2. Gamara

785 75 6
                                    


Seorang gadis baru saja keluar dari kamar mandi, setelah menyelesaikan ritual pagi. Sebuah bathrobe membungkus tubuh rampingnya. "Jam berapa ya, sekarang?" gumam Naya. Meraih ponsel di sisi nakas lampu tidur. Sembari duduk dikursi belajarnya.

"Masih pagi," melihat jam menunjukkan pukul 08.00 diponselnya. Gadis itu terlihat sedang memikirkan sesuatu. Ia belum mengurus kepindahan kuliahnya, tapi Tomy bilang yang akan mengurus itu semua. Jadi, tiba waktunya nanti, Naya tinggal masuk.

Naya menghela nafas pelan. Jika menghabiskan waktu seharian dirumah. Naya merasa bosan.

"Kak Gama." ucapnya ketika teringat pria tampan itu. Namun sayang sekali, Naya tidak bisa menghubunginya, gadis itu belum mempunyai nomor kontak Gama. Tapi itu tidak menjadi masalah besar, jarak rumahnya dengan Gama hanya melewati 2 rumah saja.

"Semoga, Kak Gama nggak ada matkul hari ini." ia pun bergegas mengganti pakaian dan sedikit memoles make up diwajahnya.

Tak sampai 30 menit, kini Naya sudah berada di kediaman Bagaskara. "Gimana kabarnya, kamu, Nay?" tanya Ifa seraya menggandeng tangan kecil seperti dirinya.

Naya mengumbar senyum cantiknya. "Alhamdulillah, Tante. Tante juga kabarnya gimana sama Om Bian?"

Berpindah posisi, kini Ifa merangkul lembut bahu Naya. Sembari mengusap pelan,"Baik, juga. Om, lagi nggak dirumah. Pagi banget udah berangkat meeting." Respon yang gadis remaja berikan itu berupa anggukan.

"Gama masih dikamar, belum keluar setelah sarapan tadi pagi." dalam hati Naya bersyukur sekali, tanpa bertanya Ifa seolah Tanu maksud kedatangannya.

"Kaya anak gadis ya, main kamar terus."

Ifa menoleh hidung Naya pelan,"Kamu salah besar, Gama itu suka main keluar. Hah, anak itu jarang lama-lama dirumah."

Keduanya pun duduk di ruang tengah. "Oalah... Hehe, kirain." kekeh Naya sedikit tidak enak.

"Tante panggilin ya, Gamanya. Atau kamu mau ke kamarnya?"

Mendapat tawaran seperti itu Naya sebenarnya ingin ke kamar Gama. Kamar cowok itu rapih, nuansa gelap, wangi, Naya jadi teringat 3 tahun lalu sering menghabiskan waktu dirumah ini. Naya lebih suka main ke rumah Gama dari pada main diluar bersama teman sebayanya.

Mungkin juga karena sebab itu yang membuat seorang Gamara Bagaskara jatuh hati pada Kanaya. Namun perasaan pria itu tidak diketahuinya, lebih tepatnya diam-diam menyukai.

Gamara bukanlah sosok pengecut. Jika pun memberontak menuruti pikirannya yang selalu ingin memiliki Naya sendiri, itu bisa saja terjadi. Namun ada hati pula yang sebagai opsi oposisi.

Musuh nyata itu ialah melawan pikiran yang tidak sejalan dengan hati. "Nah pas banget, itu Gama." ujar Ifa menunjuk dengan dagunya. Spontan Naya mengikuti arah pandangnya.

Caranya menuruni tangga, setiap langkahnya terlihat memesona. Tanpa menebar pesona akan ketampanan itu. Sungguh, Gamara memang pria tampan berkharisma. "Aish.." Naya menggelengkan kepalanya saat hati dan matanya memuji ketampanan Gamara.

"Kamu mau pergi, Gam? Naya kesini mau main sama kamu." kata Ifa menatap Gamara sudah berdiri disisi tempatnya duduk. Pupil mata Naya membesar ketika Ifa baru saja mengatakan maksud kedatangannya.

"Eh.. Naya kesini juga mau ketemu Tante, bukan sepenuhnya main hehe." alibinya meringis samar. Sedangkan tatapan mengintimidasi dari seseorang yang terasa jelas Naya rasakan.

"Mama tinggal ya, kalau mau pergi hati-hati pulangnya jangan larut." pesan Ifa sebelum meninggalkan keduanya sendiri.

Gadis dengan celana jeans kulot berwarna biru pudar dipadukan crop top lengan panjang berwarna hijau sangat cocok di badan putih itu. Untungnya kadar kependekan crop top itu tidak begitu pendek hingga masih bisa menutupi perutnya yang bersih.

Gamara's Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin