Prolog

21K 893 14
                                    


30.000 Tahun Sebelumnya.

FallenHeim, Wilayah Selatan Atheria

Selama 30.000 tahun lamanya, untuk pertama kali matahari bersinar seperti cahaya bulan purnama di musim panas memperlihatkan semburat kemerahan. Dengan bayang-bayang kegelapan mulai jatuh di bawah garis cakrawala di semenanjung barat. FallenHeim adalah negeri tanpa malam dan siang. Negeri Para Dewa yang Maha Agung dan menawan. Namun untuk pertama kali, 30.000 tahun sejak kedatangan manusia, FallenHeim jatuh di bawah kegelapan.

"Untuk Para Dewa, Malapetaka apalagi ini" Gumam seorang Dewi Minor dengan tongkat sakti bertengger di tangannya. Rambut emasnya yang seperti jalinan benang laba-laba tidak lagi tersanggul di kepala, namun sudah berjatuhan dengan berantakan. Terdapat luka-luka kecil di bagian pipi dan dahinya. Wajah sang Dewi dulunya bersinar dengan kecantikan yang tidak akan pernah luntur oleh apapun. Namun kini telah padam oleh bayang-bayang ketakutan.

"Ini tidak seharusnya terjadi, jika bukan ulah Bangsa Mortal licik itu!!" sembur Dewi Minor lainnnya dengan suara ngeri. Menambah kemelutan yang sedang terjadi.

"Bagaimana bisa ini ulah kami? Kami bahkan tidak melakukan apapun" Balas seorang Bangsa Mortal dengan pedang bersimbah darah. Namanya Warrendale, panglima perang yang memimpin Bangsa Mortal. Nantinya akan menjadi Raja Pertama di FallenHeim. Dia duduk di kuda hitam. Lengkap dengan baju zirah perak menutupi seluruh tubuhnya. Tidak ada bagian yang terlihat, Kecuali dua mata biru laut. Tidak gamang. Tidak kenal takut.

"Seharusnya, sudah sejak lama aku musnahkan kalian" kata Dewi Freyja dengan nada dingin yang mampu menghentikan detak jantung Bangsa Mortal. Jika saja mereka tidak berada dalam keberkahan Para Dewa, mungkin kemenangan sudah ada di tangan sang Dewi.

"HENTIKAN PERANG INI, WAHAI SAUDARAKU" teriak seorang Dewa dengan lantang. Kelantangan suaranya bahkan mampu menembus seantero FallenHeim. Dewa tanpa nama yang memiliki pangkat tertinggi di antara seluruh Bangsa Immortal lainnya. "INI ADALAH PERTANDA, FALLENHEIM JUGA BAGIAN DARI BANGSA MORTAL" lanjutnya memandang kubu sebelah dengan mata menantang.

Sang Dewa merasa sangat kelelahan. Untuk pertama kali selama masa eksistensinya di FallenHeim, dia merasa kalah. Bukan karena perang yang saat ini sedang dia coba hentikan. Melainkan Bangsa Immortal yang seharusnya tampak agung dan bercahaya terlihat tidak ada bedanya dengan iblis-iblis pemangsa sedang kelaparan. Bagi sang Dewa, saudara-saudara yang ada di hadapannya saat ini, dengan pedang terhunus menghadap pada pasukan yang dia pimpin tampak lebih mengkhawatirkan daripada Matahari yang mulai menghilang di ufuk barat. Perlahan-lahan digantikan oleh kegelapan. Sang Dewa Agung tahu, tidak seharusnya cahaya di FallenHeim berganti dengan kegelapan. Karena itu adalah negeri Para Dewa. Negeri Para Dewa tidak tampak terang juga tidak tampak gelap. Negeri dengan cahaya lembayu yang menentramkan dan begitu indah.

"JIKA KEGELAPAN DATANG MENGGANTIKAN CAHAYA, INI ADALAH PERTANDA. WAKTU KITA TELAH HABIS DI FALLENHEIM" lanjut Sang Dewa Agung dengan sama lantangnya. Suaranya membahana dengan kekuatan yang dashat. Membuat Bangsa Immortal terdiam membisu. Tidak berdaya melawan Sang Dewa.

"Ini adalah negeri kita! Kenapa kita harus menyerahkan kepada Bangsa Mortal yang tidak tahu cara merawatnya?" balas Dewi Freyja tidak gentar. Sang Dewa tersenyum getir. Merasa kasihan pada sang Dewi berambut merah terang dengan paras paling menawan. Namun di mata sang Dewa, kini dia terlihat seperti malapetaka yang kehilangan keagungan seorang Dewa.

"Untuk apa pemberontakan ini, Wahai Saudariku?" tanya sang Dewa dengan lembut. Mencoba meluluhkannya dengan cara lain.

"kita adalah mahkluk agung yang pertama kali menghuni FallenHeim. Namun setelah mereka datang, negeri ini menjadi negeri porak poranda. Selalu ada perang di antara mereka. Penuh dengan kedengkian, perebutan kekuasaan. Perebutan wilayah. Pertengkaran hampir setiap waktu. Mereka malas. Mereka hanya tahu merusak. Lalu, kenapa kita harus mengalah dengan mahkluk seperti itu?" balas Sang Dewi. Matanya berbinar-binar dengan semburat bayang-bayang kegelapan.

Tale Of ValkyriesWhere stories live. Discover now