Part 29 - Wobbly of... 2

51.8K 698 113
                                    

Part 29 - Wobbly of... 2

Aku kembali menguap, ini sudah kesepuluh kalinya aku menguap, di pagi hari yang cerah ini. Aku hanya bisa menatap kesal, seseorang yang sedang membuatkanku kopi hitam di pantry

Bagaimana tidak, semalaman aku tidak bisa tidur karenanya. Baru saja lima menit mataku terpejam, aku merasakan gerakan tak nyaman dari seseorang di sebelahku, siapa lagi kalau bukan Dira. Mataku langsung terbuka lalu menoleh kearahnya. Tak biasa-biasanya Dira berpindah-pindah posisi tidur seperti ini, dan ini sangat menggangguku.

Entah kemana akal sehatku, yang tak betah dan tak sabar melihatnya seperti itu, langsung menarik tubuhnya perlahan agar mendekat, dan membiarkan kepalanya merebah di dadaku. Dan ternyata ini adalah keputusan yang benar-benar salah! Dira yang kepalanya sudah merebah di dadaku, ternyata jari-jari kanannya dengan bebas mengusap lembut dadaku hingga membuatku merinding seketika. Hingga akhirnya tak lama kurasakan tangannya tak bergerak lagi dan tenang dalam tidurnya.

Bagus. Setelah itu justru aku yang binggung, bagaimana caranya aku bisa tertidur dalam posisi seperti ini, dengan detak jantung yang berlomba. Dan ini sukses membuatku terpaksa terjaga sampai pagi.

Sepertinya pagi ini akan terasa panjang. Dengan kantuk berat yang akan segera menderaku.

"Nih"katanya tiba-tiba seraya memberiku secangkir kopi hitam pekat, setelah itu dia duduk di seberangku lalu mengolesi selai strawberry dan cokelat untuk ku dan dia. Nah, tak biasa-biasanya juga Dira malas membuat sarapan untukku, dan berakhir hanya memakan roti dengan selai seperti sekarang. Setelah menyelesaikan sarapan kami, aku dan Dira bersiap berangkat.

Tiba-tiba Dira meraih tangan kananku lalu menyerahkan sebuah kunci di telapak tanganku "Apa'an nih?"

"Kunci motor, masih nanya?"

Jadi dia mau aku naik motornya gitu? Lucu. "Yang mau aku tanya, ini maksudnya apa?"

"Maksud aku, kamu nganterin aku... Terus, abis itu baru deh kamu ke kantor kamu"

Alisku terangkat sebelah. "Pakai ini?"Tanyaku tak yakin.

"iya"dia mengangguk.

Akhirnya dengan berat hati aku melangkah keluar rumah disusul Dira yang berjalan di belakangku. Aku sampai lebih dulu di dekat motornya.

Aku memandang sesaat motornya, motor yang terawat dan terlalu banyak modifikasi untuk di miliki oleh seorang perempuan. Aku yakin gaji istriku ini banyak yang terbuang untuk motor ini, tunggu... Istri? Tidak buruk juga sebutan itu. Aku jadi tersenyum geli.

Tiba-tiba ada yang menyenggol pinggangku dengan siku tangannya, dan sudah pasti itu adalah Dira. "Kenapa senyum-senyum gitu? Ya... Memang motor aku ngga ada apa-apanya dibandingin sama mobil kamu" gerutunya kesal.

Aku tak membalas ucapannya justru malah kembali memandang motornya. Aku menghembuskan nafas keras, ini adalah pertama kalinya aku mengendarai motor lagi, setelah kecelakaan dua tahun lalu, sedikit ragu, apalagi disini aku harus membonceng Dira.

Aku takut kita terjatuh, dia terluka dan... Arghhh... Difta, hentikan sugesti aneh itu. Wait... Aku menyebut namaku Difta? Aku rindu nama itu, hanya J dan segelintir orang saja yang memanggil nama itu, padahal dulu hanya mama yang memanggilku dengan nama Arya.

"Tadi senyum-senyum sendiri, sekarang malah bengong. Ayo... Nanti aku telat." ucapan Dira membuatku langsung menoleh padanya.

"Ayo."ajakku yang langsung menaiki motornya.

"Tunggu, nih" Dira memberiku sebuah jaket kulit, jadi Dira itu terlambat menyusulku karena mengambil jaket untukku dulu? Hm... Istri yang baik.

Sampai di depan kerja'annya, Dira turun dari motor, dan aku membuka helmku. Terserah jika nanti banyak yang terpesona melihatku.

Gay Back To NormalWhere stories live. Discover now