TIG PULUH TUJUH

75.8K 6.5K 121
                                    


(edited version)

----------------------


Gregory memainkan tubuhku dengan sangat andal. Membuatku berteriak dengan keras ketika aku sampai pada puncak. Aku menikmati Gregory di kala seharusnya aku lebih menebalkan rasa waspadaku pada pria ini. Ia membuatku adiktif kepada tubuhnya.

Jika terus seperti ini, aku takut aku akan kehilangan akal sehatku.

Kami berdua masih di dalam limpahan busa. Ia memelukku. Menenggelamkanku dalam kenyamanan.

Bagaimana jika orang di dekatmu selama ini adalah orang yang tak pernah kau duga sebelumnya?

Seperti seseorang yang memakai topeng untuk menyembunyikan dirinya.

Perkataan dari bibirnya itu tak mungkin dapat kulupakan begitu saja.

Seakan ia ingin menyindirku dengan kalimatnya. Apa ini caramu mengintimidasiku Gregory?

Gregory. Apa kau sedang mencoba mempermainkanku?

***

Aku mulai dapat kembali menstabilkan emosiku. Ya. Semuanya kembali seperti semula. Sebagai Carla. Dan bukan sebagai Candice. Walaupun aku harus bersusah payah melakukan aktingku akhir-akhir ini.

Seperti biasa, pada pagi hari Gregory melatihku untuk menggunakan senjata api. Kali ini ia mengajarkanku untuk menembak benda bergerak menggunakan senjata laras panjang.

Aku belum terlalu mahir untuk itu. Kali ini aku melepaskan begitu saja burung gagak yang seharusnya kubidik. Ditambah lagi aku harus selalu waspada pada Gregory.

"Lakukan seperti ini," ucap Gregory sembari menuntunku menembak.

Dor!

Aku membidiknya dengan tepat. Tentu saja itu berkat bantuan Gregory. Burung malang itu pun terjatuh ke tanah.

"Jangan lepaskan konsentrasi dari targetmu," Ucap Gregory sembari mengambil senjata laras panjang yang ada di tanganku.

Ia masih membebaskanku menyimpan senjata api. Ini adalah hal yang membuatku bingung.

Ia seakan berpura-pura padaku. Jika Gregory melakukannya, maka aku pun akan melakukan hal yang sama. Berpura-pura bahwa aku adalah Carla.

Satu.

Dua.

Tiga.

Aku hanya akan mengikuti alur yang kau buat, Gregory. Dan aku akan baik-baik saja.

Ya. Aku tak akan melepaskan targetku. Aku tak akan melepaskanmu, Gregory.

Gregory mencium bibirku dengan lembut. Aku menyukai caranya menciumku seperti ini. Walaupun hanya sekejap.

Tidak! Jangan seperti ini, Candice! Jangan lepaskan targetmu.

Bagaimana ini? Aku terlalu menyukai diriku sebagai Carla.

"Kau terlihat berbeda akhir-akhir ini," Ucap Gregory. "Apa ada yang mengganggu pikiranmu, Sayang?"

Sepertinya Gregory cukup peka melihat perubahan dariku. Tentu saja, pasti karena aku lebih tegang dari biasanya.

"Aku hanya sedang memikirkan banyak hal," Ucapku sembari melemparkan senyuman kepadanya.

"Apa yang kau pikirkan? Kau bisa membagi masalahmu padaku," ucapnya. Ia begitu manis.

"Umm... Aku hanya berpikir mengenai musuhmu. Apa mereka berbahaya? Kau bahkan mengajariku menggunakan senjata api."

"M.I.S.A memang berbahaya," sahutnya datar.

"Sebenarnya mereka itu siapa?" tanyaku, seolah aku tak tahu apa pun.

"M.I.S.A, Malava Island Secret Agent. Mereka berisi orang-orang terbaik yang ada di negara ini," balas Gregory. Kemudian sesaat ia tertawa kecil. Tertawa meremehkan. "Terbaik? Seperti itulah yang mereka kira." Ia seperti meledek M.I.S.A.

"Apa karena pekerjaanmu ini yang membuatmu menganggap mereka musuh? Apa karena itu mereka berusaha membunuhmu? Seperti yang sering kau katakan padaku?"

"Tidak juga. Bukan karena pekerjaanku sebagai penjual obat-obatan terlarang. Jika karena itu, seharusnya negara cukup mempekerjakan kepolisan narkotika."

Ya. Benar apa yang dikatakan oleh Gregory. Seharusnya bukan level target utama dari M.I.S.A untuk memburu pengedar narkotika seperti Gregory.

Apa ada yang M.I.S.A sembunyikan dariku?

"Lalu?"

"Aku memiliki sesuatu yang mereka inginkan," ucapnya.

Sesuatu yang M.I.S.A inginkan? Bahkan aku baru mengetahuinya.

Ya. Sepertinya ada yang tak kuketahui antara Gregory dan M.I.S.A. 


***

TBC 

Buy My Life [END]Where stories live. Discover now