10

7.1K 86 1
                                    

Aku berharap sesuatu akan memisahkan mereka, sebelum kedua mataku ini benar-benar tertutup rapat. Bagaimana aku tidak bosan dengan percakapan panjang selama 2 jam lebih? Sedangkan aku langsung begitu saja tersingkirkan. Sungguh di luar pikiran, mereka ternyata sefrekuensi.

"Sering-sering datang lah kemari untuk membicarakan ribuan Atlet terkenal bersama ku!" Baru kali ini aku melihat Nenek sangat bersemangat meski sakit.

"Jika ada waktu, pasti saya sempatkan untuk datang , itupun jika cucu anda tidak merasa keberatan." pungkas Pak Gian sekilas melihat ku. Dia pasti merasa apa yang saat ini ia lihat. Mataku sudah seperti panda.

"Dia tidak akan merasa keberatan, ya kan Sha?" sahut Nenek melirik.

"Ya..." balasku tidak kuat lagi. "Sepertinya Gheisha sudah sangat mengantuk. Saya pulang sekarang."

"(Akhirnya setelah sekian lama..)"

"Hati-hati atas perjalanan malam nya, semoga kaki mu cepat sembuh." pesan Nenek berjabat tangan dengan Pak Gian yang berakhir Nenek mencium kedua pipi nya. "Hahaha terimakasih."

"Kau akan ku anggap cucu ku mulai sekarang," kata Nenek tersenyum lebar. Aku hampir tak mempercayai kenyataan ini!

"Baik. Saya pulang lebih dulu." Berbalik badan nan menuju pintu keluar. Nenek spontan memberi tanda bahwa aku harus mengantarnya. Sebenarnya aku hendak menolak tetapi, Nenek sudah melotot duluan.

"Hati-hati di jalan." pesan ku terpaksa. "Terimakasih." Anehnya bajingan ini tak langsung pergi, dia masih menetap di hadapan ku menatap ku penuh harapan.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanyaku, aku berhak berucap formal sebab dia masih atasan ku. "Boleh saya memeluk mu?"

Sial. Aku hampir saja kehilangan detak jantung ku. "Ng? Saya tidak salah dengar?"

"Tidak." singkatnya membalas.

"Untuk apa?" tanyaku lagi menaikkan satu alisku. Mungkin karna pertanyaan ku, Pak Gian langsung beralih keputusan. "Tidak. Sepertinya kamu sangat keberatan." ucap nya melesu seraya membalikkan badan nan pergi begitu saja dengan kepala tertunduk.

Melihat ia yang berjalan dengan kaki pincang, aku menjadi tak tega. Apa salahnya jika aku memeluk nya?

Lari yang perlahan terhenti, aku memeluk Pak Gian dari arah belakang melingkarkan tangan ku pada perutnya secara erat. Entah apa yang dirasakannya saat ini, yang penting, aku sudah mengabulkan permintaan nya meski ini menjadi yang terakhir.

"Lain kali jika mau memeriksakan kaki Bapak, bilang ke saya, saya bisa temani." tawarku padanya.

Hembusan nafas panjang yang ku dengar dari dalam punggung nya, menjadikan ku paham tentang apa yang Pak Gian rasakan. Yeah aku sempat terpesona dengan punggung Pak Gian yang selalu ku cakar-cakar itu.

Lanjut ia berbalik badan, pria itu menjawab, "Ya." singkat, padat dan jelas. Ucapannya memang begitu namun tidak untuk pelukan nya. Aku merasa terbalaskan meski hanya beberapa detik saja.

"(Aku begitu ingin mencium mu)" - Gian

°°°

Berbeda dari pagi yang biasa aku rasakan, kali ini Nenek berpesan sesuatu padaku.

"Titip salam ku pada Gian. Suruh dia kemari jika dia tidak sibuk. Nenek sangat merindukan nya."

Yeah, aku masih belum bisa menerima kenyataan ini. Aneh saja, hanya dalam satu malam Nenek langsung tertarik dengan Pak Gian hanya karna mereka berdua sefrekuensi. Benar-benar di luar perkiraan ku. Tapi setidaknya hal ini sedikit membuat ku tenang, berkat Pak Gian, kondisi Nenek jauh membaik. Perkiraan beberapa hari kedepan akan di perbolehkan pulang.

Don't Want to Share [REVISI]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin