🦋15: Perkara Nama Panggilan

1.8K 202 27
                                    

💭ִ ♡‧₊˚🧸✩ ₊˚🧁⊹

“Kita sudah menikah, Aisha. Saat kamu melarikan diri, saat itu juga kita sah menjadi suami-istri,” ujar Ankara memberanikan diri menatap mata Aisha.

Aisha pun mendongakkan kepalanya dan detik itu juga tatapan keduanya bertemu. Aisha tidak tahu mengapa jantungnya berdebar kencang, entah karena dia yang masih lelah habis berlari atau karena dia terpesona dengan ketampanan Ankara.

Mata Aisha mengerjap, dia tersadar dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Astaga, apa yang sudah dia pikirkan? Masa hanya karena melihat Ankara yang tampan, dia jadi berubah pikiran.

“Ih nggak! Gimana bisa? Kan, gue nggak ada di sana!”

Ankara menarik sudut bibirnya untuk tersenyum yang malah terlihat menjengkelkan di mata Aisha. “Mempelai wanita tidak diharuskan hadir pada saat pelaksanaan akad nikah. Artinya, akad nikahnya tetap sah meski tanpa kehadiran mempelai wanita. Sampai sini paham?”

“NGGAK! GUE NGGAK MAU NIKAH SAMA LO!”

“Sudah terjadi, mau bagaimana lagi?”

Aisha benar-benar kesal, lihatlah wajah Ankara yang amat menjengkelkan itu. Seakan-akan sedang meledek dirinya.

“Percuma saja kamu lari, saya pasti menemukan kamu. Ayo kembali, semua orang pasti sudah menunggu. Masih ada beberapa hal yang harus diselesaikan, Aisha. Kita belum memasangkan cincin, menandatangani buku nikah dan lain sebagainya.”

Aisha diam, dia menatap tangannya yang digenggam Ankara. Senyum licik tercetak di bibirnya, Aisha menginjak kaki Ankara dan menggigit tangan Ankara hingga genggaman keduanya terlepas. Setelah itu Aisha kembali berlari, namun nahas karena kaki Aisha tiba-tiba terasa sakit. Aisha lupa bahwa dirinya tidak memakai alas kaki sama sekali.

“Sakit!” pekik Aisha.

Ankara menggeleng-gelengkan kepala sembari memijat pangkal hidungnya, dia pun mendekati Aisha dan berjongkok di hadapannya. Ditatapnya wajah Aisha itu yang kini bibirnya cemberut, sangat menggemaskan menurut Ankara.

“Sudah puas larinya, hm? Masih ingin kabur lagi?”

Aisha mengerucutkan bibirnya kesal, sumpah dia merasa kapok sekarang. Harusnya dia menyiapkan segalanya dengan tepat, bukan seperti ini yang asal-asalan. Kabur dengan modal nekat, sangat tidak patut untuk dicontoh.

Ankara menghela napas panjang, dia menarik kaki Aisha yang terdapat luka kecil di sana. Ankara kembali mendongak menatap Aisha, dia bangkit seraya mengusap pucuk kepala Aisha. “Pakai sandal saya,” ujar Ankara meletakkan sandalnya di hadapan Aisha.

“Nggak mau!” tolak Aisha cepat.

Ankara melirik jam di pergelangan tangannya, sudah jam sembilan. Kemungkinan Askara juga sudah selesai melaksanakan akad nikah. Mengalihkan pandangan kembali pada Aisha yang saat ini mengibas-ngibaskan tangannya pada wajah, Ankara dengan cepat mengangkat tubuh Aisha kemudian menggendongnya ala karung beras. Sontak, Aisha memekik terkejut.

“HEH! GILA YA LO?! TURUNIN GUE!”

Ankara tidak memberikan respons sama sekali, pria itu terus melangkahkan kaki membawa Aisha pulang ke rumah di mana pernikahan mereka dilangsungkan. Sementara Aisha masih berusaha menghentikan Ankara dengan memukul tubuh pria itu yang justru membuatnya lelah sendiri.

Beberapa menit kemudian, mereka sampai juga. Tamu undangan tentu saja memperhatikan keduanya, sebagian dari mereka ada yang tertawa merasa lucu dengan pengantin baru itu. Beda lagi dengan orang-orang yang sudah Aisha hafal sifatnya di luar kepala, tetangga yang suka melontarkan kalimat tidak pantas padanya tentu saja mencibir dia atas tingkahnya.

Pilihan HatikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang