Januari : Bagian III

258 13 0
                                    

“Apa maksudmu?”

“Kau yang meninggalkanku…”

“Aku tahu tapi…”

“Kau, tahu dengan jelas mengapa kau meninggalkanku. Kau telah mengerti bagaimana sikapku. Banyak alasan yang kau miliki yang kau ungkapkan saat kau memutuskanku, mengapa aku tidak layak untukmu. Dan aku ingin kau menjelaskan kepada orang itu hal-hal itu, agar dia meninggalkanku. Aku sudah berusaha menolaknya, tetapi dia masih bersikeras untuk mendapatkanku. Aku selalu bilang aku tidak pantas untuknya, tapi ia selalu bilang tidak ada alasan untuknya untuk meninggalkanku. Tetapi, aku tahu, kau memiliki alasan itu…”

“TIDAK!!! Aku tidak mungkin melakukan itu. Mana mungkin…”

“Kau tidak perlu merasa bersalah. Aku tidak pernah menyalahkanmu. Aku tidak mencintainya. Dia tidak layak untukku. Aku ingin kau membantuku meyakinkan dia. Hanya itu permintaanku.”

“Meyakinkan, dia tidak pantas untukmu?”

“S-A-L-A-H,” katanya sambil tersenyum, “aku tidak pantas untuk dia.”

Permintaannya kali ini benar-benar tidak bisa kulakukan. Bagaimana mungkin aku tega melakukan itu. Dulu, amarahku sudah meledak, jadinya aku mengucapkan kata-kata yang tidak pantas untuknya. Aku tahu dan itulah penyesalanku. Tetapi… aku tidak mungkin mengulang perkataan itu. Itu sudah cukup menyakitinya.

“Aku tidak bisa.”

“Jadi kau ingin menikahiku kalau begitu?”

“APPA??? AKU…”

“Cara kedua agar aku bisa lepas dari kejarannya adalah ada seseorang yang bisa menikahiku.”

“Aku tidak mungkin…”

“Nah, untuk itu.” Kata Vina, “kau cukup datang besok siang, bertemu dengan Second.”

“HAH??? Second. Maksudmu?”

“Februari, seorang pengusaha mebel asal kota Malang. Ia pengusaha muda sukses yang kaya raya atas kerja kerasnya. Aku memanggilnya Second.”

“Kau masih seaneh dulu?”

Vina hanya tertawa kecil.

“Jadi kau bisa kan? Ingat kau sudah berjanji.”

“Aku akan menjelaskan pada Second bahwa ia tidak perlu mengejarmu. Itu sudah cukup meyakinkannya.”

“Aku rasa, tidak akan semudah itu,” jawab Vina, “kau cukup mengatakan semua alasan kenapa kau meninggalkanku. Itu pasti ampuh.”

Tidak mungkin. Aku tidak akan melakukannya. Aku pasti bisa menyuruhnya melupakan Vina, tanpa harus mengatakannya.

“Baiklah.”

“Aku tahu siapa kamu, First.” Kata Vina, “makanya, besok kita temui Second bersama-sama. Sudah ya. Aku pergi dulu.”

“Tapi…”

Vina menyerahkan fotokopi dari suratku tadi.

“No handphoneku ada di baliknya.”

Vina pun lalu berlalu. Dan aku hanya terdiam tidak bisa mengejarnya. Kemudian ku buka surat itu lagi. Tulisan surat itu masih tidak berubah, kertasnya pun masih sama, kertas fotokopian. Aku tahu ia menyimpan aslinya. Tetapi, saat aku memperhatikan dengan seksama, ada keanehan dengan surat ini. Aku tidak tahu apa, tetapi aneh.

Ada tulisan yang hilang setelah bait ketiga.

Dia telah menghapusnya.

PHILEO (I LOVE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang