24. Bagian dari Permulaan

44 11 1
                                    

Hai, gaiss!! Aku update lagi dong 🥰

Selamat membaca yaa, jangan lupa vote dan komennya!!! ❤️

***

Salvina berjalan menuju ruangan kelas Ivara diikuti oleh Jiya dan Yashvi. Ditangannya, gadis itu menjinjing sebuah kantong plastik kecil berisikan susu rasa kelapa yang sudah ditempeli sebuah post it pada kotaknya. Susu itu merupakan minuman favorit Ivara sejauh yang mereka ketahui.

“Loh? Kok lo bertiga belum pulang? Gue kan hari ini mulai kerja di kafe,” cetus Ivara begitu keluar dari ruangan kelas.

“Kita tau, Ra. Kita cuman mau kasih ini buat lo. Hal kecil sih, but we know it’s mean a lot for you,” timpal Salvina mewakili.

Tangan Ivara sedikit naik ke atas, mengikuti tingginya tangan Salvina yang mengangkat sebuah kantong plastik. “Thank you, guys!! Ofcourse it’s mean a lot for me,” sambut Ivara dengan hati yang berbunga.

Dengan semangat, Ivara mengambil susu tersebut dan membaca tulisan yang tertera di sana.

Dengan semangat, Ivara mengambil susu tersebut dan membaca tulisan yang tertera di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Sialan lo bertiga!” kekeh Ivara setelah membaca tulisan pada post it.

Jiya meraih tangan Ivara yang lain dengan menggunakan kedua tangannya. Gadis itu tersenyum dan memberikan sebuah ketenangan. “Kita harus bertahan ya, Ra. Gue udah minta bantuan Kak Audya untuk investigasi kasus kita, semoga aja segera ada titik terang dari sana.”

***

“Neng Iva mau ke mana nihhh??” goda Darva di dalam mobil. Pria itu mengendarai mobilnya sesuai dengan kecepatan Ivara berjalan.

Karena Iva—bukanlah merupakan namanya, Ivara memilih untuk tetap fokus berjalan dengan mata yang sesekali melirik ponsel ditangannya.

“Ah elah, si Neng sombong banget! Gak usah jual mahal, Neng!” teriak Darva kembali. Namun, tetap tidak mendapatkan respons apa pun dari si gadis.

Darva mulai kesal karena panggilannya tidak digubris sama sekali. Pria itu melajukan mobilnya sedikit lebih cepat hingga berhasil memblokir jalanan tempat Ivara berjalan.

“Sialan lo, ya!” teriak Ivara secara spontan.

Darva keluar dari mobilnya dan berjalan ke belakang untuk menghampiri Ivara yang sudah melipat kedua tangannya di dada.

Sorry, habisnya badan lo kecil, jadi gak keliatan,” ejek Darva.

Mata Ivara semakin sinis setelah mendengarnya. Gadis itu memalingkan wajahnya dan hendak kembali berjalan meninggalkan Darva.

Namun, pria itu dengan cepat menahan salah satu lengan Ivara. “Mau ke mana sih, Neng? Abang panggil dari tadi juga,” ucap Darva.

“Nang Neng – Nang neng! Lo pikir lo siapa?” balas Ivara dengan kesal.

AFVARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang