Zoe : Bagian VI

339 22 0
                                    

Aku masih tidak bisa menerima apa yang saat ini kulihat. Gedung Mall Putra Jaya hanyalah sebuah gedung tua yang tidak terurus selama beberapa tahun.

Tetapi aku masih merasa yakin bahwa, aku sering ke sini.

Aku ke sini bersama Zoe.

“Ada apa ini?” tanyaku kebingungan. Serius aku benar-benar bingung.

“Von,” kata Dr Johan, “saya harus jujur padamu bahwa, apa yang selama ini kau yakini terjadi hanyalah sebuah mimpi. Tidak ada nama Zoe, tidak ada mall Putra Jaya, dan tidak ada pernikahan. Semua itu hanya mimpi.”

“Tidak mungkin.”

“Kau tahu kenapa Pak Ridwan memanggilmu. Ia telah melihatmu tertidur beberapa kali di kantor. Kau selalu terlihat tertidur. Dan saya yakin, di saat kau tertidur, kau memimpikan semua hal ini. Tetapi masalahnya, kau tidak bisa membedakan yang mana mimpi dan yang mana kenyataan.”

“Aku tidak percaya. Aku tidak bermimpi.”

“Kau ingat siapa Richard?”

“Dia…”

“Siapa?”

“Aku…Aku tidak ingat siapa dia?”

“Dia adalah kekasihmu yang mengendarai mobil di mana kalian sekeluarga pergi ke puncak. Dan saat kecelakaan terjadi, hanya kau yang selamat dari insiden tersebut. Selama seminggu kau tidak sadarkan diri. Saat kau terbangun, kau ingat akan kedua orang tuamu bersama adikmu, tetapi kau melupakan Richard, kekasihmu itu. Aku merasa semua yang kau mimpikan adalah bagian kecil dari dirimu yang tidak bisa menerima kematian Richard. Ingat dua novel yang kau ceritakan. Dream adalah mimpimu, seorang pangeran ingin menikahimu. Kau tahu Richard saat itu sedang bertunangan denganmu. Kedua, The Lost Lover, seorang gadis yang kehilangan kekasihnya. Itu adalah lubuk hatimu yang terdalam dan kisah cintamu yang haru.”

“Apa? Apakah benar semua ini? Jadi selama ini…”

“Saya bisa menolong kamu…”

“Aku…”

“Ijinkan saya menolong kamu, Von.”

***

Tiga tahun kemudian, Februari 2016.

“Aku masih bermimpi semalam,” kata Vonny sambil meminum es kelapa, “aku benar-benar tidak bisa lepas dari mimpi aneh itu.”

“Ya, setidaknya,” kata Merry, “sekarang kau bisa membedakan yang mana mimpi yang mana bukan?”

“Kau tahu, di mimpi terakhirku kau mengatakan hal yang sangat menyedihkan. Aku benar-benar dibuat menangis olehmu.”

“Benarkah?”

“Kau bilang, Zoe meninggal karena kecelakaan pesawat saat ia ingin ke China.”

“Sudahlah…Kau ini aneh. Zoe hanyalah imaginasimu.”

“Tapi terus terang, aku masih merasakan itu nyata.”

“Sudahlah…” kata Merry sambil berdiri, “oh iya, kau tahu ada pembukaan Mall baru loh. Ayo kita kesana!”

“Di mana?”

“Ingat gedung kosong yang kau sangka mall itu, nah pemerintah sudah bangun sebuah mall baru.”

“Oh…Makanya gedung itu ditutup sejak dua tahun lalu.”

“Sudah, ayo berangkat. Mumpung belum terlalu malam.”

“Okey.”

Gedung yang dikatakan Merry adalah sebuah gedung dengan suasana yang sangat menyenangkan. Pengunjung gedung ini sudah sangat sesak. Tetapi hal itu tidak menghalangi mereka untuk pergi ke sana. Begitu mereka tiba di pintu masuk mall itu. Vonny seketika terdiam dan membisu.

“Mer…”

“Kenapa Von?”

“Aku sangat mengenal gedung ini.”

“Apa maksudmu?”

“Kau tidak akan mempercayai ini. Lihat nama gedung ini!” Vonny menunjuk plang pintu masuk pada mall tersebut. Merry hampir saja menjerit saat menyadari bahwa nama gedung itu adalah Mall Putra Jaya.

“ASTAGA!!!” kata Merry tidak dapat menahan rasa kagetnya.

Saat ia menegok ke Vonny. Vonny telah menghilang. Namun tidak lama, Merry menemukan Vonny sedang berjalan mendekati sebuah toko buku yang terlihat baru saja di buka. Dan nama toko buku itu adalah SIQMA.

Vonny terlihat berjalan mendekati seorang pria di taman, tepat di depan toko buku tersebut. Pria itu terlihat serius membaca beberapa lembar kertas. Pria itu bergeming dan melihat kedatangan Vonny yang terlihat aneh dan kacau.

“Apa kau mengenalku?”

“Maaf?”

“Namaku Vonny,” kata Vonny, “aku tertarik membeli bukumu.”

“Maksudmu bukuku?”

“Judulnya Dream.”

Pria itu tersenyum.

“Bagaimana kau tahu aku pengarangnya?”

“Aku melihatnya,” kata Vonny sambil tersenyum, “oh ya, di tanganmu itu naskah buku terbaru?”

“Kau benar-benar hebat, mmm…”

“Vonny.”

“Iya, Nona Vonny..”

“Panggil saja Vonny.”

“Iya, Von. Kau tahu saja ini naskah novel keduaku.”

“Oh ya,” kata Vonny, “kalau boleh tahu, apa judulnya?”

The Lost Lover.

PHILEO (I LOVE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang