X. Amato

1.5K 302 31
                                    

Pria berambut hitam bermata biru itu tengah duduk di belakang meja kerjanya, sebuah puntung rokok yang masih menyala terselip di antara kedua bibirnya. Matanya menekuri dokumen yang berada di tangannya, Ferro Belucci, usia pria itu mungkin sudah menginjak kepala empat, tapi masih tidak bisa mengubah sifat kekanakannya dan mungkin sifat pendendamnya yang sudah terlanjur mendarah daging.

"Ferro," Dante memanggil pria itu, Ferro mengangkat kepalanya, sedari awal sudah menyadari kehadiran Dante, tetapi memilih untuk mengabaikan pria itu dan menunggu hingga Dante berbicara. "Kau ... " Dante berusaha menemukan kata atau kalimat yang pas untuk bajingan yang ada di depannya ini, tetapi tak ada satu pun yang bisa ia keluarkan selain serangkaian umpatan dan caci maki.

"Apa kau sudah puas?" Ferro mengangkat alisnya, ia meletakkan sekumpulan dokumen di atas meja lalu menarik napas panjang. "Aku tak tahu bagaimana cara yang tepat untuk memanggilmu kembali, seharusnya sudah sedari awal aku menggunakan Bibiana untuk memanggilmu ke sini."

"Berpura-pura mati bukanlah keinginanku." Dante mendesis marah.

"Tetapi tetap mati adalah keputusanmu." Ferro melawan balik. Dante kembali terdiam tak berkutik tanpa kata. Dibanding pertikaian antar mulut seperti ini, dia lebih suka masuk ke dalam ring di Asphere dan meninju pria ini membabi buta.

"Oh, Ferro." Dante memperingatinya.

"An eye for an eye. Occhio per occhio."

"Dente per dente."  Dante melanjutkan. "Aku sungguh tak menyangka akan pulang setelah menerima undangan pernikahan Bibi."

"Bersyukurlah aku tidak memanggilmu setelah pernikahan Bibiana."

Lagi-lagi Dante mengatupkan bibirnya. "Kau tahu misiku belum selesai. Kenapa kau memanggilku kembali? Bahkan menggunakan nama Bibiana?"

"Kau akan tahu kenapa. Kau akan menyadari kenapa." Ferro bangkit berdiri. Ruang kerjanya ini sudah lama menjadi saksi bisu untuk para capo Outfit, dari pamannya, ayahnya, hingga dirinya sendiri, entah berapa banyak darah juga yang berceceran di ruangan ini. Dia hanya berharap salah satu kenalannya tidak akan mengucurkan darahnya juga di dalam ruangan ini. Ferro menyesap rokok yang berada di bibirnya. Matanya terpejam, ia melepaskan rokoknya lalu membuka kedua tangannya lebar. "Dante Amato, aku akan mempersilakanmu memukulku sekali. Well, you deserved it."

"Aku tahu kau akan menjadi bajingan yang adil." Dante tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, dia menyambarnya dengan cepat. Kerah kemeja Ferro yang tadinya lurus licin berubah kusut di dalam genggaman tangan Dante. Dante meninju wajah pria itu sekali. Hentakan yang cukup keras hingga membuat Ferro terjatuh di atas lantai. Dante bangkit berdiri, terengah-engah. Emosi yang tadinya memuncak tersalurkan dalam satu buah tinjuan. Sudah dapat dipastikan akan ada lebam biru di wajah Ferro hingga beberapa hari ke depan.

Ferro terbatuk. "Ah, aku tidak menyangka kau akan semarah itu. Kukira kau sudah tidak ingin bergabung lagi di dalam Outfit, kau memiliki kesempatan itu, kau menyia-nyiakannya."

"Aku seorang Amato, Ferro." Dante bangkit berdiri, meski dia hanya seorang anak angkat, seorang tumbal yang dipersiapkan Antonio, dia tidak bisa menampik, dirinya masih seorang Amato.

"Berbicalah dengan Rocco," Ferro menyunggingkan senyuman tipis.

"Rocco?" Dante mengerutkan keningnya, apalagi hubungannya ini dengan Rocco Valenquez. Capo Las Vegas itu nyaris tidak pernah meninggalkan Vegas dan Lady Luck. Bukan hanya karena keberadaan Daniella dan Charles Gage, tetapi juga karena tidak ada hal yang bisa dia lakukan di Illinois.

"Dia menawarkan dirinya sendiri untuk menikahi Bibi."

"Brengsek." Dante tidak tahu ada berapa orang yang harus dia tinju hari ini, tetapi jelas pelaku utamanya sudah mendapatkan tinjuan darinya. "Satu tinjuan untukmu tidaklah cukup."

BambinaWhere stories live. Discover now