iv

56 3 0
                                    

Aku tak tahan lagi, aku sungguh-sungguh tak tahan lagi. Tegaskanlah semua hal ini. Kau adalah manusia paling pengecut dan suka bertele-tele. Aku tak bisa membedakan lagi sikap apa yang kau berikan padaku. Apakah sikap seorang sahabat atau sikap seorang kekesih. 

“Kamu menganggapku apa? Perhatianmu menurutku bukan perhatian seorang sahabat! Perhatianmu lebih dari perhatian seorang sahabat. Tegaskan padaku, apakah hubungan kita ini? Apakah kau menganggap aku seseorang yang berarti penting dan memiliki tempat khusus dihatimu?” 

Semua kata sudah terucap, setelah itu semua yang kau ucapkan adalah kunci hatiku. Kunci dari semua hal yang tak jelas ini. Kau terdiam, kau lemparkan pandangan pada ranting-ranting mawar yang kini dipenuhi bunga warna-warni. Aku menunggu. Nafasku sesak.  

“Aku...menganggapmu seperti bunga mawar ini. Begitu indah dan banyak mengundang serangga. Tak semua serangga baik, banyak dari mereka yang ingin merusakmu. Aku adalah duri yang berada di setiap ranting-rantingmu. Aku menjaga semua mahkota bungamu yang menyebarkan bau semerbak. Menarik setiap serangga yang melewatimu. Aku, di depanmu menjagamu, sama halnya kamu menjagaku dulu. Tak kubiarkan kamu terluka atau tersakiti oleh yang lain,”  kata-kata yang kau ucapkan seperti air, mengalir begitu saja. 

Tunggu ini tak benar. “Kamu...,” suaraku tersekat. “Aku memang menjagamu tapi tak pernah aku membatasi ruang lingkup pergaulanmu..,”  suara yang hampir berteriak lantang tertahan oleh jari telunjuk yang mendarat lembut di bibir ini. 

“Ya itulah takdirmu! Kamu wanita! Aku dan kamu berbeda. Aku tidak mau kamu terluka.” 

“Cukup, kau terlalu bertele-tele!” emosiku memuncak. “Putuskan sekarang juga!” 

SENYUM-SENYUM PALSUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang