7 Kedalaman hati

2.9K 136 8
                                    

Selamat menunaikan ibadah di bulan ramadhan

Semoga selalu diridhoi dan tulisan ini bermanfaat. !           10 Juli 2013

Sebuah desa kecil  masih masuk  wilayah Jawa Tengah tapi sudah mendekati Jawa Barat. Bahasa yang digunakan pun kadang-kadang bahasa Sunda.  Aku turun dari bis dalam keadaan yang masih gelap. Baru saja turun subuh sehingga belum banyak orang yang bisa ditanya. Mama sudah jelas menyebut nama desanya namun beliau sama sekali tidak yakin di rumah siapa Lian tinggal.

            Aku memutuskan masuk ke sebuah musholla kecil di sisi kanan jalan yang terlihat cukup bersih. Sholat subuh berhasil kutunaikan meskipun tidak secara utuh berjama’ah. Sesudah sholat, beberapa jamaah masih tersisa sebagian atau memang hanya sejumlah itu. Dua orang ibu, seorang ibu yang sudah sepuh namun terlihat rapi dan bersih dan satu lagi sosok yang lebih sepuh lagi  nampak mengamatiku yang mungkin terlihat mencolok sebagai orang yang sama sekali baru untuk beliau.

            “Dari mana atau mau ke mana nak?”tanyanya sambil memperhatikanku yang sedang duduk mengenakan sepatu. Wajahnya yang teduh menyiratkan ketawadhuan yang dalam. Aku tersenyum sebelum menjawab pertanyaan beliau.

            “Saya, dari Jakarta bu. Eh..baru saja sampe turun dari bis tadi..”

            Beliau mengangguk sambil tersenyum.

            “Mau ketempat siapa?”pertanyaan dari seorang lelaki sepuh yang baru saja keluar dari bagian dalam musholla membuatku menoleh kearah beliau. Tampak sajadah berwarna merah tua tersampir di bahunya.  

            “Emh..ini..saya..belum tahu. Maksud saya, saya mencari  e..adik saya..cuma..belum tahu tinggal di mana karena kebetulan HP nya mati. Beberapa hari yang lalu pulang ke sini dari Yogya. ”sahutku sambil menggaruk  rambut di atas tengkuk yang tiba-tiba saja terasa gatal. Entah mengapa aku merasa tidak sungkan untuk menyampaikan hal tadi. Terbersit sebuah harapan semoga saja dengan pernyataanku tadi  justru mempermudah bagiku mendeteksi posisi Lian.

            Beliau mengangguk.

            “Tadi..katanya dari Jakarta..atau Yogya?”tanya nenek sepuh yang pertama. Aku tersenyum. Beliau bertiga memang orang yang benar-benar perhatian ataukah memang seperti ini kebiasaan orang di desa ini ya?

            “Kami tinggal di Yogya Bu, tapi saya memang baru saja ada acara dari Jakarta jadi langsung saja ke sini. Emh..siapa tahu ibu juga tahu, nama adik saya ..eh..Lian. Berlian….”ucapku. Setelahnya, aku menyambungnya dengan beberapa kalimat yang aku maksudkan untuk mempermudah ibu tersebut mengenali Lian. Kusampaikan juga beberapa ciri fisik Lian. Bertahun-tahun Lian meninggalkan desa ini sehingga sepertinya memang beliau-beliau ini tidak ada lagi yang mengingat wajah Lian meskipun mereka masih ingat peristiwa kebakaran itu.

            “Oh..tetangga ibu kemarin juga baru saja menerima tamu dari Yogya katanya, tapi rambutnya tidak panjang. Eh..maksud ibu, ibu tidak tahu persis seberapa panjang rambutnya karena dia pakai jilbab. Kae lo, rumahe nak Etik, nang rumah dinas SD kae lho, rika ngerti mbok?. (itu loh rumahnya nak Etik, di rumah dinas SD itu lo, kamu barangkali tahu?””timpal  ibu kedua setelah sebelumnya beliau hanya terdiam mendengarkan dialog kami. Kata-katanya yang terakhir itu ditujukan untuk ibu sepuh yang satunya.

            Pembicaraan sederhana di subuh yang masih gelap itu akhirnya mendorongku untuk bertanya lebih jauh mengenai rumah tetangga  ibu itu. Ini lebih baik dari pada tidak ada petunjuk sama sekali.  

            “””|

            Aku benar-benar menemukan Lian di dekat rumah dinas guru SD itu. Di pinggir sungai  bersama beberapa anak kecil usia sekitar 8 tahunan. Ada 2 orang dewasa di situ dan selebihnya segerombolan anak-anak. Mereka sepertinya sedang asyik dalam  sebuah permainan terkoordinir. Salah satu di antara dua orang dewasa itu memang Lian.

RedefinisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang