Kerudung yang Memesona

5.5K 654 109
                                    

Wira heran melihat anaknya berselonjor di sofa pagi-pagi begini. Mandi kagak. Baru bangun tidur sih iya. Mana kagak cuci muka pula. Hal yang membuat Wira geleng-geleng kepala. Aih, anak gadisnya ini kapan sadarnya?

"Din?" panggilnya.

Dina membuka mata dengan tampang cemberutnya. "Papa sih gak ngasih izin Dina untuk kerja! Dina kan jadi gak tahu mau ngapain! Mana udah dipecat lagi sama kak Aya!" teriaknya kemudian.

Wira terkekeh. Ia baru paham alasannya. Aah, akhirnya ponakannya itu memecat anak gadisnya juga. Hahaha.

"Kan butiknya Tiara dipindahin. Kalau mesti ikut pindah kerja di Tangerang ya jangan lah. Kejauhan," tutur Wira lantas duduk di dekat kaki anaknya. Kemudian menepuk kaki anaknya.

Dina beranjak duduk dengan rambut awut-awutan. Ia menatap papanya dengan kesal. Seharusnya sih, Tiara tak menutup butik di mall dekat sini tapi atas usulan papanya, malah dipindahin sama Tiara. Jadinya, butik disini sudah berganti fungsi menjadi restoran Thailand. Walau belum selesai direnovasi. Tapi itu memang salah satu usaha Wira yang ia siap kan untuk anak gadisnya ini. Maksudnya Wira kan baik, dari pada anaknya ini kerja sama orang lain mending usaha sendiri. Ia yang keluar kan modal, anaknya yang jalan kan. Lagian, hobi anaknya ini makan kok bukan kerja hahaha.

"Tapi Dina bisa gendut lagi ini, pa! Gak ngapa-ngapain! Kerjaan Dina di rumah itu cuma makan sama tidur!"

Wira terkekeh. Ia menarik tubuh anaknya hingga berhasil merangkulnya. Aisha sih cuma bisa mencibir dari dapur karena gak kebagian rangkulan suaminya pagi ini. Hahaha. Malah Dina yang dapat jatah.

"Ya udah. Nanti malam, papa mau berangkat ke Solo naik kereta. Mau ikut gak?"

Mata Dina langsung berbinar. "Seriusan, pa?"

"Kok Dina diajak, aku enggak?"

Aisha langsung protes. Dari tadi mukanya senewen melihat interaksi anak dan suaminya itu. Kini ia muncul sambil berkacak pinggang.

"Kan kamu kerja."

"Ooh gitu?"

Nada galaknya keluar. Apalagi ditambah pelototan. Dina sudah cekikikan melihat tampang mamanya.

"Ya sudah kalau mau ikut juga."

Wira pasrah.

😍😍😍😍😍😍

"Kalau kata gue sih, mending elo menetap di Solo, Dit. Bantuin si Husein. Soalnya, kerjaannya banyak. Kalau gue susah, Dit. Lo tahu sendiri, gue udah punya bini. Bini gue juga kerja disini. Masa gue tinggal?"

Adit terkekeh. Yang lagi ngomong sekaligus curhat ini teman kantornya. Namanya Iwan. Seumuran dan memilih menikah muda. Kenapa? Karena gak tahan godaan perempuan di luar sana, katanya. Hahaha.

"Gue lupa kalau bini lu kerja juga," timpal Adit.

Iwan terkekeh. Tangannya menggoyang-goyangkan gelas berisi es teh. Siang-siang begini memang enaknya meminum yang dingin-dingin. Apalagi mereka baru pulang dari lapangan tadi. Usai memantau proyek perhotelan yang sudah mencapai 85%.

"Emang gaji lu kagak cukup, bang? Sampe-sampe bini kerja juga?" tanya Adit. Soalnya ia heran, gajinya dia sama gajinya Iwan kan pastinya gak beda jauh. Yang membedakan paling, lama kerjanya.

"Perkara cukup dan kagak cukup kan urusan bersyukur, Dit. Kalo bini gue, milih kerja, karena mikirnya biar lebih banyak yang disedekahin sekaligus ngumpulin modal lah. Mau buka usaha katanya. Gue sih sebagai suami, dukung-dukung aja."

Tak SejalanWhere stories live. Discover now