Seven

4K 274 2
                                    

Flokrist yang ada di daerah Pantai Indah Kapuk siang itu ramai. Ramai disini berarti benar-benar ramai.

Biasanya, hanya ada beberapa orang saja yang datang ke Flokrist untuk memilih langsung bunga yang mereka inginkan. Selebihnya, adalah orderan pesanan via telepon, e-mail dan sosial media.

Gaby yang mengurus Flokrist ini saja pusing. Kadang Tatsuya sudah bilang berkali-kali untuk berhenti saja. Tapi Gaby tetap ngotot untuk bekerja. Dalihnya, dia tidak suka seharian di rumah dan tidak melakukan apapun. Kadang, Rhea ada disini untuk sekedar mengisi waktu kosongnya, karena Rhea yang benar-benar seratus persen pengangguran dari antara lima istri.

Bahkan Tyas saja membantu untuk mengurus toko batik milik Ayahnya yang ada di Jakarta.

Pemilik Flokrist sendiri lebih sering berada di Belanda, mengurus toko bunga utamanya yang ada disana.

"Gaby sayangku! Selamat ya, selamat, selamat!!!" Seru suara yang sangat akrab di telinga Gaby. Ah, pasti Kree. "Apa maksudmu dengan selamat? Aku tahu kau pasti mau menanyakan itu. Selamat ya, kau akan punya anak kedua!"

"Kok kau bisa tahu?" Tanya Gaby bingung.

"Tatsuya mengatakannya saat aku bilang aku akan memintamu untuk ikut denganku ke Belanda selama seminggu." Ada nada kesal di dalam perkataan Kree. "Aku sedih karena tidak bisa membawa florist kesayanganku untuk ke Belanda tahun ini. Cepatlah lahir ya. Biar aku bisa mengajakmu ke Belanda," kata Kree lagi.

"Tentu saja. Memangnya ada hal apa yang membuatku harus ikut denganmu ke Belanda, Kree?"

"Aku mau merombak tatanan di Flokrist ini. Sungguh, aku benci melihatnya berantakan, dan tak tersusun seperti ini!"

"Lho? Bukannya ini sudah rapih?"

Kree berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Bukan. Tidak, tidak, tidak! Waktu kau dulu bekerja di sini pertama kali, memang tempat ini rapih dan indah. Sekarang? Astaga, seperti kandang ayam!!!"

Gaby hanya manggut-manggut. Ya, dia akui Kree memang memiliki selera yang tinggi untuk tokonya. Rumahnya sendiri di Belanda sangat indah, dan dipenuhi dengan bunga. "Alright, Ms. Kreefect!" Balas Gaby sambil terkekeh. Kreefect, pelesetan dari nama Kree dan sifatnya yang selalu ingin perfect.

Kring-kring!

Pintu Flokrist terbuka. Keramaian di Florkrist sudah berkurang sejak Kree masuk tadi. Sekarang hanya ada beberapa pegawai Flokrist dan dua oran pengunjung yang baru datang itu.

"Hei, Kree, lama tak jumpa," sapa Kris sambil menggandeng tangan Chiko, "Hai, Gab."

"Hai, Kris. Ada yang bisa kubantu? Kau mau membeli bunga untuk Chiko?" Tanya Gaby menggonda.

"Untuk apa? Chiko sudah ada di sini," jawab Kris sambil memamerkan Chiko yan ada di sebelahnya. "Lagi pula, Chiko tidak suka bunga. Jadi, aku tidak perlu repot-repot membeli bunga untuknya."

Gaby tertawa ringan. Tapi Kree memandang Chiko dengan tatapan yang sulit di artikan. Entah tatapan tak suka, atau apapun itu.

"Kree, ini Chiko, dia tunanganku. Kita akan menikah secepatnya. Dan Chiko, ini Kree, pemilik Flokrist yang sekaligus sahabatku."

Kree menaikkan sebelah sudut bibirnya, entah seperti tak suka kepada Chiko. "Kau mau mencari bunga apa, Kris?" Tanya Kree, "Bunga matahari? Atau mawar kuning? Oh, pasti kau mencari dahlia."

Tiga jenis bunga yang paling di sukai Erika.

"Tidak. Kami ingin mencari bunga lili segar untuk menjenguk seseorang," kata Kris, bersabar dengan sindiran tersirat Kree.

"Menjenguk seseorang ke San Diego Hills?" Timpal Kree.

"Ke rumah sakit," jawab Kris.

"Sejak kapan kau berani untuk ke rumah sakit lagi? Bukannya kau--"

"Tiga tangkai lili atau lima? Kalau tiga tangkai, harganya seratus ribu. Kalau lima tangkai seratus dua puluh lima. Pasti lima ya? Mau di bungkus juga? Tentu saja. Tunggu sebentar ya, Kris." Gaby langsung menarik tangan Kree untuk menjauh, dan mengambil lima tangkai bunga lili segar untuk di bungkus.

"Kau ini kenapa sih, Gab?!"

"Kau yang kenapa, Bos," balas Gaby kesal. "Biarkan Kris mendapatkan kembali kehidupannya sebagai laki-laki. Biarkan dia memulainya dengan perempuan lain lagi, Kree. Biarkan dia melupakan Erika."

"Melupakan Erika?" Ulangnya. "Hei, aku sudah merelakan Erika untuk lelaki macam Kris. Aku tidak akan pernah sudi membiarkannya melupakan Erika."

"Tapi kejadian itu kecelakaan. Bukan salahnya Kris kalau saat itu Erika kecelakaan dan meninggal di rumah sakit."

"Sepupuku terlalu baik untuk lelaki seperti Kris, kau tahu?"

"Sudahlah Kree. Jangan membuat masalah," balas Gaby. "Dengar, ini semua adalah rencana mereka. Aku pun setuju. Kau tahu kenapa? Kris berhak untuk melanjutkan hidupnya lagi. Dia berhak bahagia."

Gaby berjalan ke depan, lalu memberikan lima tangkai bunga lili indah yang sudah di bungkus kepada Kris. "Ini bunganya."

Kris tersenyum. "Terima kasih Gab. Nanti aku transfer uangnya."

"Gadis yang tidak suka bunga? Pastinya dia juga memiliki sifat yang kasar," gumam Kree seraya membenarkan beberapa bunganya. "Ah, Kris, seleramu sangat buruk sekarang."

"Bos!!" Seru Gaby.

"Tidak kusangka kau akan memilih perempuan yang berbeda sama sekali dengan Er--"

"Jam besuk akan segera selesai kan? Lebih baik kalian pergi, sebelum waktunya habis. Oke? Dadah!!"

Chiko dan Kris keluar dari Flokrist. Sementara Gaby menatap Kree dengan penuh amarah dan dendam.

"Apa? Kenapa kau menatapku begitu? Ada yang salah memangnya?"

"Erika sudah meninggal, Kree. Jadi jangan bertindak seolah-seolah Kris selingkuh."

"Dia memang selingkuh!"

"Tidak! Erika sudah tidak ada. Jadi jangan kira kalau Kris selingkuh!"

-----

Chiko sempat bertanya-tanya. Kenapa Kree menatapnya seperti tadi.

"Kree tidak benar-benar bermaksud begitu sebenarnya."

"Apa yang sebenarnya mau Kree katakan tadi? Tanya Chiko.

"Tentang masa laluku."

"Kau menyembunyikan sesuatu dariku?" Tanya Chiko lagi.

Kris menggeleng kali ini. Di balik kemudinya, lelaki itu tidak mampu berkata apa-apa. Ah, bukan. Dia belum siap untuk mengatakan semuanya secara gamblang dan mulus seperti yang di harapkannya.

Hal ini jauh lebih sulit dari sekedar mendesain aplikasi.

"Kau tidak mau mengatakannya padaku?" Tanya Chiko untuk kesekian kalinya.

"I'll tell you. But not right now okay?"

Kris pasti akan memberitahu Chiko dan Chiko percaya itu. Makanya, dia mengangguk, dan menurut saja. "Baiklah kalau itu menurutmu benar. Aku akan menunggunya sampai kau mengatakannya padaku."

-----

Malam harinya, Kree masih kesal dengan gadis bernama Nakahara Michiko itu. Bisa-bisanya dia mengambil Kris. Bisa-bisanya Kris memilih perempuan macam dirinya untuk menjadi istri barunya.

Kree langsung memutar otaknya dengan cepat. Tak lama, akhirnya dia mendapatkan ide bagaimana cara agar Chiko batal menikahi Kris.

Mr. Business and The Ambassador GirlWhere stories live. Discover now