part 13

49 3 0
                                    

Bude sangat senang bertemu denganku setelah sekian lama sedangkan Pakde tidak ada di rumah ia sedang ada urusan di luar pesantren. Suasana disini tidaklah berubah masih seperti yang dulu seperti terakhir ku tinggalkan.

Menurut Bude ia tidak ingin banyak merubahnya ia masih ingin mengenang almarhumah adiknya itu. Biarlah seperti ini seolah-olah ia masih hidup itu yang dikatakan Bude.

Setelah menempuh perjalanan yang sangat panjang membuat seluruh tubuh terasa hampir lepas di semua persendian. Aku memutuskan untuk beristirahat di kamar. Tapi ketika hendak ke kamar ada seorang gadis yang keluar dari kamar sebelah.

Sejenak kami beradu pandang membuat darah berhenti mengalir. Irama jantung berdetak tak beraturan. Seketika tersadar spontan kami berucap istighfar dan membanting pintu masing-masing.

'Tok.. Tok.. Tok!'

Suara ketukan pintu membangunkan ku, rupanya aku sempat tertidur.

"Faruq...bangun Le, udah mau maghrib." suara Bude dari balik pintu.

"Enggeh Bude," jawabku singkat.

Bergegas ke kamar mandi yang terletak di samping dapur untuk membersihkan diri yang tadi sempat tertunda karna seorang gadis misterius.

"Bude, boleh minta segelas teh manis hangat?" pintaku pada Bude.

"Bude, kok diem aja? ngambek ya...?" candaku sambil terus melangkah  mendakati Bude yang tidak merespon ucapanku.

"Bude!" aku bermaksud mengagetkannya dengan menepuk pundaknya.

"Loh, Bude kok jadi lebih cantik dan awet muda?"

"Astaghfirullah, bikin kaget aja." ia berjingkat kaget yang ternyata bukan Bude.

"Kamu apa-apa sih, main tepuk aja! Kaget tau!"

"Laaah kamu sendiri ngapain disini, ngelamun kok di dapur!"

"Suka-suka ku lah mau dimana, huh." ia meninggalkan ku sendiri di tengah kesepian di dapur seorang diri. Eh! Apaan sih kok jadi ngelantur.

"Bude kemana sih, kok sepi? Duh, jadi lupakan mau mandi gara-gara cewek jutek." ucapku sambil menepuk kening.

Lima belas menit lagi adzan maghrib berkumandang. Bergegas menuju masjid untuk melaksanakan kewajiban menghadap sang pencipta.

Dari kejauhan nampak si gadis jutek itu juga menuju masjid. Ia berjalan seorang diri. Sungguh sempurna ciptaan Allah ini. Gadis berkulit putih, berhidung mancung dan mata yang teduh. Apa aku jatuh cinta pada pandangan pertama?

"Aku harus nanya sama Bude soal gadis itu yang sudah mencuri hatiku." gumamku seorang diri.

****

Malam hari semuaa orang sudah berkumpul. Umi Nissa ingin memperkenalkan Claudya secara resmi pada Faruq.

"Faruq, kenalkan ini Claudya anak Bude," ucap Umi Nissa sambil membelai rambut Claudya yang tertutup hijab.

"Loh, anak Bude bukannya sudah...?" ucapan Faruq menggantung karena kode dari ustaz Yusuf untuk tidak melanjutkan perkataannya.

"Maaf Bude aku gak bermaksud..." Faruq menundukkan kepalanya.

"Memang anak Bude sudah lama berpulang pada sang khalik. Oleh karna itu Claudya sudah kami anggap seperti anak kami sendiri Faruq. Claudya anak yatim piatu. Semoga kamu bisa akrab dengannya. Dan ingat! Jangan menggodanya!" ucap Umi Nissa pelan tapi penuh penekanan.

"Karena Bude tahu kamu anak yang sangat usil. Udah jauh-jauh kuliah tapi tetap aja slengean." ucap Umi kemudian.

Claudya hanya tertunduk sedih dan malu. Ia tak tahu harus berkata apa. Kini Faruq tahu siapa penghuni kamar sebelah, si gadis jutek bernama Claudya. Tanpa ia bertanya Bude nya sudah menjelaskan siapa dia.

Tapi Faruq belum hilang rasa penasarannya. Ia masih ingin mengetahui tentang Claudya. Tapi ia juga bingung harus bertanya pada siapa. Hanya Bude nya lah yang tahu segalanya tentang Claudya.

Hari ini sudah genap tiga tahun Claudya berada di pesantren sekaligus menjadi anak dari pimpinan pondok pesantren yaitu Nissa dan Yusuf.

Claudya sangat merindukan Riana dan Hanah ibu angkat Riana.
Claudya ingin meminta ijin pada Nissa untuk pulang menemui keluarganya. Hanah memberitahukan jika Riana sudah sembuh total dan sudah beraktivitas seperti biasa.

Nissa sangat berat hati untuk mengijinkan Claudya pergi, tapi ia juga tahu, ia tidak berhak melarang Claudya untuk bertemu dengan keluarganya. Ia belum pernah jauh dari Claudya selama tiga tahun ini. Entah kenapa perasaannya semas melepas Claudya.

"Umi jangan khawatir, Claudya gak lama kok. Paling lama palingan cuma seminggu. Insya Allah Claudya bisa jaga diri. Tolong ijinkan Claudya pulang ya Umi? Claudya kangen banget sama Riana." Claudya memohon pada Ibunya.

"Jangan bilang gitu sayang, ini juga rumah kamu. Umi juga gak berhak melarang Claudya pergi menemui Riana adikmu. Tapi Umi juga cemas sayang."

"Insya Allah, Allah akan selalu melindungi kita Umi."

"Baiklah, kapan kamu berangkatnya?" akhirnya dengan terpaksa Nissa mengijinkan Claudya.

"Kalau tidak halangan besok pagi setelah sholat subuh Umi."

"Restu Umi selalu menyertaimu nak."
Selepas sholat subuh Claudya sudah siap menempuh perjalanan jauhnya.

Ia pamit pada kedua orang tua angkatnya. Dan Claudya juga sengaja tidak membawa koper karena ia berjanji akan segera kembali ke pesantren.

"Umi, Abi Claudya pamit dulu ya! Do'akan selamat sampai di tujuan." ucap Claudya sambil menyalami tangan mereka.

"Iya sayang, kamu hati-hati di jalan ya! Umi pasti merindukanmu." Claudya dan Nissa berpelukan tanda perpisahan sementara.

Faruq yang tahu Claudya akan pergi jauh tak bisa berbuat banyak pasalnya ia belumlah begitu dekat dengan Claudya. Ia masih merasa canggung jika berdekatan dengan Claudya. Ia berdiri bersandar di depan pintu kamarnya sambil memperhatikan.

"Claudya, ingat hati-hati ya! Jangan ngebut kalau capek istirahat dulu. Dan ini bawalah untuk pegangan kamu di jalan." Yusuf menyodorkan sejumlah uang pada Claudya.

"Tidak usah Abi, Claudya ada uang kok. Usaha Claudya selama ini alhamdulillah masih berjalan lancar. Jadi Abi pun gak perlu khawatir." Claudya menolak secara halus pemberian Ayahnya.

"Ambil aja sayang, rejeki gak boleh ditolak." potong Nissa.

"Ya sudah ini demi Umi looh..."

Dengan mengucapkan bissmillah Claudya menjalankan mobilnya menuju Jakarta menemui sang adik tercinta.

Memasuki Jakarta Claudya berhenti dan mengeluarkan benda pipih dari dalam tas yang ia letakkan di kursi sampingnya.
-------

Cinta Sang Mantan NapiWhere stories live. Discover now