Episode 2: Tetap Pada Pendirian

17.6K 1.9K 584
                                    

Alka seketika terjungkal ke belakang. Orang yang ditabraknya pun juga sama.

Karena terlalu buru-buru keluar dari kamar, Alka jadi tidak awas dengan kondisi sekitarnya.

"Kamu baik-baik saja?" tanya seseorang itu.

"Tidak apa-apa." Alka mengatakannya tanpa menatap lawan bicaranya. Ia fokus memperhatikan tabung infus dan juga pergelangan tangannya, apakah berdarah atau tidak. Ternyata tidak. "Lain kali tolong lebih hati-hati, ya."

Alka memberi nasihat pada orang itu. Padahal jelas-jelas ia sendiri yang tidak hati-hati. Dan ia juga yang menabrak.

Alka pun mulai berusaha berdiri. Satu tangannya mengusap bokong yang baru saja membentur lantai.

Alka hendak meneruskan rencana kaburnya. Ia berjalan dengan cuek. Tidak peduli dengan fakta bahwa orang yang ia tabrak tadi, bahkan belum berdiri dari posisi jatuhnya.

"Harusnya aku yang bilang lain kali tolong hati-hati. Kenapa malah dia yang bilang begitu? Kan dia yang menabrak!" Seseorang itu akhirnya meluapkan isi hatinya yang tertahan sejak tadi.

Alka pun akhirnya menoleh karena suara orang itu. Eh, ternyata masih muda. Kedua mata Alka pun membulat, saat tahu jika ternyata orang yang ia tabrak tadi adalah Damien.

Iya, si pasien sebelah, yang tadi baru saja muntah hebat efek dari kemoterapi.

Alka bertanya-tanya. Bagaimana bisa Damien tiba-tiba sudah dari arah luar. Padahal tadi dia masih sangat lemas. Kapan dia keluarnya? Jangan-jangan Damien itu sebenarnya kembar? Atau dia punya super power seperti para super Hero di film-film Marvels.

Untuk memastikan, Alka membuka pintu kamar. Ia melihat ternyata brankar Damien memang kosong. Jadi ini benar-benar adalah Damien. Bukan kembarannya.

Alka masih penasaran, kapan Damien keluar? Apa saat ia bicara dengan Lautner tadi?

Alka menatap Damien. Dilihat dari dekat seperti ini wajah pucatnya semakin jelas terlihat. Matanya cekung dan terdapat lingkaran hitam di sekitarnya. Juga, bibirnya kering dan pecah-pecah. Jangan lupakan pipinya yang tirus.

"Kenapa kamu melihat aku seperti itu?" Damien kesal dengan tatapan Alka.

Ia perlahan mulai berdiri dengan berpegang pada sisi dinding.

"Kamu meledek aku karena aku pendek?" Sejak dulu Damien memang sensitif dengan tinggi badannya sendiri. Makanya kalau ada orang yang menatapnya, ia selalu menyangka bahwa orang itu sedang mengatainya pendek dalam hati.

Terlebih ketika Damien sudah sama-sama berdiri seperti ini. Ia hanya setinggi telinga Alka.

Lautner bilang, Damien itu tidak pendek. Tingginya adalah 172 cm, di mana itu adalah tinggi rata-rata laki-laki di negara ini. Tapi Damien memiliki cita-cita jadi pemain basket. Di mana tinggi segitu, masih jauh dari kata cukup.

Bukannya menjawab, Alka justru fokus menatap topi kupluk warna putih yang menutup kepala Damien. Ia tahu, topi itu dipakai untuk menutupi kepalanya yang botak. Rambutnya rontok hebat sebab kemoterapi yang rutin ia lakukan.

“Kenapa kamu lihat aku terus?" Damien seraya memegangi kepalanya yang kini ditatap lekat oleh Alka. Takut ia lama-lama. Bingung dengan kelakuan anak jangkung di hadapannya.

Alka sedang membayangkan, jika ia sudah menjalani kemoterapi, ia juga akan mengalami hal sama dengan Damien. Ia juga akan ... botak.

Alka sebenarnya bukan orang yang sangat mencintai rambutnya. Tapi ia juga tidak mau mendadak berpenampilan botak. Orang akan banyak bertanya dan ingin tahu. Membayangkan hal itu saja, Alka sudah merasa sangat tidak nyaman.

ALKA dan KUBUS RUBIKWhere stories live. Discover now