4. Demi Kebaikan Naya

67.7K 6.6K 367
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Terima kasih.
___________________________________

Ternyata Naya salah, ia belum pernah melihat lelaki tampan yang sedang berdiri di hadapannya. Bertemu saja belum pernah, apalagi mengenalnya.

"Siapa lo?" tanya Naya dengan nada suara yang tak bersahabat.

"Nama saya Ali, Muhammad Ali Alfikri. Salah satu marbot di masjid ini."

Ali memanglah seorang marbot masjid, tetapi ia pun berprofesi sebagai guru di salah satu SMA ternama di Jakarta.

Naya menganggukkan kepala lantas bangkit dari duduknya dan mengulurkan tangan ke arah Ali. "Oh, kenalin gue Nayanika Adzkia Talita, lo bisa panggil gue Naya."

Bukannya menerima uluran tangan Naya, Ali malah merapatkan kedua tangannya di depan dada. Tentu saja hal tersebut dilakukan, Ali tak mau bersentuhan dengan wanita yang bukan mahramnya.

"Salam kenal, Teh." Ali berucap demikian sembari menundukkan pandangan.

"Kenapa nunduk gitu?"

Kebingungan berhasil menyelimuti Naya, pasalnya hari ini ia tak memakai pakaian minim bahan, tetapi lelaki di hadapannya ini tetap tak mau menatapnya.

"Apa gue jelek? Ah enggak ah, gue cantik." Perempuan itu pun mengarahkan pandangannya ke arah Ali. "Mas, kalau nggak niat ngobrol sama gue, mending pergi deh! Gue nggak kenal sama Mas, dan gue juga nggak suka ngobrol sama orang yang sukanya nunduk begini."

"Gue ada di depan Mas, bukan di bawah!" Karena emosi Naya sedang menguap, ia sampai berani memarahi lelaki yang sama sekali tidak ia kenal.

"Nggak sopan banget." Naya mendengkus sebal. "Mendingan gue pergi dari sini."

Tatkala Naya melangkah, langkah kakinya tiba-tiba terhenti kala Ali mulai membuka suaranya kembali.

"Afwan, Teh. Saya bukannya bermaksud tidak sopan pada Teh Naya. Akan tetapi, saya tidak mau ada syahwat jika saya menatap mata perempuan yang bukan mahram saya. Asal Teh Naya tau, pandangan yang haram adalah awal dari perbuatan zina. Dan saya tidak mau hal itu terjadi," jelas Ali.

Naya terdiam sejenak, selama ini ia sering menatap mata lawan jenis. Bahkan ia sering berciuman dengan lelaki yang bukan mahramnya tanpa ada rasa cinta, ia hanya ingin bersenang-senang saja.

"Oh ya, apa Teh Naya sedang mencari tempat tinggal? Kebetulan Ummah membuka kos-kosan putri. Kalau Teh Naya mau, saya akan memberitahu Ummah."

Suara Ali benar-benar lembut menyapu pendengaran Naya. Entah mengapa, ia merasa damai mendengar suara tersebut.

"Antar gue ke kos-kosan itu," ucap Naya setelah sekian lama diam.

Ali menganggukkan kepala. "Baik. Mari ikut saya, Teh."

Sesampainya di depan rumah Ali, Naya disuruh menunggu di depan. Sementara Ali, ia masuk ke dalam untuk memberitahu ummah-nya.

Senyum kebahagiaan yang sejak tadi ia tahan akhirnya menguar juga ke permukaan. Jelas ia merasa bahagia lantaran bisa menemukan Naya, anak dari sahabat abah-nya sekaligus perempuan yang pernah ia traktir makan es krim 13 tahun yang lalu. Jujur, ia tak menyangka bisa bertemu dengan Naya di masjid Al-Barokah.

Padahal Naya berniat kabur dari perjodohan antara dirinya dan Ali, tetapi jika Allah sudah berkehendak untuk mempertemukan kedua insan itu, pasti keduanya akan bertemu dengan cara yang tak terduga.

"Assalamu'alaikum, Abah, Ummah," salam Ali.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Aryo dan Ranti secara bersamaan. Mereka berdua yang tadiny tengah mengobrol di ruang keluarga langsung menolehkan pandangan ke sumber suara saat suara Ali menyeruak di pendengaran.

Dear Mas Ali (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang