Chapter 3| His Promise

13.8K 1.3K 24
                                    


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Sebulan kemudian

Waktu berlalu dengan cepat, dan aku menjalani hari sama seperti sebelumnya. Pergi ke kampus untuk berkutat lagi dengan Pushkin, Tolstoy, dan Dostoyesky, berbelanja ke mal dan berkumpul bersama beberapa teman, semuanya kulakukan. Aku masih berusaha melupakan malam bersama Maxwell dengan menyibukkan diri. Menganggap apa yang terjadi dengan Maxwell saat itu hanyalah mimpi.

"Ana! Ayolah, masih banyak tempat yang harus kita datangi!" protesku sambil berjalan meninggalkan kafe. Aku menoleh ke belakang dan melihat Ana yang masih menenggak koktail dengan terburu-buru. Aku melihatnya terbatuk-batuk dan melotot ke arahku.

"Bisa sabar, tidak!" desisnya saat berjalan menyusulku. Aku tertawa dan menggeleng. Kuraih tangannya dan menariknya.

"Liz, pelan-pelan jalannya!"

"Tidak bisa! Ini sudah jam delapan malam! Aku tidak mau ketinggalan acara kesukaanku!" Aku semakin mempercepat langkah untuk memasuki satu toko dan toko lainnya. Sampai akhirnya, aku keluar dari mal dan duduk di kursi taksi dengan setumpuk tas belanja.

"Akhirnya ...." gumamku dengan tangan yang memijat kaki. Rasanya pegal sekali.

Ana hanya memutar bola matanya mendengar keluhanku. "Salahmu sendiri buru-buru."

Aku terkekeh pelan dan memutuskan untuk memandang keluar dari kaca mobil.

"Liz?"

"Hm?"

"Apa yang akan kau lakukan jika kubilang, 'aku sedang dekat dengan seseorang'?" tanyanya seraya menoleh padaku.

Aku mengangkat bahu. "Sama seperti biasa. Kenapa kau menanyakan—tunggu dulu."

Ana melirikku sekilas lalu menunduk, dengan tangannya yang sibuk memelintir pakaian.

"Kau sedang dekat dengan seseorang, ya? Siapa dia? Astaga, sejak kapan? Kenapa kau tidak cerita padaku? Ya ampun, kau ini!"

"Tanyakan satu per satu! Berisik sekali," gerutu Ana. "Namanya Xaviero Viggorini. Sebenarnya, aku dekat dengannya sejak di pesta malam itu. Aku ingin cerita denganmu, hanya saja saat itu aku belum yakin. Dia berkata ingin menemuiku dalam waktu dekat ini."

"Xaviero Viggorini? Siapa dia?" tanyaku bingung. Entahlah, aku tidak tahu apakah aku pernah mendengarnya atau tidak.

"Uhh ... dia ...."

"Nona, kita sudah sampai." Suara supir taksi menghentikan percakapan kami. Aku mengangguk dan memberikan uang kepada supir dan membuka pintu. Ana menyusulku dan kami berjalan beriringan memasuki gedung apartemen. Namun, langkah kami terhenti.

Sebuah Aston Martin terparkir di lobi, dan seorang pria menyandar di sana. Rambutnya berwarna cokelat dan matanya tertutup kacamata hitam. Aku melihat orang lain duduk di bagian supir dan berasumsi kalau orang itu adalah supirnya. Ana menarik napas seperti orang terkejut, tentu itu membuatku bingung. Dia bahkan sudah mengabaikan tas belanjaannya dan menutup mulutnya yang terbuka dengan tangan. Ada apa dengannya?

The Royal Fate (Book One Of The Royal Series) ✔ [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now