Part 5 - Aku, Kamu, Kita.

6K 211 41
                                    

          “Edric?” Eva terbangun dari tidur ayamnya – sebagai usaha menghilangkan rasa sakit dikaki, dan kaget ketika dia menoleh, ada seseorang yang tidur dengan kepala bersandar di bahu kirinya. Spontan dia menyentuh telapak tangan cowok itu dan kaget ketika hal itu membuatnya terbangun dan tatapan hitam kelam itu langsung menusuk ke arahnya.

          Edric sejenak salah tingkah. Tertidur disini bukanlah rencananya. Dia berdiri dan menatap Eva dengan tatapan dingin - seperti biasa, dan sedikit cemas dihati ketika cewek itu berusaha berdiri sambil bertumpu pada dinding dibelakang dengan wajah meringis kesakitan namun tersenyum ketika menatapnya. Spontan dia merangkul pinggang Eva dan melingkarkan tangan yang memegang dinding itu ke belakang lehernya. Gerakan itu membuat ia – juga Eva, terkejut. Terlalu banyak kontak sentuhan yang terlibat sekarang. “Edric, Gue..”
         

          “Gue antar lo ke tukang pijat.”

          “Gak, gak usah. Gue bisa..”

          “Kunci mobil mana?” Edric menuntunnya berjalan dan Eva tak bisa berkata apa – apa selain bertumpu kepada Edric. Dia tak bisa berjalan normal karna kakinya membengkak dari yang diperkirakan. “Gue bisa  pulang send..”

          “Gue tau dan gak peduli, tapi gue merasa bertanggung jawab kalau – kalau lo ditemukan tewas besok karena tabrakan didepan sekolah dan ada saksi mata bilang kalau sebelum lo kecelakaan, kita bertemu dan gue biarin lo bawa mobil dengan kaki bengkak yang bahkan...” Edric sempat melempar tatapan mengejek ke arah kaki Kiri Eva yang sangat bengkak, bahkan membiru. “berpijak pun tak kuat. Apalagi menginjak rem.”

          Ucapan bernada sinis dan dingin serasa membuat dadanya yang merasakan kesenangan yang aneh ketika Edric perhatian dengannya, berubah menjadi jengkel tak terkira. “Lo nyumpahin gue mati?”

          “Mungkin.”

          Perut mendadak lapar, kakinya yang luar biasa sakit hingga nyaris ia ingin menangis, dan ucapan serta tatapan penuh mengejek telak yang diterima dari Edric, membuatnya refleks melepas rangkulan dan hampir terhuyung jatuh kalau saja ia tak bisa menyeimbangkan diri. Dia menatap Edric dengan emosi tertahan. “Tenang aja, kalaupun gue mati besok, lo gak akan gue gentayangin kok. Jadi gak usah merasa repot tanggung jawab!” Dan dia tertatih menjauhi Edric sambil menghapus air mata yang sial- menetes karna kesakitan di fisik dan hatinya tanpa sadar.

          Entah karna terlalu sibuk menyumpah atau bagaimana, tau – tau dia merasa tubuhnya dalam gendongan dan ia menoleh. Edric menatapnya tajam, sangat tajam hingga ia mendadak bisu. “Edr..”

          “Kunci mobil.”

         

          Dan dia menyerahkannya tanpa banyak perlawanan karna terlalu shock,  dan Edric mengambil dengan menggigit kunci mobilnya dan membawa dirinya sampai ke parkiran. Dan selama itu jua, dia tak bisa melepas tatapan matanya kearah cowok itu. Membiarkan ia digendong masuk dalam mobil dan dibawa ke tempat pemijatan refleksi.

 

          “Melamun saja.” Dia terkejut ketika seseorang membuyarkan lamunan dan rambut panjang ikalnya disentuh lembut kemudian dijepit dengan jepitan besar. Dia melepas dan tersenyum bahwa jepitan itu berhiasan bunga kamboja putih. Dan senyumnya semakin lebar ketika tau siapa yang duduk disamping dengan senyum khas.

          “Kapan datang, Felix?”

          “Malam tadi, Va. Fresh tuh jepit rambutnya dari pasar Sukowati.” Eva tertawa mendengar canda gayus dari Felix dan membiarkan rambutnya dijepit lagi. Perhatian sahabat tampannya ini membuat ia tersenyum.

All About Love. {Who Loves You, Who Loves Me)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang