D I | 05

10.7K 473 18
                                    

"Gila, bener nih gedungnya? Gede banget." Desya memperhatikan gedung yang menjulang tinggi di hadapannya. Dirinya dibuat kagum oleh gedung di hadapannya ini.

Hari ini Desya sedang berada di depan gedung milik Arsen. Dirinya berencana untuk memberikan kotak bekal kepada Arsen. Desya yang masak sendiri tentunya.

Ketika masuk, ia langsung disambut ramah dengan satpam di sana. Desya tersenyum lalu membungkukkan badannya.

"Permisi, pak."

"Iyaa, silahkan neng." Pak satpam membalas  senyuman Desya.

"Permisi mbak, ada yang bisa saya bantu?" ucap Resepsionis.

"Kalau ruangan pak Arsen sebelah mana ya mbak?" tanya Desya.

"Mohon maaf, sebelumnya mbak siapanya pak Arsen?"

"S-saya keponakannya," jawab Desya. Desya memilih berbohong agar diizinkan untuk masuk.

"Baik, ruangan pak Arsen berada di lantai paling atas. Mbak bisa menggunakan lift di sana," Resepsionis menunjukkan lift yang berada diujung.

"Oke, makasih yah mbak,"

Desya berjalan menuju lift dan masuk kedalamnya lalu menekan lantai 24. Lantai paling atas.

Tringg

Pintu lift terbuka, Desya melihat hanya ada satu ruangan di ujung sana, yang tak lain adalah ruangan Arsen.

Desya tersenyum di sepanjang koridor. "Semoga om Arsen suka sama masakan gue," ah, dia jadi tidak sabar untuk memberikan masakannya pada Arsen dan melihat bagaimana reaksinya nanti.

"Eh, mbak tunggu!" ketika Desya hendak masuk, ia dicegat oleh seseorang.

Desya mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa yah mas?"

"Mbak jangan masuk dulu. Pak Arsen lagi ada masalah di dalam," ucap pria itu. Desya beranggapan bahwa orang di depannya ini adalah sekertaris Arsen. karena tadi ia sempat melihat tulisan di meja pria itu.

"Mas tenang aja. Biar saya yang hadapi om Arsen," Desya membuka knop pintu lalu segera masuk ke ruangan Arsen.

Desya bisa melihat Arsen yang sedang duduk dengan tangan yang memijat pelipisnya.

"Assalammuallaikum, om."

Arsen mendongakkan kepalanya, ia menatap Desya dengan dingin.

"Om, aku bawain makan siang buat om. Ini makanan kesukaan om loh," Desya menyimpan kotak bekal diatas meja lalu mendudukkan dirinya di sofa.

"Wah, gede banget ruangan om" Desya melihat sekeliling, dirinya dibuat kagum ketika melihat ruangan Arsen.

"Kenapa anda bisa masuk tanpa seizin saya?!" Arsen menaikkan oktaf suaranya lalu menatap Desya tajam.

Desya tersentak ketika mendengar suara Arsen. Kenapa Arsen tiba-tiba berbicara seformal ini dan sedikit membentak. "Maaf om, tapi Desya udah izin kok tadi ke resepsionisnya." ucap Desya.

Desya mengambil kotak bekal yang berisi makanannya lalu menghampiri Arsen yang berada dimeja kerjanya.

"Om pasti belum makan, nih, Desya bawain makanan buat om," Desya tersenyum manis. Ia menyimpan kotak bekal diatas meja kerja lalu mulai membukanya.

Kotak bekal yang belum sempat Desya buka sepenuhnya melayang begitu saja. Desya terkejut ketika kotak bekal yang berisikan makanan buatan dirinya terhempas begitu saja ke lantai. Isinya pun berceceran di lantai. Ia menatap tajam sang pelaku.

"Om apa-apaan sih! Kok dilempar! Itu kan makanan yang Desya buat om!" Desya meninggikan suaranya pada Arsen.

Arsen berdiri dari duduknya lalu mencengkram kuat dagu Desya.

"Saya tidak suka jika ada yang mengganggu saya! Apalagi masuk ruangan saya tanpa seizin saya!" Arsen membentak Desya.

Mata Desya mulai berkaca-kaca. "Iyaa, Desya tau Desya salah tapi gak gini juga dong om! Setidaknya hargain Desya yang udah capek-capek masak buat om!" Desya menepis tangan Arsen yang berada di dagunya.

Arsen terkekeh sinis. "Yang nyuruh kamu masak buat saya siapa? Bukan saya kan? Jadi gak usah minta saya buat ngehargain kamu karena kamu bukan siapa-siapa saya." ujarnya penuh penekanan.

"Oh, iya, satu lagi, tolong jangan dekati saya lagi. Saya risih di dekati wanita murahan seperti anda," lanjutnya.

Plakk

Desya menampar Arsen. Matanya sudah merah padam karena menahan amarah, tangannya pun terkepal dengan kuat. Desya sangat marah ketika mendengar ucapan Arsen. Apa yang salah? Desya hanya berjuang untuk mendapatkan cintanya, kenapa dirinya malah disebut murahan?

Arsen memegangi pipinya yang perih akibat tamparan Desya tadi. Ia beralih menatap Desya tajam.

"Oke, kalau itu mau om, saya gak keberatan. Asal om tau, saya nyesel pernah cinta sama om. Ternyata ini alasan Bella gak pernah restuin saya. Apa karena perlakuan om yang seperti ini, ibunya Bella jadi meninggal? Om emang pantas ditinggal mati sama ibunya Bella. OM EMANG BRENGSEK!" teriak Desya.

Arsen yang mendengar perkataan Desya langsung mengeraskan rahangnya, tangannya terkepal kuat. Dengan amarah yang berkobar. Arsen yang tak berperasaan langsung mendorong Desya kuat. Arsen sangat marah ketika mendengar ucapan Desya yang berkaitan dengan masa lalunya, dirinya sangat tidak suka itu.

Desya terdorong ke belakang, ia tak sempat menyangga tubuhnya. Tanpa ia sangka, kepalanya membentur meja dibelakang. Kepalanya sangat pusing sekarang. Desya kemudian memegangi kepalanya dan meringis. Ia merasakan sesuatu ditangannya. Ketika ia lihat ternyata darah segar yang mengalir dari kepalanya. Ia menangis tersedu-sedu. Ia tidak bisa menahan rasa sakit dikepalanya dan hatinya. Desya sangat kecewa kepada Arsen. Mulai hari ini dirinya akan menyerah. Sudah cukup, Desya tidak mau disakiti lagi.

Arsen langsung tersadar ketika mendengar isak tangis Desya yang mencekat. Ia merutuki dirinya sendiri karena perbuatannya.

Desya ingin sekali meninggalkan tempat ini. Ia langsung berdiri dan pergi sempoyongan dari sana tanpa sepatah katapun. Ia dengan susah payah menahan rasa sakit yang menyerang kepalanya. Meninggalkan Arsen yang menatapnya sendu namun tidak bergerak untuk menolongnya.

Arsen meraih gucci yang berada di sampingnya lalu melemparnya hingga gucci itu pecah berkeping-keping.

"ARGHH, SIALL!" Arsen menjambak kasar rambutnya. Ia juga memukul tangannya ke dinding dengan kencang hingga darah segar mengalir di tangannya tak peduli dengan rasa sakit yang menjalar pada tangannya.

***

Jujur di part ini agak alay, tapi gapapa karena yang nulisnya pun alay.

Siapa yang emosi sama Arsen?

Kalau Arsennya kayak gini, jadi emosi gak?

Duda ImpianWhere stories live. Discover now