30

1.7K 165 18
                                    

Akhir Ragustiro [2]

*

"Loh, ada Abang?" Tara tersenyum ngeri dengan wajahnya yang penuh dengan darah. Membuat siapapun yang melihatnya, langsung berpikir bahwa ia adalah psikopat.

Tara mengusap darah yang menempel di pipi dan bibirnya, lalu menjilatinya seperti kecap yang menempel di jari. Frandika merinding, merasa takut karena bertemu dengan adik laki-lakinya yang ia kira sudah meninggal waktu itu.

"Kamu. . Bukannya udah—"

"Mati? Belum dong," sela Tara sambil berjalan mendekati Frandika yang masih diam mematung di tempat. Tara mengangkat tangannya yang menggenggam pisau, lalu mengelus sekitar leher Frandika dengan lembut, membuat sang empu kembali merinding, dan hampir saja mengompol.

"Ra, ada dua orang di sini."

Tara dan Frandika mendongak, melihat Chika yang berada di lantai dua, melihat mereka berdua dengan tatapan memburu karena takut dua perempuan yang berada di kamar itu menyadari kekacauan yang ada di luar.

"Otewe say!" Seru Tara lalu menendang Frandika, membuat laki-laki yang lebih tua itu terjatuh di lantai dan tak mampu untuk bangkit karna masih merasakan takut yang luar biasa. "Jadi nyesel ngebiarin Abang hidup dulu, sekarang malah jadi cupu gini. Oh, iya? Abang jadi guru ya di sekolahnya Rinaldi? Harusnya Abang malu, kerja di tempat lawan sendiri!"

Tara meludahi abangnya yang masih tersungkur di lantai, tak ada niat untuk bangkit dan melawan adiknya. Frandika takut, bahkan tubuhnya gemetaran dan tak bisa ia kendalikan.

"Udah belum, Ra?" Tanya Chika lagi dari atas, masih menunggu kedatangan Tara yang sibuk mencemooh abangnya sendiri. "Sabar dong, sayang," jawab Tara lalu melangkah menaiki tangga, menyusul Chika yang menatapnya dengan malas.

"Lama," keluh Chika.

Tara terkekeh lalu mengecup pipi Chika sekilas, membuat kekasihnya itu menghela napas dengan panjang. "Buru ah, mau main ke rumah Lulu, nih."

"Iya sayang," balas Tara sambil mengangguk dan berjalan menuju pintu kamar yang di maksud oleh Chika tadi. Tara mendekat, lalu menempelkan telinganya di permukaan pintu yang tertutup itu. Terdengar suara decakan serta desahan dari dalam, membuat wajah Tara memerah dan mengurungkan niatnya.

"Kenapa, Ra?"

"Lagi bercinta," ucap Tara ragu untuk mendobrak pintu itu. "Kasian tau, Chik. Kalau di dobrak, ga jadi bercinta. Di sela itu ga enak!" Pungkas Tara dengan ekspresi lebay.

Chika menghela napasnya lagi, tak habis pikir dengan jalan pikir Tara yang seperti ini. "Trus gimana?" Tanya Chika dengan raut wajah bingung.

"Biarin aja. 'kan cewe juga, toh? Bisa apa sih mereka?" Remeh Tara pada dua perempuan yang sedang bercinta di dalam. Dia tak tahu saja, jika salah satu dari dua perempuan itu adalah teman Kathrina yang pernah ia hadapi di rumah Davidra. "Yaudah, yuk pulang," ajak Tara sambil menggandeng tangan Chika, menuju lantai satu.

Mereka berdua berhenti sejenak, melihat lautan darah yang mereka berdua buat barusan. Semua pelayan, penjaga dan juga Ragustiro sendiri sudah mereka habisi.

Inilah akhir dari Ragustiro.

Keluarga ini tak memiliki penerus utama lagi.

"Kita ketemu Feni-Feni itu dulu, baru pulang," ucap Tara. Chika mengerutkan keningnya, sedikit bingung dengan Tara yang tiba-tiba berucap demikian.

"Aku pikir kamu ga mau nurut sama dia?"

Tara menggeleng, lalu kembali menarik tangan Chika menuju pintu depan dan membukanya. Laki-laki itu tersenyum, sembari menekan tombol buka pagar otomatis Tara langsung menarik tangan Chika dan pergi dari halaman depan.

PENGASUHWhere stories live. Discover now