Bonus Story: Pregnancy

210K 6.6K 445
                                    

First Trimester

Revan POV

Aku terbangun karena mendengar suara Demi muntah di kamar mandi. Ku lihat jam di nakas, masih jam 4 pagi. Aku turun dari tempat tidur dan berjalan menghampirinya.

"Yang" panggilku saat memasuki kamar mandi.

Demi terduduk di lantai kamar mandi kami dengan lemah. Wajahnya sangat pucat saat ini. Aku pun berjongkok di sebelahnya dan mengusap puncak kepalanya dan menyingkirkan poni yang menutupi matanya.

"Masih mau muntah?"

Demi menggeleng pelan. Aku pun menggendongnya dan merebahkannya di tempat tidur. Demi tidak berkata apapun, hanya berbaring dengan lemas. Aku mengambil segelas air putih hangat di meja dan menyodorkannya. Demi meminum sedikit air di gelas dan kembali berbaring, menutup matanya, mencoba tidur kembali.

"Kalau kamu tidak merasa enak badan, kamu tidak perlu ke kantor hari ini" kataku saat kembali berbaring di sebelahnya dan mengusap-usap punggungnya.

"Ga apa-apa. Kamu kan lagi banyak kerjaan, kalau aku ga masuk nanti kerjaan numpuk"

"Tapi kalau kamu masih mual dan muntah terus lebih baik istirahat saja"

"Aku ga apa-apa, Re. Aku Cuma mau tidur dulu sebentar. Nanti bangun kan setelah kamu selesai mandi"

Aku hanya bisa menghela napas saat ini. Percuma memaksa dia, dia malah akan semakin keras kepala. Tidak lama Demi pun tertidur dengan tenang di sampingku. Kupandangi perutnya yang masih rata itu dan kemudian mengusapnya pelan.

"Anakku, Mama kamu siang malam mual muntah selama tiga bulan ini. Begitu besar perjuangan dia agar kamu bisa lahir ke dunia ini. Jadi nanti kamu harus jadi anak yang baik dan nurut sama mama kamu ya. Hormati dan hargai dia. Cintai dia seperti dia mencintai kamu" bisikku pada perut Demi.

Demi sudah hamil tiga bulan saat ini. Tidak lama sejak bulan madu kami, dia pun dinyatakan positif hamil. Aku sangat bahagia, begitu pula dia. Tapi selama hamil ini, aku baru menyadari begitu sulitnya seorang wanita mengandung. Demi terus menerus muntah, terutama setelah makan. Dia pun selalu terlihat pucat dan kurang darah, dia pun jadi mudah lelah. Aku tidak tega melihatnya seperti itu, tapi itu lah yang membuat seorang ibu mulia di mata Tuhan. Karena pengorbanannya yang besar demi membawa buah hatinya kedunia ini.

Ku kecup dahi Demi dengan penuh sayang sambil berdoa semoga hari ini kondisi dia jauh lebih baik dari hari sebelumnya. Semoga dia selalu sehat dan dapat melahirkan anak kami dengan selamat.

***

"Pak Revan!" panggil Demi dengan nada tinggi sambil berdiri di depan meja kerjaku. Walaupun dia istriku, tapi saat di kantor dia akan bersikap seperti asisten seperti sebelum kami menikah. Dia bahkan memintaku menyembunyikan fakta bahwa dia istriku dari orang-orang di kantor yang tidak datang ke pernikahan kami. Alasannya karena dia ingin bekerja dengan professional tanpa disangkut pautkan dengan statusnya sebagai istri CEO. Sangat Demi sekali.

"Ada apa?" tanyaku yang masih sibuk dengan laporan di laptop.

"Bapak sudah periksa berkas yang saya letakkan dua hari lalu di meja?"

Aku mengalihkan pandanganku dari monitor laptop dan menatap Demi. Dia menatapku dengan murka. Apa lagi salahku kali ini?

"Berkas apa?"

"Berkas untuk meeting besok dengan PT. Esa Jaya, supplier baru kita"

"Kita ada meeting dengan mereka besok?" tanyaku bingung. "Kenapa saya tidak tahu?"

"Saya sudah mengingatkan Bapak dua hari lalu saat saya meletakkan berkas di meja. Bapak tidak ingat?"

Aku berusaha mengingat-ingat yang dimaksud Demi. Sepertinya saat Demi mengatakannya aku sedang tidak fokus karena ada pekerjaan penting lain yang sudah sampai pada deadlinenya saat itu. Mungkin karena itu aku jadi tidak memperhatikan ucapan Demi.

[1] Black Pearl [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang