PROLOG

1.5K 200 23
                                    

Hai guys,  kenalin nih aku primavera08_  lagi ada project kolaborasi bareng  matchamallow cerita kolaborasi kami berdua akan di post di akun Minca ya :) dukung terus cerita kami berdua ya :) Buat kalian yang ingin kenal sama aku nanti aku akan sematkan linktreeku di komen biar bisa kalian follow semua akun sosmedku ya. Eh iya satu lagi, nanti aku akan share info tentang cerita ini di akun sosmedku juga loh. Ok happy reading everyone :)

***

Apakah sesuatu yang diawali dengan kepalsuan bisa berakhir bahagia?

~Elora  Harveston

***

Aku menatap lukisan di depanku dengan saksama, yang menggambarkan seorang wanita tua sedang merajut. Lukisan itu tidak hanya menampilkan detil benang wol dan rajutannya yang rumit, tetapi juga gurat-gurat wajah wanita tua itu yang merefleksikan rentang kehidupan yang sudah ia lalui. Entah untuk keberapa kalinya aku memandang lukisan itu, reaksiku tetap sama seperti saat pertama kali melihatnya.

 Terpukau. Mungkin itu kata yang tepat. 

"Elora, kupikir kau tidak akan datang!"

Sapaan Dane yang menghampiriku membuatku menoleh. Jika aku selalu terpukau saat melihat lukisan El, maka aku juga selalu berdebar jika melihat Dane. Ia adalah pemilik galeri seni ini sekaligus pria yang sudah kusukai selama dua tahun belakangan. Siapa yang tidak akan menyukainya? Ia tampan, ramah, baik hati, dan yang terpenting ia memiliki kecintaan terhadap seni. Bagiku ia adalah paket lengkap, prince charming dalam hidupku. 

Meski sudah dua tahun mengenalnya sejak aku menjadi anggota komunitas seni di galerinya ini, jujur, aku baru bisa akrab dengannya sebulan lalu. Itu karena suatu alasan

"Aku sangat senang kau mengundangku kemari, Dane." Aku berusaha menampilkan senyum lebar, meski aku tidak yakin akan terlihat secemerlang Emilia Clarke. Kata orang-orang, aku dilahirkan memiliki wajah yang tidak bersahabat.

Dane yang sudah menggandeng tanganku dan mengajakku berjalan santai, memberiku tatapan hangat. "Malah aku yang merasa tersanjung seorang pelukis terkenal sepertimu mau hadir di pameran seniku."

Ya...alasan itu adalah karena ia mengiraku sebagai sang pelukis wanita perajut yang ada di depan kami. Ia mengiraku sebagai El saat aku berlatih dengan membuat imitasi lukisannya. Sejak kecil aku suka melukis, lalu aku lebih mendalami style-ku di aliran hiper realis setelah melihat lukisan Leng Jun. Di Manhattan, El mungkin adalah salah satu pelukis hiper realis terbaik. Banyak kritikus seni yang menjulukinya seorang jenius. Namun meski namanya sangat tersohor di kalangan seniman dan kolektor, tidak ada satu pun yang mengetahui rupanya. El adalah pelukis misterius yang tidak pernah menunjukkan wajahnya, tetapi ia selalu masuk daftar seniman terbaik selama tiga tahun berturut-turut. Jika ada yang ingin membeli lukisannya, ia memiliki sebuah situs resmi yang langsung menghubungkannya dengan pembeli.

Pertama kali melihat, aku seketika mengagumi karya-karya El dan berharap bisa menyamainya. Mungkin kemampuanku sudah hampir sepertinya hingga membuat Dane terkecoh. Entahlah, alasan itu terlalu tidak masuk akal. Aku tidak mengakui terkaan Dane, tetapi juga tidak menampik, yang membuat Dane salah paham. Dane juga tidak mengecek kebenarannya lewat email website El. Atau mungkin sudah? Aku pun tidak tahu, karena Dane tetap percaya aku adalah El. Mungkin juga ia sangat percaya karena sebelum hal ini terjadi ada desas-desus di galeri seni bahwa El adalah salah satu di antara anggota komunitas seni milik Dane.

 "Aku bukan pelukis terkenal," jawabku jujur. 

Dane hanya tergelak ringan. "Aku harus menyambut tamu yang lain, tetapi jangan khawatir aku akan kembali padamu nanti. Tunggulah aku di meja utama yang sudah kupersiapkan khusus untukmu."

"Kurasa aku akan melihat-lihat terlebih dulu," ujarku menatap sekeliling galeri yang luas dengan puluhan lukisan serta patung dipajang di sana-sini.

"Baiklah, apa pun yang kauinginkan." Dane melepaskan gandengannya di sikuku lalu membawa punggung tanganku ke bibirnya. "Kau terlihat lebih cantik tanpa kacamatamu."

Bagaimana aku tidak tergoda untuk tidak mengakui bahwa aku bukanlah El jika Dane memperlakukanku dengan romantis seperti ini? Mungkin aku memang egois dan jahat, tetapi aku melihat ini sebagai sebuah kesempatan. Kesempatan yang mungkin tidak akan ada lagi seumur hidupku. Pertama kali aku jatuh cinta saat duduk di bangku SMP tetapi tak terucapkan. Lalu saat SMA aku kembali jatuh cinta dua kali kepada pria yang berbeda. Itu juga tak terucapkan karena aku tidak pernah berani bertindak untuk mengirimkan sinyal bahwa aku menyukai mereka. Akhirnya aku menghabiskan masa remajaku yang gersang hingga menginjak dua puluh satu tahun tanpa pernah sekali pun memiliki kekasih. 

Lalu kini pria yang kusukai datang sendiri dan jatuh di hadapanku, membuatku merasa bagai mendapat jackpot. Aku tidak bisa melepaskannya seperti seorang anak yang enggan melepaskan mainan yang diinginkan, meski anak itu tahu orangtuanya tidak akan membelikan. Setidaknya anak kecil itu akan menikmati momen menyentuh mainan itu secara nyata di tangannya meski tak bisa dimiliki. Itulah yang kurasakan sekarang. 

Sambil menikmati segelas cocktail yang kuambil dari seorang pramusaji yang lewat, aku kembali mengamati lukisan-lukisan lain yang dipajang dalam pameran seni ini. Setidaknya ada satu hal yang tidak palsu dalam hidupku yakni kecintaanku pada seni. Dane juga menyukainya. Kurasa persamaan ini akan membuatku mudah untuk menyelami perasaan Dane dan membuatnya jatuh cinta padaku seutuhnya sebagai Elora. Sepertinya kesalahpahaman menguntungkan ini juga berjalan lancar karena sejak sebulan kedekatannya dengan Dane, tidak ada masalah yang muncul. 

Atau mungkin aku terlalu percaya diri, karena berikutnya kudengar sebuah suara berat di sampingku. 

"Elora Harveston? Atau El?"

Aku tidak pernah mengatakan hal ini kepada orang lain begitu pula Dane yang menjaga privasi El seperti seharusnya.

Dengan tersentak aku menoleh ke samping kiriku. Aku harus sedikit mendongak karena ia lebih tinggi dariku beberapa senti.

Lucas Alden. 

Seketika aku mengenalinya. 

Tidak mungkin tidak ada yang mengenalinya. 

Dia adalah teman dekat Dane yang kerapkali datang ke galeri. Cukup populer di kalangan para anggota wanita karena ia ramah dan luar biasa tampan. Apalagi malam ini, saat pria itu mengenakan setelah jas malam tanpa cela serta rambut pirangnya yang tertata rapi. Meski wajahnya setampan adonis, aku memilih mengabaikannya karena ia perayu wanita. Aku menghindari pria dengan tipikal yang kurang serius. Lagipula selama ini ia juga tidak pernah melihatku. 

"Katakan...mengapa kau berpura-pura sebagai aku?" lanjutnya.

Berpura-pura...sebagai dia?

Sedetik kemudian aku tercekat setelah berhasil mencerna ucapannya. Tanpa sadar aku mundur selangkah. Pikiranku menghubungkan semua puzzle, mulai dari desas-desus bahwa El adalah salah satu anggota galeri seni Dane, hingga nama pria itu : Lucas. Huruf depan nama pria itu jika dilafalkan adalah...

Oh, Tuhan...

Kumohon jangan katakan adonis ini adalah El yang sebenarnya!

***

tbc

Jangan lupa vote dan komen

Dear ELWhere stories live. Discover now