🦋32: Maaf

1.3K 211 48
                                    

Hari ini lagi bahagia, jadi update lagi. Senang tidak? Kalian banyak-banyak vote dan komen deh, biar saya rajin update juga. Happy reading, yaw!

💭ִ ♡‧₊˚🧸✩ ₊˚🧁⊹

Suasana seketika hening, Askara menundukkan kepala penuh rasa bersalah. Dia menyesal telah menuduh Aisha hingga melontarkan kalimat yang tidak seharusnya dia katakan apalagi sampai mengeluarkan suara keras kepada Buna-nya. Mestilah dia juga membuat Aisha sakit hati atas perkataannya yang menyakitkan.

“Jadi, Naima yang udah celakai kamu?” tanya Askara setelah lama diam. Dia memejamkan mata sejenak menahan emosi begitu mendapat anggukan kepala dari Asya.

Asya termenung mengingat kejadian di mana dia terlibat pertengkaran dengan Naima hingga berujung dia jatuh dari tangga. Saat itu Asya sedang berjalan hendak ke dapur, di tengah perjalanan dia bertemu Naima yang menyapanya. Asya tidak menaruh curiga sama sekali, dia pun tidak menolak ketika Naima mengajaknya berbicara. Namun, Asya tidak menyangka pembicaraan mereka menjerumus pada hal yang tidak dia sukai.

“Mbak Asya bahagia nggak sih nikah sama Gus Askara?” tanya Naima tiba-tiba.

“Apa maksud pertanyaan kamu? Tentu aja aku bahagia.” Asya menjawabnya dengan lembut, dia hanya merasa terkejut akan pertanyaan Naima.

Naima tertawa canggung, dalam hatinya dia berdecih. “Oh, kirain. Habisnya aku lihat-lihat Gus Askara kayak tertekan, wajar aja sih kalian nikah tiba-tiba, mana dijodohkan pula. Pasti kalian nggak saling cinta, nggak tahu deh gimana ke depannya.” Seperti tidak ada pembicaraan lain, selalu saja Naima menyebut kalimat seperti itu ketika berbincang dengan Asya.

“Kami saling mencintai, jangan asal bicara sembarangan. Kalau orang lain mendengar, mungkin bisa terjadi salah paham.” Asya menatap lurus bola mata Naima, dia mengulas senyum tipis yang tidak bisa dilihat Naima. “Aku perhatikan kamu nggak suka banget melihat pernikahan aku dengan Mas Aska, kenapa?”

“Ya, karena aku nggak suka!” teriak Naima tanpa bisa menahan diri lagi. “Harusnya aku yang ada di posisi itu sekarang, bukan kamu, Mbak!”

Asya mengusap dadanya sabar, senyuman manis masih dia ukir di bibirnya. Asya tidak menyangka Naima dengan beraninya mengakui hal tersebut di depannya. Dia pikir memang hanya pemikiran ibu mertuanya yang belum tentu benar mengenai perasaan Naima, tetapi ternyata memang benar adanya.

“Asal Mbak tahu, aku suka sama Gus Askara dari dulu sebelum ada Mbak Asya, tapi kenapa Mbak Asya yang jadi istrinya Gus Askara? Jelas aku nggak terima, Mbak!”

“Itu artinya kamu dan Mas Aska nggak berjodoh, makanya Allah nggak menyatukan kalian.” Asya menghela napas, menatap Naima yang emosi. “Naima, apa yang kamu sukai, belum tentu bisa kamu memiliki jika Allah nggak berkehendak. Aku yakin kamu akan mendapatkan yang lebih baik dari Mas Aska. Jadi, tolong, aku mohon sama kamu, hilangkan perasaan kamu sama suami aku.”

Naima menggeram marah mendengar Asya sengaja menekan kalimat ‘suami aku’ dalam ucapannya seolah menyadarkan dirinya bahwa Askara memang berstatus sebagai suami Asya. Naima melangkah mendekat, menatap Asya sangat tajam juga penuh emosi.

“Semudah itu kamu ngomong?! Aku nggak bisa melupakan Gus Askara begitu aja tanpa aku bisa mendapatkan dia. Mbak pikir aku akan menyerah? Nggak akan, Mbak! Aku akan berusaha untuk merebut Gus Askara dari Mbak!”

Asya sontak beristigfar, dia menggeleng-gelengkan kepala mencoba menyentuh bahu Naima untuk menenangkan perempuan itu. Namun, Naima menyentak tangan Asya dengan kasar. “Istigfar, Naima. Jangan melakukan hal gila untuk memiliki laki-laki yang berstatus suami orang.”

Pilihan HatikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang