Chapter 4

16.9K 2K 620
                                    

Setelah menyelesaikan satu gambar, ia menuliskan tanggal di pojok kiri. Dan cewek itu tersenyum.

Tanggal 12 Januari.

Ia seraya menyobek gambar itu dari buku sketsanya, lalu menyelipkannya di antara salah satu halaman pada buku hariannya.

Ia melirik jam yang berada di meja belajarnya. Jam satu lebih tiga menit. Dan Rika belum tidur. Padahal, besok ulangan sosiologi.

Ah, peduli apa Rika dengan sosiologi.

Rika itu tergolong malas belajar dan benci perpustakaan. Alasannya simpel saja, karena hidungnya gatal jika bertemu buku buku lama.

Ia berjalan ke tempat tidurnya lalu berbaring sembari menghadap lampu tidurnya.

Dan suara itutiba tiba saja terlintas dalam pikirannya.

"Kasih gue satu kesempatan, dan gue akan pakai kesempatan itu baik baik."

Cowok itu emang aneh, batin Rika.

Lalu dirinya terlelap.

~~~~~

Tiba tiba saja, Ray berlari dan mensejajarkan langkahnya di samping Rika, sambil menyapa; "Hai, Rik. Gimana ulangan sosiologinya?"

Disaat itu pula, ia ingin melenyapkan dirinya sendiri.

Pertanyaan demi pertanyaan dari Ray sama sekali tidak digubris Rika. Gadis berkuncir kuda itu tetap berjalan lurus sambil menyapa teman temannya yang lewat. Hingga langkahnya terhenti kala melihat salah satu pintu.

Ray jelas mengernyitkan dahi bingung. "Lo ... ngapain ke sini?"

"Terserah gue lah. Kaki, kaki siapa yang jalan ke sini? Kaki gue 'kan? Yang pengen ke sini siapa? Gue 'kan?"

"Tapi ini perpustakaan, Rik." Katanya sambil menahan kenop pintu perpustakaan.

"Terus kenapa?"

Ray langsung bungkam. Terlalu menusuk dan dingin. Ia melirik cewek itu sekilas dan pergi meninggalkannya.

Ray tahu, semuanya butuh proses.

Sementara Rika, ia harus bersusah payah memasuki perpustakaan sambil menutup hidungnya dengan masker yang sudah dibawanya.

Ini semua salahnya tadi malam yang tidak sungguh sungguh belajar untuk ulangan sosiologi hari ini. Sebagai ganti nilai ulangan jeleknya, ia harus membuat laporan tanpa boleh melihat dari internet.

Menyebalkan sekali.

Sesampainya pada lorong buku pelajaran, bau buku lama menyeruak. Dan inilah yang Rika benci ketika di perpustakaan.

Derap langkahnya menggema. Ini semua karena perpustakaan ini terlalu hening dan sepi. Rika mulai meneliti satu satu buku. Mengambilnya jika perlu.

Tumpukan buku buku tebal sudah ada di tangan Rika. Hanya tinggal satu buku lagi yang perlu ia cari, dan setelah itu, ia meminjamnya dan membawanya ke rumah.

Ia tersenyum senang kala menemukan buku yang dicarinya lantas mengambilnya.

Dan Rika terpaku.

Melalui celah lubang yang tidak terbuka itu, ia bisa dengan jelas melihat seseorang.

Hidungnya mancung, mata yang terbingkai kacamata itu beriris cokelat tua, pipinya tirus, beralis tanggung.

Dan yang membuat Rika terpaku adalah ... cowok itu sedang melihatnya. Intens.

Aji.

Rika buru buru mengganti ekspresi wajahnya menjadi senyuman manis, lalu buku buku yang ada di tangannya itu jatuh ke lantai dengan sangat mengenaskan.

EnsconceWhere stories live. Discover now