58. Keciduk Lagi

1.2K 185 73
                                    

***

Warning! 7000++ words Maaf ya kalau membosankan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Warning!
7000++ words
Maaf ya kalau membosankan.

***
-🐶-

"Jadi itu juga alasan papi kamu mau bagi hartanya buat aku? Papi kamu merasa bersalah sama aku?"

Fabian mengangguk, "Yahh.. papi, aku, dan Kak Silvy. Kita semua merasa bersalah harus nyeret kamu ke masalah orang tua kita."

Masih di malam yang sama.

"Tapi..." ucap Vania yang menggantung.

"Tapi apa?"

"Gak deh. Gak jadi." Vania menggeleng. Lalu menunduk.

Tapi Fabian sadar kalau istrinya itu terlihat ragu seperti ingin menyampaikan sesuatu. "Kamu mau ngomong apa? Kayak ragu gitu?"

"Haaa?" Vania menoleh pada suaminya.

"Kamu bicara aja Van, aku fine kok."

Vania kembali menatap mata suami nya yang menatapnya sendu dan sayu. Terlihat sekali di wajahnya kalau laki-laki itu sangat lelah. "Soal besok..."

"Ya? Kenapa soal besok?"

"Aku gak bisa." Vania menghela napasnya kasar. Dadanya terasa terhimpit beban yang besar. "Aku gak bisa terima semua pemberian papi kamu. Aku baik-baik aja tanpa aset itu, aku bisa membiayai Ardhan dengan gaji ku sendiri. Dan soal mami kamu, aku udah maafin. Tapi maaf aku belum bisa nemuin beliau." Lanjutnya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Aku berterima kasih dengan upaya papi yang berusaha menebus semua kesalahan papi sama aku dan Ardhan. Tapi gak perlu berlebihan dengan memberikan sebagian aset nya untuk kami. Aku masih sehat, aku muda, aku masih kerja, aku masih sanggup setidaknya sampai anakku kuliah nanti. Dan aku juga yakin ada kamu yang pasti ikut membiayai Ardhan. Aku bukan sombong, tapi aku gak mau papi  menebus dosa nya sampai harus merelakan sebagian besar hartanya yang sudah beliau  perjuangankan hanya untuk rasa bersalahnya."

"Bahkan tanpa harta itu pun, aku sudah memaafkan papi, mami dan... kamu."

"Van..." Fabian tercekat menatap istrinya.

"Iya, aku udah maafin kamu. Tapi bukan berarti permintaan cerai aku batalkan. Aku tetap ingin cerai. Aku maafin kamu karena bagaimana pun kamu papi dari Ardhan, aku gak mau kita ribut. Kita harus damai demi anak kita." Vania mengerjapkan kedua matanya yang sudah berlinang air matanya. "Aku.... aku masih berusaha menerima takdir kita yang entah kenapa sangat rumit. Aku memang benci sama kamu, dan aku gak bisa denial kalau ternyata aku masih sangat mencintai kamu, Fabian. Tapi aku rasa kita gak bisa saling mencintai sebagai suami istri. Kita bisa kok co-parenting setelah cerai nanti."

Fabian menatap Vania yang terisak di tempatnya, begitupun dengan dirinya yang sejak tadi berusaha tangis, tapi pada akhirnya air mata pun turun tanpa bisa ia tahan lagi. Hatinya terasa di remas setiap air mata yang lolos dari mata indah istrinya. Ingin sekali laki-laki itu merengkuh tubuh kesayangannya itu. Tapi ia sadar, ia tidak pantas. Ia sudah terlalu jahat pada istrinya.

Pengabdi Istri (The Series)Where stories live. Discover now