka lho sama Raffa, aku nggak mungkin tertarik dengan pria gay kan? Aku masih waras ko.

Hening, berasa sedang mengheningkan cipta di upacara tiap Senin saat masih sekolah, di dalam lift berdua tapi berasa sendiri. Aku harus mengajaknya ngobrol demi misiku. “Pak, tadi banyak yang liatin Pak Raffa lho. Tidak ada yang menarik peratian bapak gitu? Mereka cantik-cantik lho atau bapak sudah punya pacar ya?” Raffa menatapku, mendekat hingga aku mundur dan menabrak dinding lift. Tangannya menggangkat daguku, aku tak berani menatap matanya mataku bergerak kesana kemari melihat dinding-dinding lift. Tiba-tiba kurasakan bibirku basah, mataku bertemu matanya yang coklat cerah. Kenapa aku tak bisa bergerak? Hanya mataku yang melebar, aku mau menamparnya. Raffa menciumku, tidak tidak tidak ini tidak benar. Hati dan otakku tak sinkron. Ciumannya melembut, aku tak menanggapi tapi aku juga hanya bisa diam seperti kerbau dicocok hidungnya dan sedikit menikmati mungkin. Pikiranku kemana-mana, apakah seorang gay bisa mencium wanita sebaik ini? Apa karena seumur hidupku selama 27 tahun ini ciuman pertamaku jadi aku merasa ini ciuman terbaik? Oh good Rena, aku mulai gila. Aku merasa pipiku memanas.

“Itu hukuman biar kamu diam, tapi aku rasa kamu malah menyukainya. Aku nggak pernah mau mengulang perintahku, aku bukan bapakmu. Kamu sudah tahu kesalahnmu sekarang? Ternyata memang cara ini yang bisa bikin kamu diam, harusnya aku melakukan ini dari pertama bertemu.”

Nafasku memburu, kakiku lemas, aku marah tapi aku masih terlalu terbuai dengan ciuman singkat tadi. Aku tak sanggup berkata apapun, ciuman pertamaku diambil seorang gay. Miris nian nasibku.

***

Look at me BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang