BAB 08

17.2K 1.1K 83
                                    

Pat keluar dari rumahnya, ia melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sudah setengah dua. Memakai topi untuk melindungi wajahnya dari sengatan sinar matahari yang cukup terik, Pat segera mengambil sepedanya dan siap untuk menuju ke sekolah.

Tak di sangka. Di jalan depan rumahnya, sudah ada seorang cowok yang tengah menunggangi sepeda hitam. Pat menyipitkan matanya saat cowok itu mengangkat tangan ke arahnya dan tersenyum senang.

Pat memperhatikan kanan dan kirinya, ia bingung bagaimana Darien bisa berada di sana. "Bagaimana lo, eh kamu bisa ke sini? Kok tahu rumahku?" tanya Pat.

"Ada yang lupa kalau pernah kuantar sampai rumah kayaknya," sindir Darien sembari menahan senyum.

Pat menepuk samping kepalanya, ia baru sadar. "Oh, iya. Gue, eh aku lupa," jawab Pat yang kemudian tersenyum kecil.

"Ayo, kita balapan!" ajak Darien yang sudah bersiap dengan sepedanya.

"Nggak ah, kayak anak kecil," ujar Pat yang tampak enggan.

"Kamu nolak tantanganku? Yang kalah yang traktir makan, gimana?" ajak Darien sembari menaik-turunkan kedua alisnya.

"Nggak mau," jawab Pat tegas.

Darien memiringkan kepalanya. "Maunya?"

"Yang menang yang traktir," jawab Pat seraya menahan senyum.

"Oke, siapa takut!" Darien pun menyanggupi.

Kemudian, Pat mengayuh sepedanya ke dekat Darien. Mereka berdua sudah siap sejajar untuk memulai perlombaan mereka. Tentu saja, ada diskusi singkat untuk pemilihan rute yang harus dilalui. Saat mereka bersama-sama menghitung mundur dari tiga ke satu, ada senyum yang tak tertahankan di bibir Pat. Perlombaan kecil itu dimulai dan Pat segera memimpin di depan.

Sesungguhnya, Pat rindu dengan tantangan dari ibunya seperti kala ia masih kecil. Namun, karena kesibukan ibunya, lama-kelamaan rutinitas pemberian tantangan itu tak ada lagi—kecuali tantangan terakhir yang ia benci itu. Namun, itu tak membuat Pat berhenti untuk selalu suka ditantang. Permainan kesukaannya adalah truth or dare, di situ ia akan menerima tantangan dari teman-temannya. Pat juga suka memberikan tantangan pada dirinya sendiri untuk memotivasi.

Dan sekarang, pemuda tampan nan penuh karisma yang telah menjadi pacarnya juga suka memberikannya tantangan. Bagi Pat, Darien adalah sosok yang baik dan juga sangat supel. Tebersit tekad di benaknya jika masa pacaran Darien dengannya itu tidak akan lama. Setelah pesta ulang tahunnya, Pat akan mengizinkan Darien untuk pergi. Ia merasa kalau sosok seperti Darien tidak pantas bersanding dengannya. Orang yang menggunakan jalan pintas untuk memenuhi sebuah tantangan.

***

Di tempat makan depan sekolah, Pat sudah bersama Darien. Senyum lebar sudah ada di wajah cowok yang suka sekali dengan basket itu. Pat tampak kesal karena di menit-menit terakhir, ia kalah dari Darien.

"Kayaknya ada yang masih bete nih," sindir Darien seraya menahan senyumnya.

"Oke, setidaknya aku jadi makan gratis," kata Pat seakan mengambil sisi positifnya.

"Aturan yang kamu buat ternyata bisa bagus untuk semua pihak. Ada yang merasa senang karena menang, ada yang merasa senang karena ditraktir," ujar Darien yang tertawa kecil.

Pat mengangguk, ia tampak salah tingkah saat Darien terus saja memandangnya. Akhirnya, ia memilih membuka tasnya dan menunjukkan surat bermaterai yang harus Darien tanda tangani.

"Bacalah," ujar Pat.

"Baru kali ini pacaran ada surat kontraknya," ejek Darien yang menerima surat itu juga.

Lotta Love 「END」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang