5 - Bukan Bodoh! Tapi Pelupa

41.9K 2K 37
                                    

🚫SILENT READERS || ✔NOISY READERS

Setelah semua orang termasuk Reynand keluar dari kamarnya, Fara membuka kedua matanya. Pandangannya tertuju pada langit-langit kamar yang dihiasi lampu.

Tanpa sadar ia menghela nafas. “Apa yang aku pikirkan sekarang? Apa aku memikirkan bagaimana nasibku menikah dengan pria psikopat gila itu atau justru---memikirkan Alex?”

Mengingat nama Alex membuat Fara menutup matanya kembali. Otaknya mengingat semua kenangannya dengan Alex tanpa keinginan sang empu. Fara menggeleng kepalanya cepat untuk menghilangkan semua pikiran masa lalunya. Baginya Alex tidak lebih baik dari pria brengsek.

"Reynand." Ucap Fara dan membuka kedua matanya.

Pandangannya menajam pada lampu yang menggantung diplafon kamarnya. "Reynand juga tak jauh beda dengan Alex. Aku harus menjaga diriku darinya. Terutama dari pesonanya yang mematikan itu." Gumamnya lirih.

Fara mendesah kesal. "Aku tidak bisa menikah dengannya. Dia juga bukan pria yang baik. Aku harus melakukan sesuatu. Aku yakin dia pasti akan mengancamku tentang kejadian kemarin malam."

Fara meraih ponselnya dan duduk menyandar pada bantal yang ditumpuk.  Ia mencari kontak nama yang sudah sangat dikenalnya. Ia ingin meminta bantuan orang tersebut meskipun dirinya tidak yakin apakah orang yang akan dihubunginya bisa membantu masalahnya kali ini.

"Halo, Mes.." Sapa Fara pada penerima panggilan.

"Fara? Eh kamu katanya sakit. Gimana keadaannya sekarang?"

"Itu gak penting Mes, yang penting saat in-"

"Apa kamu bilang? Gak penting? Astaga Fara! Aku tahu kamu lagi patah hati tapi jangan gitu juga kali, ngebahayain diri sendiri dan gak peduli pada diri kamu cuma gara-gara Alex." Omel Mesti.

Fara memutar bola matanya mendengar nasehat konyol dari sahabatnya itu. "Bukan itu maksud aku Mes. Oke aku bakal jawab. Keadaan aku baik-baik saja sepuluh detik yang lalu." Jawab Fara sedikit sebal.

"Apa? Sepuluh detik yang lalu?" Mesti justru terkekeh mendengar jawaban Fara. "Kok bisa?"

"Iya karena kamu gak mau dengerin penjelasan aku dulu dan langsung ngomel-ngomel suka hati kamu. Aku butuh bant-“ Panggilannya tiba-tiba saja terputus.

"Halo Mes.. Halo Mesti!! Halo!!"

Fara melihat layar ponselnya dan mendesah kesal saat mengetahui sambungan teleponnya sudah terputus. "Ih kok malah dimatiin sih. Dasar nenek lampir." Gerutu Fara dan kembali meneleponnya.

Kalau saja ini bukan hal yang penting untuk Fara mungkin ia sudah tidak mau meneleponnya kembali.

"Maaf, pulsa anda tidak cukup melakukan panggilan ini. Segera isi ulang pulsa---" Fara mematikan panggilannya karena mendengar suara operator perempuan yang menjawab teleponnya. 

Fara menaruh kembali ponselnya diatas nakas dan kembali berbaring.

***

Pagi ini Fara tidak bekerja karena tidak mendapatkan ijin dari orang tuanya. Pekerjaannya sebagai seekretaris disalah satu perusahaan milik orang tuanya yang bergerak dibidang pertambangan bahan bakar dan minyak bumi. Awalnya Tn. Dawson ingin putri tunggalnya itu menggantikan posisinya namun Fara menolaknya. Fara lebih suka menjadi sekretarisnya saja karena baginya itu adalah pekerjaan paling mudah. Fara keluar dengan memakai kaus putih lengan pendek dan celana jeans yang mempunyai lubang dibagian lututnya. Kaca mata hitam bertengger dihidungnya dan tas ransel ukuran sedang menggantung dipunggungnya. Serta sepatu converse yang melengkapi penampilannya yang terkesan santai tersebut. Sekilas orang melihatnya pasti berpikir kalau dirinya bukan seorang wanita yang merupakan anak tunggal dari konglomerat.

Dia MilikkuWhere stories live. Discover now