BAB VII (End!!)

1.5K 55 19
                                    

*pegantar penulis*

I'm back. hohohohohooho. maaf ya, yang sudah menunggu lama. mood menulisku sempat menghilang belakangan ini. Tugas kuliah banyak, boro-boro nyentuh wattpad, tidur aja nggak sempet *berlebihan. Maaf ya, sudah menunggu lama. Semoga akhir cerita ini tidak anti klimaks dan berkesan dihati kalian semua. Selamat membaca ^^ *bowing*

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

GALEN POV

Reva tidak ada di kelas. Aku mencarinya ke seantero sekolah tapi tak juga menemukannya. SMSku pun dia tidak balas. Aku tidak punya cukup pulsa untuk menelpon dia. Hah, kenapa disaat genting seperti ini aku tidak memiliki pulsa yang cukup sih. Emm, sebenarnya aku memang sering kekurangan pulsa setiap saat. Tapi, aku baru merasa pulsa itu penting sekarang. Oke, lupakan soal pulsa. Reva kemana sih?

"Galen!" teriak Celly. Aku pun berhenti berlari tanpa arah. Dua menit lagi bel masuk. Mungkin Reva sudah kembali ke kelas.

"Galen. Dengar dulu, ada yang aku tidak mengerti dari kasus Janish. Bagaimana pun dia temanku," katanya. Aku pun mengurunkan niatku untuk kembali ke kelas.

"Apa?" tanyaku dingin. Aku ingin segera bertemu Reva dan menceritakan semua tentang Janish.

"Kata Luna, Janish lompat dari gedung sekolahnya untuk membuat film tentang teori atom. Elektron tidak pernah berada di tengah orbital. Dia hanya bisa berada di orbital satu, dua, atau tiga. Jika Janish loncat dari gedung, Janish tidak mungkin berhenti di tengah gedung. Dia pasti berada di bawah. Seperti teori anak tangga itu," katanya. Ah, soal itu aku juga paham. Selalu dijelaskan di kelas.

"Yang tidak aku mengerti adalah. Filmnya saja tidak ada. Tiap Luna kutanya soal film dia selalu menghindar. Dan Luna hilang sejak tadi malam. Aku merasa ada yang aneh. Tolong katakan pada Reva, siapa tahu dia mengerti tentang keanehan ini," katanya.

Bel sekolah pun berbunyi. Dia tersenyum simpul lalu mengucapkan terimaksih sambil menunduk. Setelah itu, dia berlalu menuju kelasnya. Aku pun bergegas menuju kelas. Siapa tahu dia sudah kembali ke kelas.

Sesampainya di kelas aku tidak menemukan Reva di bangkunya. Aku terpaku di depan pintu kelas sambil menatap ke seantero kelas. Yah, kemungkinan memang hanya sekitar 1% Reva akan berbaur dengan teman-teman kelas. Tapi, mungkin saja Reva sedang berbicang dengan teman sekelas. Ternyata memang aku tidak menemukan Reva di kelas.

"Sedang apa di depan pintu? Cepat masuk!" kata Pak Frans, guru fisika.

Aku pun segera masuk dan duduk di bangkuku. Tas Reva tidak ada.

"Steve kemana? Dia bolos lagi?" tanya Pak Frans ke salah satu anak yang duduk di bangku paling depan.

Aku pun mengalihkan pandanganku ke arah bangku Steve. Dia juga tidak ada. Apa mungkin Reva pergi sama Steve? Perasaan khawatir langsung muncul. Aku pun menulis pesan singkat ke Reva diam-diam. Pak Frans adalah guru yang luar biasa galak. Apalagi jika dia melihat ada siswanya yang bermain hp. HP itu pasti langsung dihancurkan di depan mata si pemilik.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

REVA POV

Rev, dmn? ptg

SMS dari Galen. Tumben anak ini mencariku. Mau ngapain? Tumbun juga smsnya singkat gitu. Biasanya kalo sms dia bisa panjang banget, menuhin satu halam sms. Aku memasukkan ponselku lagi ke dalam tas. Aku tak berniat membalas pesannya. Lagi pula aku malas menemuinya hari ini.

C A S EWhere stories live. Discover now