LLS 1

3.1K 164 17
                                    


Aku tidak tahu mengapa. Sejak berangkat kerja tadi pagi ada perasaan yang tak menentu di hatiku. Berhadapan dengan pasien dan keluarganya, dengan pikiran yang melayang entah kemana, sungguh membuatku merasa tak enak hati. Untung saja semuanya tak sampai membuatku melakukan kesalahan fatal misalnya tak sengaja salah memberikan obat ke pasien atau yang lainnya. Jangan sampai! Aku merasa tak fokus dan itu ternyata sudah terbaca oleh Lisa—sahabatku.

"udah istirahat aja dulu, Zar. Jangan maksa. Gue maklum kok, calon pengantin kan banyak yang harus diurusin." Tegur Lisa mengusiliku saat aku ketahun melamun ketika hendak mengukur tekanan darah salah satu pasien. Aku hanya menjulurkan lidah menanggapi kerese an Lisa barusan.

Menjelang selesai shift pagi sekitar pukul 14.00, Kakak Haris, yang 6 minggu lagi resmi jadi suamiku, mengirimkan pesan mengajak bertemu sepulangnya aku dari shift pagi. Tak ada firasat apapun saat itu. wajar saja kan calon suami mengajak bertemu, mungkin dia ingin mendiskusikan sesuatu perihal urusan pernikahan kami. Senyum sumbringah masih terukir jelas di bibirku padahal sudah 5 menit yang lalu pesan itu kubaca. Ada bagian yang selalu membuat hatiku menghangat seperti saat ini. Kak Harris menambahkan Note diakhir pesannya jangan lupa bawa mahram mu Zarah. Hanya beberapa kata tapi efeknya begitu menghangatkan hatiku. Ia sungguh menghormati wanita. Menjaga proses ta'aruf kami tidak menyimpang dari syariat.

Sepulang kerja, setelah berhasil membujuk Lisa menemaniku, aku dan kak Haris akhirnya bertemu di salah satu rumah makan cepat saji masih di kompleks rumah sakit tempatku bekerja. Kulihat dari kejahuan, Ia juga mengajak temannya.

Sekarang kami sudah duduk saling berhadapan. Ia mulai bicara dan menanyakan pertanyaan basa-basi seputar kabar dan pekerjaanku hari ini. Aku tahu, bukan ini yang menjadi inti pertemuan kami. Sejenak suasana menjadi kaku. Ada sesuatau yang tak biasa dari cara Ia menarik dan menghembuskan nafasnya. Entah sudah berapa kali ku dengar Kak haris menghela nafas berat. Kuyakin pasti ada sesuatu yang mengusik pikirannya.

"Maaf sebelumnya.."

"Zarah, sebenarnya.. "

"Zarah kakak gak bermaksud.."

"Zar..."

Aku tak mengerti. Mengapa kak Haris susah sekali mengucapkan apa yang ingin ia sampaikan. Seolah berat sekali mengatakannya. Aku masih menunggu. Menunggu kalimat lengkap darinya. Rupanya Lisa membaca sedikit kegugupan yang kurasakan. Ia meremas pelan tanganku yang berada di balik meja pembatas antara kami.

"Zarah, kakak akan berangkat ke Suriah. " kata-kata itu berhasil kudengar tapi masih belum sepenuhnya mampu kucerna.

"Sebelum berta'aruf denganmu, kakak sudah mendaftar jadi relawan. Kakak merasa terpanggil untuk membantu saudara-saudara kita disana. Ini pengabdian kakak untuk agama.."

Aku masih tidak percaya. Remasan tangan Lisa berubah menjadi cengkraman saat kata-kata itu berhasil kucerna sepenuhnya.

"Kakak berangkat lusa..." Tambahnya lagi.

Aku mendongkak menatapnya sekilas dan menyadari betapa yang kulakukan salah. Cepat-cepat kutundukkan kembali wajahku. Cengkraman tangan Lisa menyadarkanku bahwa seseorang yang berada di depanku ini menanti jawabanku. Mencoba berdamai dengan situasi, akhirnya kuberanikan diri membuka suara.

"Tapi kak? Akadnya 4 minggu lagi. Ka-k ka kakak berapa lama disana?" Aku baru saja memejamkan mata saat pertanyaan itu meluncur dengan terbata bata dari mulutku. Aku jelas tak rela ia pergi di saat akad kami sudah tinggal hitungan minggu.

Dengan posisku yang menunduk, Kulihat ia menggeleng. Tersenyum kecut. Lalu mendengus berat.

"Zarah, jangan tunggu kakak!" Ucapnya bak halilintar di siang bolong. Detik itu juga aku merasakan dunia berputar cepat. Semua yang ada di sekelilingku mendadak berhenti seketika saat kalimat itu berhasil sepenuhnya kucerna.

"Jangan tunggu?" susah payah kutelan air liurku.

"Mulai detik ini aku melepaskanmu Lazarah Hanifah. Bukannya aku tak menghargaimu. Aku hanya tak ingin kau larut dalam penantian panjang sementara aku tak tahu kapan aku bisa kembali dan apakah aku masih bisa kembali dengan utuh." Lirihnya.

Seluruh tubuhku kebas mencerna semua kata kata yang diucapkannya. Matanya tak sungguh sungguh menatapku. Kurasakan tangan Lisa meremas pelan bahuku, yang kian menghantarkanku pada sejuta pilu.

"Akan ada waliku yang akan berbicara dengan ayah dan bunda. Tapi sekali lagi kakak minta maaf, kakak gak bisa menghandle pembatalan yang lainnya.."

"Mungkin maaf ini sama sekali tak berharga bagimu, tapi hanya ini yang bisa kakak lakukan. Bila nanti kita bertemu kembali, jangan pernah kau hiraukan pria tak bertanggung jawab ini..." Ujarnya lirih.

"Selamat tinggal Zarah. Assalamualaikum." Keputusannya sudah final. Ia bahkan pergi tanpa perlu mendengar respon dariku.

Dari tempatku duduk saat ini, kuliahat punggungnya menjauh, menghilang di balik keramaian. Tanpa menoleh sedetikpun. Meninggalkan aku dengan sejuta luka.

Selepas kepergiannya, bagai ditimpa tembok besar, dadaku terasa sesak, Gemetar di tangan dan sekujur tubuhku tak bisa kuredam. Mataku memanas. Cairan bening di pelupuk mataku tidak dapat kutahan lagi. Kutumpahkan isakan tangis itu di pundak Lisa. Rasanya aku sudah tak sanggup berdiri menapak di bumi ini. Kini aku merasa sendiri di tengah keramaian ini. 

----

draft lama yang coba untuk dilajutkan. Boleh komen dan vote nya. terima kasih..

Lazarah's Love StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang